Monday, February 28, 2011

Renungan Hari Ini - 02

Bahaya Lidah

Bacaan Alkitab: Yakobus 3:1-12

Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. (Yakobus 3:5a)

Dorothy Nevill adalah seorang penulis Inggris yang hidup pada tahun 1826-1913. Ia dikenal karena kepiawaiannya berbicara dan mempengaruhi banyak orang di zamannya. Suatu waktu ia pernah ditanyakan tentang bagaimana seseorang dapat disebut memiliki kemampuan berbicara yang baik. Ia menjawab, “Seni percakapan yang benar bukan hanya mengatakan hal yang benar pada waktu yang benar, tetapi juga untuk tidak mengatakan hal yang salah dan tidak boleh dikatakan walau ada kesempatan sekalipun.”

Yakobus mengingatkan tentang pengaruh lidah yang luar biasa, bahwa anggota tubuh yang kecil ini sanggup mencetuskan perkara besar (ay. 5). Ya, tidak jarang susah dan senang, sedih dan gembira, tragedi dan komedi justru berawal dari lidah. Lalu apakah itu berarti lebih baik diam daripada berbicara? Tidak. Yang harus kita lakukan bukan ”tidak memakai” lidah -- dalam arti tidak usah bicara -- tetapi ”memakai” lidah dengan baik, yaitu berbicara untuk sesuatu yang benar pada saat yang benar. Kalau pun harus berdiam diri, berdiam diri dengan benar pula. Untuk itu kita perlu memasang kekang pada lidah (Yakobus 1:26).

Orang yang dapat mengendalikan lidahnya adalah orang yang hanya akan berkata-kata kalau ia tahu betul kata-katanya itu benar, berarti, menghibur, menopang, dan menjadi berkat bagi yang mendengarnya. Dan yang memilih diam kalau ia tahu apa yang akan dikatakannya tidak jelas kebenarannya, tidak berarti apa-apa, tidak menjadi berkat; malah menyakiti, menimbulkan gosip, dan permusuhan.

Percikan hikmah: Taklukkan lidah, bukan dengan tidak menggunakannya, tetapi dengan mengendalikannya

Catatan Hari Ini 044


Pagi

Setiap pagi yang datang sebetulnya itu adalah petunjuk, bahwa hidup kita, atau waktu yang tersisa buat kita, di dunia ini makin terbatas. Dan kita tidak pernah tahu, berapa pagi lagi yang bisa kita jelang; kita hirup dan nikmati udara segarnya. Mungkin tinggal satu-dua pagi, mungkin juga masih ribuan pagi. Entah.

Satu hal yang pasti, cepat atau lambat, seperti seorang pelari, akan ada saatnya kita tiba di garis finis. Titik akhir. Dimana di sana segala jerih juang dan keriaan hidup hanya tinggal sebagai kenangan. Tidak ada kesempatan kedua.

Maka, mari kita sambut setiap pagi yang ada dengan syukur. Dan sertai dengan tekad untuk menjalani setiap waktu di depan dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya; sehingga kelak, ketika kita tiba di garis akhir, kita dapat berkata, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik.”

Saturday, February 26, 2011

Catatan Hari Ini 043

Agama

Agama bukan hanya soal hidup di sana – di akhirat – tetapi juga soal hidup di sini – di dunia ini. Bukan pula soal rumusan ajaran yang hebat-hebat, atau pun serentetan kewajiban yang “luhur-luhur”, tetapi soal hidup sehari-hari.
           
Jadi kalau agamamu gak membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik, lebih welas asih, dan lebih menghargai kehidupan. Dan malah membuatmu menjadi pribadi yang gak toleran, mudah beringas menghadapi yang berbeda, telengas terhadap sesama; bakar, hajar, bunuh. Bukannya menabur kasih sayang, malah menebar kebencian; bukannya membawa kedamaian, malah menumbuhkan ketakutan dan kekacauan.

Maka pasti ada yang salah di sana; entah agama yang kamu anut yang keliru –bila demikian adanya, segera tinggalkan sebelum itu merusak jiwamu. Atau pemahamanmu terhadap agamamu itu yang salah – bila demikian adanya, ya bertobatlah.

Friday, February 25, 2011

Catatan Hari Ini 042

Jaminan 

Malam ketika berangkat tidur, tidak ada jaminan besok kita akan bangun lagi; sesehat apa pun tubuh kita, senyaman dan seaman apa pun tempat kita tinggal. Pagi ketika berangkat beraktifitas – ke kantor, ke kampus, atau sekadar shopping di mall – tidak ada jaminan kita akan kembali ke rumah; bertemu dan bercengkrama lagi dengan keluarga.

Ya, sesungguhnyalah kita hidup di bawah bayang-bayang kematian. Tiap saat – kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun – sang kematian bisa tiba-tiba datang menjemput. Dan kita tidak bisa mengelak, betapa pun kita ingin.

Maka, tiap saat, tiap detik, tiap helaan napas yang masih bisa kita jelang bersama orang-orang yang kita kasihi, itu adalah anugerah tidak terperi. Jalani dengan rasa syukur dan nikmat. Bila perlu perjuangkan.

Thursday, February 24, 2011

Catatan Hari Ini 041

Mimpi

Mempunyai mimpi itu baik. Dan perlu. Sebab mimpi, itulah yang akan mengarahkan seluruh “energi” yang kita punya. Hidup tanpa mimpi, seumpama orang bepergian tanpa arah, tanpa tujuan. Atau seperti permainan sepakbola tanpa gawang. Betapa tidak menariknya.

Tetapi hati-hati juga, jangan sampai kita hidup di dalam mimpi, sehingga kita abai terhadap kenyataan yang ada sekarang. Jangan karena begitu asyiknya memikirkan tujuan, lalu kita jadi tidak bisa menghargai dan menikmati perjalanan yang sedang ditempuh. Lebih-lebih jangan karena begitu terobsesinya dengan sebuah mimpi, lalu kita rela mengorbankan apa saja. Jangan.

Lagi pula, kadang sesuatu itu indah jika hanya "stay as a dream". Sungguh. Begitu menjadi kenyataan, keindahannya pun segera luntur. Jadi biasa saja. Coba deh tanya orang yang sekian lama mendamba punya ini dan itu, ketika apa yang didambanya itu terwujud paling ia akan berkata: "Ya, cuma begini toh."

Wednesday, February 23, 2011

Catatan Hari Ini 040

Munafik

Kalau ada satu kata yang ingin saya hapus dari perbendaharaan kata yang saya punya, maka itu adalah: kata munafik. Sebab setiap kali kata itu terlontar; dari mulut, muncul di benak atau di hati, maka ia seolah menghujam pula telak ke dalam diri sendiri.

Munafik dalam arti lain di mulut, lain di hati; lain bicara, lain tindakan. Adakah orang yang benar-benar bisa 'bebas' dari hujaman kata itu; adakah orang yang gak pernah munafik? Oke. Katakanlah kadarnya gak segede “politikus hitam”, tetapi dalam kadar “sehari-hari”; tidakkah kita pun punya kecenderungan untuk munafik?

Jadi, sebelum kita melontarkan kata itu kepada orang lain, baiknya kita berkaca dulu: layakkah kita? Jangan sampai kita malah jadi “double munafik”; munafik yang menghakimi orang lain munafik.

Renungan Hari Ini - 01

Awas Serigala

Bacaan Alkitab: Efesus 4:17-32

Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. (Efesus 4:31).

Seorang pemuda Indian bertanya kepada kakeknya, mengapa dirinya begitu gampang tersinggung dan cepat marah. Ia ingin tahu cara mengubah perangainya. Sang kakek bercerita bahwa, dalam diri manusia ada dua ekor serigala. Serigala yang satu selalu berpikiran negatif, mudah marah dan suka berprasangka buruk. Sedang serigala yang lain selalu berpikiran positif, baik hati, dan suka hidup damai. Setiap hari kedua serigala ini berkelahi. “Lalu serigala mana yang menang?” tanya si pemuda. “Serigala yang setiap hari kamu beri makan.”

Dalam diri kita ada tabiat baik dan tabiat buruk. Mana yang kemudian dominan sangat ditentukan oleh makanan rohani yang kita makan. Makanan rohani baik yang berasal dari pola asuh dan lingkungan keseharian kita, maupun makanan rohani yang kita sendiri upayakan.
Sebagai manusia baru di dalam Kristus kita perlu membuang segala tabiat buruk; dengki, suka menggosip, pemarah, pendendam, kasar, dan lainnya. Dan terus memupuk segala tabiat baik; sabar, suka menolong, baik hati, pemaaf, dan lainnya. Dengan semakin banyak memberi ”makan” pada tabiat baik, lama-lama tabiat buruk akan ”kalah”. 

Untuk dapat mengendalikan kedua tabiat itu, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah dengan rutin melakukan evaluasi dan introspeksi diri. Lalu pupuk kemauan dan disipilin untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, menekuni firman-Nya. Hanya dengan demikian kita bisa memfilter tabiat-tabiat buruk kita. Membuatnya tidak menjadi dominan, apalagi menguasai kita. Sekaligus menyuburkan tabiat-tabiat baik kita.

Percikan hikmah: Penguasaan diri berarti memegang kendali penuh atas tabiat baik dan tabiat buruk dalam diri kita.

Tuesday, February 22, 2011

I'm BACK!


Gak kerasa, nyaris dua tahun blog ini terbengkalai. Piuh. Tiba-tiba jadi ngerasa “salah”, mengingat kenangan yang pernah ada. Juga ngerasa “sayang”, mengingat buah yang telah dituai – dari blog ini setidaknya telah lahir lima buah buku jadi. Gak termasuk yang seperempat atau setengah jadi.

Pasalnya mungkin karena berondongan kesibukan. Ditambah serentetan “pilihan baru” – Facebook, Twitter, BBM – yang mau gak mau turut menyedot “energi” :). Belum lagi kejenuhan dan kebosanan. Jadinya malas. Sehari dua hari. Seminggu dua minggu. Lalu bablas sampai hitungan tahun.

Tetapi okelah. Gak guna melihat ke belakang. Yang penting sekarang saya kembali. Atau lebih tepat, berniat untuk telatenin lagi ini blog. Syukur-syukur bisa seintensif dulu. Harapan saya, kiranya blog ini bisa jadi berkat. Buat saya sendiri sudah cukup senang kalau ada satu orang saja yang membaca dan kemudian berkata, “Thx, God!”

Semoga niat dan usaha saya ini “panjang umur”. Terima kasih untuk teman-teman yang pernah nanyain tentang blog ini. Sedikit banyaknya, itu turut menjadi “bahan bakar” buat saya kembali. Salam.