Saturday, September 30, 2006

Renungan Sabtu - 20


Berharga


Ini cerita lama. Saya mengenalnya tidak sengaja. Sekali waktu, saya melihat dia sedang tidur-tiduran di depan pintu kamar kost saya. Kebetulan saya lagi punya makanan sisa, jadi saya kasih dia. Besoknya eh, dia datang lagi. Saya kasih lagi dia makanan. Besoknya lagi begitu juga. Sejak itu, hampir tiap hari dia datang. Kadang-kadang kalau pun saya lagi pergi, dia sudah menunggu di depan pintu kamar.

Pertamanya saya senang juga. Ibaratnya mendapat teman dikala sepi atau penyegar diwaktu pikiran lagi jenuh dan sumpek. Maklum di rumah sebesar itu, seringnya saya tinggal sendirian. Sekitar tiga bulanan lebih saya menjalin pertemanan dengan dia. Tak ada masalah. Kami rukun-rukun saja. Kalau saya lagi ada kerjaan, saya biarkan saja dia. Dan dia pun tidak tersinggung. Buktinya, besok-besoknya dia terus datang lagi.

Tetapi lama-lama saya mulai dibuat jengkel. Rasanya dia mulai keterlaluan. Dikasih hati mau jantung. Coba saja bayangkan, dia sudah berani nyelonong masuk ke kamar saya tanpa permisi. Padahal kakinya kadang-kadang kotornya minta ampun. Bukan itu saja, dia juga sudah berani mencuri-curi naik ke ranjang saya. Dan kalau saya lagi makan, enak saja dia naik ke atas meja.

Menjengkelkan sekali. Kerap saya habis kesabaran. Entah sudah berapa kali saya pukul dia dengan gulungan koran atau terpaksa saya tendang. Dia tidak kapok-kapok juga. Bahkan sepertinya dia suka membalas mengejek saya, dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya dan berjalan berlenggang. Sekali waktu saya benar-benar tidak bisa menahan diri lagi. Saya siram dia dengan air. Dia lari tunggang langgang. Syukurin.

Sejak itu dia tidak pernah datang lagi. Legalah hati ini sudah. Satu hari berlalu tanpa kejengkelan. Tiga hari juga begitu. Lima hari mulai saya merasa ada sesuatu yang kurang. Tujuh hari, saya kok jadi merindukan dia. Aneh kedengarannya. Tetapi sungguh, rasanya ada sesuatu yang hilang dalam hari-hari saya. Tak ada lagi yang menyambut kalau saya pulang. Tak ada lagi yang bisa saya isengin. Tak ada lagi sumber ide kalau pikiran lagi buntu. Sepi sekali rasanya.

Penyesalan perlahan mulai menyelinap ke dalam hati saya. Kenapa kemarin-kemarin itu saya bersikap kasar kepadanya, bahkan menguyurnya. Kenapa saya hanya memikirkan yang jelek dan menjengkelkannya saja dari dia. Kenapa saya tidak melihatnya hal-hal baik dan bermanfaat yang timbul dengan kehadirannya.

Betul juga, sesuatu itu baru terasa berharga kalau sudah tidak ada. Tetapi kalau sudah tidak ada ya, terlambat. Seharusnya saya berusaha menghargai apa yang ada, dan bersyukur karenanya. Termasuk dengan kehadirannya di kost saya. Walau dia hanya seekor kucing.

Dari buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, diterbitkan Gloria

Friday, September 29, 2006

Catatan Harian

Day - 184

Jumat, 29 September 2006 -- Hari ini acara sampai malam. Saya sudah rencana ke kantor agak siangan. Semalam kurang tidur. Ngetik. Jadi mau "nebus" tidur. Barang satu jam. Tapi dua kali mau pulas ada telepon. Bantut deh :). Yang ketiga kali mau pulas, Karen pulang sekolah. Tadi ia sekolah pagi. Perayaan Children's Day. Children's Day-nya sendiri jatuhnya hari Senin. Ia dapat hadiah dari gurunya.

Siang ke gereja. Pimpin persekutuan Komisi Wanita. Kiriman buku: "And They Lived Happily Ever After" datang. Dibawa teman yang baru dari Surabaya. Ini buku saya pertama dengan hard cover. Oke sih. Tampilannya elegan. Tapi kalau baca lagi isinya, rasanya masih ada yang kurang. Saya suka begitu. Setiap baca lagi buku-buku saya, mesti saja ada yang rasanya kurang pas gitu :). Entah pengkalimatannya, entah materinya.

Di belakang cover ada kutipan ucapan Dana Reeve ketika suaminya, Christopher Revee, meninggal. "Saya berjanji kepadamu untuk mengasihi dan mencintaimu sampai maut memisahkan kita. Saat ini di hadapan semua orang, saya mengaku. Saya minta maaf. Saya telah berbohong. Saya tidak dapat mengasihi dan mencintaimu sampai maut memisahkan kita. Saya tidak bisa. Saya tidak bisa berhenti mencintaimu. Walaupun maut memisahkan. Maafkan saya." Sangat mengharukan.

Setelah pimpin Komisi Wanita bersama Dewi, Kezia dan Karen ke Bukit Batok MRT. Jemput Pak Handrawan Nadesul. Ia lagi di Singapore. Sekalian kita minta pimpin Binaria. Topiknya seputar seksualitas. Sekaligus ceramah untuk remaja dan pemuda hari Minggu siang lusa. Tadinya kita mau ajak makan dulu. Tapi rupanya agak telat. Ga keburu. Jadi Dewi, Kezia, dan Karen pulang duluan. Saya tunggu. Eh, tahu-tahu dapat SMS dari Pak Handrawan, ia sudah sampai di apartemen saya :). Mis-com.

Friday's Joke-17


Perpustakaan


Di tengah malam, telepon di rumah seorang petugas perpustakaan bernama Bobi berdering. "Selamat malam. Maaf mau tanya, perpustakaan buka jam berapa ya?" tanya suara seorang lelaki di telepon.
"Ya ampun, Anda menelepon tengah malam begini hanya ingin tahu kapan perpustakaan buka?" tanya Bobi.
"Tapi ini sangat penting", kata penelepon.
"Jam sembilan pagi", kata Bobi.
"Jam sembilan??? Tidak bisa lebih pagi lagi?" tanya si penelepon.
"Memangnya kenapa Anda ingin datang pagi-pagi?" tanya Bobi.
"Siapa bilang saya ingin datang? Saya ingin keluar dari perpustakaan ini..."

Ayah's quote :
Berpraduga sering mengantar kita pada mispersepsi. Maka dalam hidup ini, jangan menghakimi seseorang sebelum mendapatkan informasi secara lengkap. Sebaliknya, jangan memberikan informasi terselubung, yang memungkinkan orang salah duga terhadap kita. Mau ya mau. Nggak ya nggak. Jangan mau yang nggak nggak.

Catatan Harian

Day - 185

Kamis, 28 September 2006 - Di sini tuh paling "ngelegain" kalau mau pergi, pas sampai di halte pas bis yang ditunggu datang. Sebaliknya paling "ngeselin" kalau nunggu bis lama. Kayak tadi pagi. Mau ke kantor. Sampai di halte, bis yang ditunggu pas baru jalan. Tunggu bis yang berikut. Tapi ditunggu-tungguh koq lama. Bis-bis nomor lain sampai dua kali lewat. Jarak satu bis ke bis lain yang sama tuh 15 menit-an. Bayangkan. Hampir 40 menit saya nunggu. Duh!

Kalau ga tergesa-gesa sih masih oke-lah. Saya bisa baca buku. Atau SMS-an :). Yang repot tuh kalau tergesa-gesa. Alternatif terakhir sih naik taxi. Tapi kadang taxi juga ga selalu gampang loh. Terutama kalau jam sibuk. Kondisi begini ada bagusnya juga sih. Mengajar saya me-manage waktu. Jadi ga suka-suka sendiri gitu kan.

Tadi siang sempet chatting dengan teman di Yogyakarta. Tadinya just to say hello. Tapi jadi ngobrol sebentar. Teman saya tuh bilang, ia baca di koran Kompas, orang Indonesia di Paris terkenal suka belanja. Sampai banyak toko di sana yang memakai karyawan yang bisa bahasa Indonesia atau Melayu. Hehehe. Rupanya ga hanya di Singapore. Indonesia naga-naganya memang layak deh masuk "keajaiban" dunia. Saya jadi ingat seorang teman yang bilang, "Di Singapore kamu harus bangga jadi orang Indonesia. Indonesia tuh ikut membangun ekonomi Singapore loh." Ingat kondisi Indonesia, saya ga tahu harus sedih atau senang.

Malam ada acara Family Fellowship di daerah Bukit Batok. O ya, saya denger hasil penjualan buku-buku launching kolportase kemarin mencapai hampir $S 500. Padahal waktu efektif paling satu jam-lah. Jadi kalau rata-rata harga buku $S 4 berarti 100 lebih buku yang terjual. Buat saya bukan hasilnya uangnya yang penting. Tapi bahwa minat baca jemaat terfasilitasi dengan baik.

Thursday, September 28, 2006

Thursday Hot Issue - 05


Ganti Pemimpin


The Fact :
Thailand dilanda kudeta militer. Perdana Menteri Thaksin Shinawatra digulingkan dalam aksi tanggal 19 September 2006. Saat ia tengah bersiap menghadiri Sidang Tahunan Majelis Umum PBB di New York. Dalam kurun waktu 74 tahun terakhir, Thailand pernah mengalami 23 kali kudeta militer. Kali ini pemimpinnya adalah Panglima Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Sonthi Boonyaratkalin. Aksi ini dipicu rasa ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Thaksin yang dianggap memicu blunder politik dan sosial di Thailand. Tapi awal ketidaksenangan ini dimulai saat terkuaknya praktek KKN dalam penjualan aset perusahaan telekomunikasi milik Thaksin tanpa pembayaran pajak. Konon, Raja Bumibhol Adulyadej yang sangat berpengaruh di Thailand turut memberi lampu hijau kudeta ini. Para pengamat mengatakan ini adalah upaya menggulingkan "Thaksinomics" (kebijakan ekonomi yang di satu sisi mengutamakan aneka kebijakan pro rakyat miskin, tapi di sisi lain kebijakan neoliberalnya sangat kapitalistik) dan "Thaksinocracy" (sistem pemerintahan yang menggabungkan model kewirausahaan birokrasi dengan pengembangan ekonomi neoliberal). Thaksin sekarang menetap di London. (Sumber : Kompas, Koran Tempo)
The Lessons :
Puja-puji, kemasyuran, kekayaan dan kekuasaan, kerap jadi “harta karun” yang terlalu sayang untuk dilepas. Maka nggak jarang orang pun menjadi lupa diri. Ingin terus memeluknya, mendekapnya, memilikinya. Konon, power tend to corrupt. Dan atas nama kepentingan rakyat, kerap muncul para "pahlawan" yang awalnya punya niat tulus meluruskan yang bengkok. Niat yang kerap berbelok ketika mereka akhirnya berkuasa. Dan sejarahpun terulang.

Wednesday, September 27, 2006

Catatan Harian

Day - 186

Rabu, 27 September 2006 - Pagi Dewi pelawatan sama ibu-ibu KW. Jadi saya di rumah. Kezia sekolah jam 7. Karen jam 11.15. Berenang sama Karen. Karen nih lagi seneng berenang. Sebelumnya ia agak takut-takut air. Sekarang sudah berani nyelam. Waktu di Yogyakarta dulu sebetulnya ia sudah hampir bisa berenang. Tapi pernah kepeleset di kolam, jadi trauma. Ngembaliin keberaniannya itu ga gampang.

Siang keasyikkan ngetik. Kezia pulang sekolah lupa. Sampai diklaksonin sama sopir school bus-nya. Saya lari ke bawah. Lantai baru di pel. Buk. Jatuh. Duh. Siku tangan dan tulang pinggul nih yang kena. Padahal kalau jalan biasa paling beda waktu 1 menit. Atau malah ga nyampe. Dalam setiap situasi bersikap tenang itu perlu. Mungkin masalah ga lantas selesai. Tapi setidaknya, ga nambah masalah :).

Agak sorean Dewi pulang pelawatan, saya terus ke gereja. Malam ada rapat majelis. Saya mesti pimpin rapat. Ini pertama kali pimpin rapat selama di GPBB :). Banyak yang harus disiapin. Di sini kalau malam, jam 10 atau lewat-lewat dikit, gereja mesti tutup. Padahal rapat mulainya saja jam 7.30. Itu kalau datangnya pada pas :). Boleh dibilang di sini tuh, tempat dan waktu adalah "kemewahan".

Tadi pagi beberapa teman, ibu-ibu dari Jakarta, telepon. Mereka lagi di Singapore. Semalam tiba dari Malaysia. Tapi mereka ga bisa mampir ke rumah. Waktunya sempit. Besok pagi sudah harus kembali ke Jakarta via Batam. Kepikir sih untuk ketemuan di mana gitu. Tapi diatur-atur ga bisa juga waktunya. Tapi saya dan Dewi say hello saja sudah senang koq.

Wednesday's Games Idea - 17


Orang Pilihan


Alat yang dibutuhkan : kertas dan alat tulis
Waktu yang dibutuhkan : 15 - 30 menit
Jumlah peserta : maksimal 50 orang
Aturan permainan :
Ceritakan kepada seluruh peserta bahwa bayangkan mereka saat ini terdampar di sebuah pulau. Penduduk asli pulau ini adalah para kanibal. Mereka hanya punya waktu 24 jam untuk membuat perahu dan segera keluar dari pulau ini, sebelum menjadi santapan para penghuni pulau. Sekarang, mintalah setiap peserta untuk menuliskan 5 orang lain yang paling mereka harapkan ada bersama mereka di pulau itu untuk membantu mereka. Pertama, mintalah mereka menulis nama 5 orang siapa saja (bisa tokoh dunia, selebriti, pahlawan, dll) beserta alasan pemilihannya. Kedua, mintalah mereka menulis nama 5 orang yang saat itu ada di antara para peserta beserta dengan alasan pemilihannya. Setelah selesai, mintalah mereka berdiri berkelompok berdasarkan pilihan mereka. Diskusikan mengapa orang-orang tersebut dipilih. Mengapa ada yang "favorit" dan ada yang nggak terpilih?
Tujuan permainan:
Memilih tim yang tepat bukan pekerjaan mudah. Karena kerap yang kita lakukan adalah berupaya mencari orang untuk meringankan tugas kita. Yang bisa membuat kita lebih terbantu. Fokusnya ada pada diri kita sendiri. Padahal yang terpenting adalah mencari orang-orang yang tepat untuk mencapai tujuan bersama.

Catatan Harian

Day - 187

Selasa, 26 September 2006 - Siang Dewi ada acara Ultah Komisi Wanita di GPO. Saya ga ke kantor. Tunggu Kezia Karen pulang sekolah. Terus temenin mereka makan dan tidur. Sambil ngetik dan baca buku. Di gereja ga ada acara khusus juga sih. Di sini memang ada jam kantor. Tapi cukup fleksibel-lah. Yang penting ke teman di kantor bilang ada di mana. Supaya sewaktu-waktu kalau perlu, bisa dihubungi.

Hari ini saya agak gak fit. Badan rasa lemes gitu. Ngantuk tapi ga bisa tidur. Mungkin karena beberapa hari ini tidur saya ga benar. Bisa tahu-tahu jam 2 jam 3 bangun. Dan ga bisa tidur lagi. Untungnya saya sekarang rutin minum vitamin. Waktu pulang ke Jakarta bulan lalu ada teman yang ngasih vitamin dan madu. Juga ada teman di sini yang ngasih vitamin. Cocok. Saya hampir ga pernah flu lagi.

Seperti tubuh jasmaniah butuh vitamin supaya ga gampang sakit. Tubuh jiwaniah juga. Salah satu vitamin bagi jiwa adalah humor. Humor yang baik bisa mencegah stress loh. Makanya saya suka ngumpulin humor. Dari imel-imel kalau dibundel ada kali 4 buku :). Konon asal kata humor dulunya ga ada sangkut paut dengan lucu atau tawa. Humor dari bahasa Latin. Artinya: cairan. Orang dulu percaya dalam tubuh kita ada empat jenis cairan yang membentuk empat karakter. Sanguinis, melankolis, kolerik dan plegmatik.

Kalau terjadi ketidakseimbangan cairan dalam tubuh, maka seseorang itu akan menjadi gila. Disebutnya humoris. Entah kenapa sekitar abad 18 kata humor berubah makna; berkaitan dengan kelucuan. Sampai sekarang. Malam ada rapat di gereja. Sempet makan dulu sama teman di food court seberang gereja. Jam 10.15-an sampai rumah. Ada GSM yang lagi ngajarin Kezia bahasa Mandarin. Saya terharu sama kebaikan orang-orang di sini terhadap saya dan keluarga. Thx, rekans.

Tuesday, September 26, 2006

Tuesday's Song - 21

The Greatest Love of All
George Benson
Words and music by michael masser and linda creed



I believe the children are our future
Teach them well and let them lead the way
Show them all the beauty they possess inside
Give them a sense of pride to make it easier
Let the childrens laughter remind us how we used to be
Everybody searching for a hero
People need someone to look up to
I never found anyone to fulfill my needs
A lonely place to be
So I learned to depend on me

Chorus:
I decided long ago, never to walk in anyone's shadows
If I fail, if I succeed
At least I live as I believe
No matter what they take from me
They cant take away my dignity
Because the greatest love of all
Is happening to me
I found the greatest love of all
Inside of me
The greatest love of all
Is easy to achieve
Learning to love yourself
It is the greatest love of all
I believe the children are our future
Teach them well and let them lead the way
Show them all the beauty they possess inside
Give them a sense of pride to make it easier
Let the childrens laughter remind us how we used to be

back to Chorus

And if by chance, that special place
That you've been dreaming of
Leads you to a lonely place
Find your strength in love

Renungan :
Kadang orang mencari kedamaian, kebanggaan, dan kebahagiaan diri di tempat yang salah. Mencari dan nggak mendapatkan. Akhirnya kecewa. Padahal kedamaian, kebanggaan dan kebahagiaan kita berawal dari diri sendiri. Menerima diri sendiri dan bangga dengan diri sendiri, adalah bagian dari mencintai diri. Bukan berarti egoistis dan egosentris. Bukankah berdamai dengan diri sendiri, adalah kunci untuk bisa berdamai dengan orang lain. Bagaimana bisa mengasihi orang lain, kalau nggak bisa mengasihi diri sendiri.

Monday, September 25, 2006

Catatan Harian

Day - 188


Senin, 25 September 2006 -- Siang cukur rambut. Ini pengalaman pertama dicukur selama di sini :). 10 $. Di Yogyakarta cukur Rp 3000. Di Kelapa Gading Rp 15.000. Produk sama, yang beda "kemasan". Peralatan lebih canggih. Ruangan lebih nyaman. Selesai lebih cepat. Ga sampai 10 menit. Kalau "hasil" sih, yang Rp 3000 di Yogyakarta ga kalah deh. Sebuah produk kadang memang cuma "menang" di kemasan kan.

Kemarin ada teman yang ngasih buku. "Wash the Feet of the World with Mother Teresa" dan "Freedom of Simplicity". Baru buka-buka sekilas sih. Inggris saya tuh jelek. Jadi kalau baca buku Inggris selain perlu kamus, juga perlu perjuangan lebih. Yang Mother Teresa, bagus juga kalau saya bisa bikin buku refleksi kayak gitu. Ada 150 refleksi singkat dengan tema-temanya praktikal. Good. Yang Simplicity belum saya buka :).

Malam nonton Singapore Idol. Ga sampai selesai sih. Keburu males. Saya tinggal ngetik. Habis bertele-tele. Ibarat orang mau ngomong, ga straight to the point gitu. Muter-muter. Bentar-bentar diselingin iklan. Pinter-pinternya produser "jualan". Mungkin sengaja mo mengocok-ngocok emosi penonton. Khas gaya sinetron. Jalan ceritanya sudah jelas. Lalu sengaja diputer-puterin. Dari tujuh episode molor ke tujuh belas episode. Tujuannya apa lagi kalau bukan iklan :).

Final Singapore Idol ini mempertemukan dua penyanyi dari dua etnis yang berbeda. Chinese dan Malay. Saya lihat suporter yang disorot TV sangat kentara pembedaan etnisnya. Yang Chinse pendukungnnya Chinese semua. Juga yang Malay :). Kayaknya di mana-mana gitu deh. Pembedaan etnis, daerah, bahkan agama jadi alasan mendukung yang satu dan ga mendukung yang lain. Dari satu sudut wajar saja sih. Tapi syukur, biasanya masyarakat umum bisa lebih obyektif dengan pertimbangan "rasional" ketimbang yang "emosional". Buktinya di Indonesia Joy dan Delon yang ketemu di final Indonesian Idol pertama. Dan sekarang di Singapore juga gitu. Yang menang Hadi Mirza :).

I Like Monday - 04


Inspiring Singapore
Helping Hand


Operation Homeworks Sabtu kemarin dilakukan di Singapore. Sebanyak 100 orang tenaga sukarela mendatangi rumah-rumah orang lanjut usia. Mereka datang untuk membantu membersihkan rumah. Umumnya para orang tua ini tinggal sendirian, dan secara fisik terbatas untuk melakukan sendiri kegiatan membersihkan rumah secara rutin. Akibatnya rumah mereka dipenuhi sampah dan juga sisa makanan. Lingkungan yang tidak higienis itu dapat memicu gangguan kesehatan. Tidak saja bagi mereka tapi juga bagi tetangga sekitar mereka. Proyek ini diselenggarakan oleh Habitat for Humanity, sebuah lembaga swadaya masyarakat si Singapore. Dalam aksinya tersebut, 25 rumah dalam dua blok bisa dibersihkan.* Melakukan sesuatu yang berharga buat orang lain nggak harus berbentuk sesuatu yang besar dan hebat. Tindakan kecil dan sederhana pun bisa. Kadang kita kerap tergoda untuk membantu orang yang jauh dari kita. Padahal, nggak sedikit orang yang ada di sekitar kita, dekat dengan kita, justru membutuhkan pertolongan. Untuk menyebar kasih, nggak perlu konsep rumit dan berbelit-belit. Nggak selalu butuh dana yang besar. Malah kadang yang lebih dibutuhkan adalah kesediaan hati. No charge but priceless.


*(Sumber berita : Channel News Asia)

Catatan Harian

Day - 189

Minggu, 24 September 2006 -- Hari ini penutupan bulan keluarga. Kebaktian digabung jam 13.30. Saya pimpin khotbah. Sebelumnya ada cerita kepada ASM oleh salah seorang GSM. Tema: keluarga yang melayani. Intinya melayani bukan sekadar aktif di gereja; mau berkorban waktu, tenaga, atau uang untuk aktivitas gereja. Tapi juga soal hati dan motivasi. Dasar utama pelayanan adalah ungkapan syukur. Kita melayani bukan untuk mendapat apa-apa, tapi karena sudah mendapat apa-apa. Ngisi pujian bareng Paduan Suara keluarga senior :).

Diselenggarakan pula launching buku-buku baru kolportase. Untuk ukuran di sini, termasuk besar-lah. Sebelumnya kolportase tuh hanya "pasif" menunggu. Sekarang "aktif" menyambut. Saya senang dengan semangat teman-teman mengelola kolportase. Good. Saya berharap di GPBB pelayanan literatur, termasuk kolportase, bisa berkembang. Buku adalah "jendela dunia". Dengan buku wawasan kita bertambah. Iman kita juga bertumbuh. Saya lihat respon jemat pun sangat positif.

Selesai kebaktian, ikut acara outing Komisi Maria Martha di West Cost Park. Di Singapore taman-taman bermain tuh banyak. Sangat terawat. Sarana bermain buat anak-anak juga lengkap. Fasilitas publik. Jadi masuk ga bayar. Sangat oke-lah buat acara keluarga. Bagusnya para pemakai taman punya semangat menjaga kebersihan dan fasilitas yang ada. Saya pimpin permainan. Maria Martha dalah komisi para pekerja rumah tangga asal Indonesia yang bekerja di sini. Saya terkesan dengan teman-teman yang mengelola pelayanan komisi ini. Kita rasanya akrab ga memandang perbedaan sosial. Good.

Pulang menjelang jam 19. Di sini jam 19 masih terang. Beda waktu Singapore dan Indonesia tuh satu jam. Sore selalu lebih terang. Yang "susah" kalau pagi. Jam 7 terasa masih gelap gitu. Ga kemana-mana lagi. Di rumah. Nonton televisi. Lagi seru Singapore idol :). Kezia dan Karen ngikutin. Saya banyak ketinggalan "berita" nih. Padahal just tahu kan perlu juga. Bisa jadi bahan ngobrol gitulah.

Sunday, September 24, 2006

Sunny Sunday - 02


Indonesia plus
Para Pembela Negara


Ini bukan ungkapan kiasan. Ini cerita tentang profesi Pembela. Mita Conference Hall, Tokyo Jepang menjadi saksinya. Melissa Butar-butar, Fitria Chairani, Novriadi Erman, dan Harjo Winoto sedang mempertahankan pendapat hukumnya terhadap sebuah negara yang baru saja memisahkan diri dengan induknya. Mereka adalah pengacara pihak tergugat. Setelah perdebatan panjang dengan penggugat juga dewan juri, secara meyakinkan, mereka memenangkan kasus itu. Dan membawa pulang Foreign Minister's Award. Itu hadiah tertinggi dalam perhelatan bertajuk "Kompetisi Pengadilan Semu Hukum Internasional Asia Cup 2006". Keempat nama di atas bukan para pengacara ternama. Mereka adalah para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang baru duduk di tingkat 2 dan 3. Dalam debat berbahasa Inggris ini, mereka mengalahkan peserta dari Universitas Hongkong, Universitas Kyoto, Universitas Osaka, Universitas Malaya, Universitas Ateneo de Manila, Universitas Nasional Singapura, dan Universitas Chulalongkorn dari Thailand. (Taken from Tempo Magazine)

Ayah's plus point:
Para pelajar dan mahasiswa Indonesia banyak mencatat hasil membanggakan di pentas internasional. Mengharumkan nama bangsa. Di tengah berbagai gejolak dan situasi ekonomi dan politik yang belum mulus, mereka sanggup membawa angin sejuk. Mereka membuktikan di tengah situasi tidak menguntungkan sekalipun, bukan menjadi alasan untuk tidak berprestasi maksimal. Mereka memang pembela Indonesia yang sesungguhnya. Bravo.

Saturday, September 23, 2006

Catatan Harian

Day - 190

Sabtu, 23 September 2006 -- Sore ada suami istri yang minta waktu ketemu. Just curhat sambil ngopi. Seputar gereja. Gereja di mana pun punya satu kesamaan; banyak kepala, banyak keinginan, banyak pendapat. Setiap keputusan ga selalu bisa menyenangkan semua pihak. Ada saja yang ga sreg. Mungkin di situlah letak seninya memimpin gereja. Kalau di organisasi macam perusahaan atau pemerintah hitam putih-nya tuh jelas. Di gereja kadang banyak abu-abu-nya. Begitu betul, begini betul. Tergantung dari sudut mana memandang.

Malam ada ceramah mengenai Indonesia. Narasumber teman pendeta dari Bandung yang pas lagi ada di Singapore. Indonesia tuh memang negeri yang penuh ironi. Sebuah data: 100 juta orang yang miskin. Dengan 40 juta di antaranya miskin total. Tapi mall atau pusat perbelanjaan terus dibangun. Sebuah data: utang luar negeri Indonesia sudah mencapai 350 milyar dolar. Artinya setiap bayi lahir sudah berutang 1,5 juta dolar. Tapi mobil-mobil mewah makin banyak, orang-orang yang bepergian ke luar negeri makin ga terhitung.

Itu dari sisi ekonomi. Dari sisi sosial. Konon Indonesia tuh negeri religius. Rumah ibadat di mana-mana. Bisa jadi Indonesia adalah negara terpadat rumah ibadatnya di dunia. Tapi koq penindasan atas nama agama luar biasa marak. Bukan hanya terhadap Kristen, tapi juga terhadap keyakinan lain yang dianggap "beda". Kayak Ahmadiyah dan Islam liberal. Dari ceramah itu terungkap pula katanya, 80 persen konflik di muka dunia ini di justifikasi oleh agama. Artinya agama menjadi penyumbang terbesar terhadap kekerasan di dunia ini. Bisa jadi karena itu juga Jhon Lennon bikin lagu Imagine. Dunia damai tanpa agama.

Dari sisi politik juga gitu. Ga ada pemimpin yang "baik". Baik dalam arti bukan hanya kuat, tapi juga memang "sayang" pada rakyatnya. Bertanggung jawab dan benar-benar "takwa" kepada Tuhan. Dalam "bahasa" Kristen-nya: takut akan Tuhan. Yang memimpin dengan hati jernih pikiran bersih. Demi kebaikan dan kesejahteraaan rakyatnya. Sudah lama Indonesia ga punya pemimpin seperti itu. Jadi ya anarki. Poor my Indonesia.

Renungan Sabtu - 19


Keluarga Cemara


Saya senang sekali dengan sinetron Keluarga Cemara; ceritanya sederhana, dekat dengan kehidupan sehari-hari, para pemainya tampil “lugu” apa adanya.

Lagunya juga bagus. “Harta yang paling berharga adalah keluarga, istana yang paling indah adalah keluarga; puisi yang paling bermakna adalah keluarga, mutiara tiada tara adalah keluarga.....”

Keluarga itu sangat penting. Jelas. Cerah dan suram kehidupan, kebahagiaan dan penderitaan seseorang kerap berawal dari keluarga.

Sekalipun kita punya segala-galanya di dunia ini, tapi kalau keluarga kita berantakan; kita akan menderita, hidup kita jadi suram Sebaliknya, pun bila hidup kita pas-pasan, tapi keluarga kita harmonis, anak-anak kita bertumbuh dengan baik; kita akan bahagia, hidup akan terasa cerah.

Maka, sangat aneh, kalau ada orang yang bisa begitu habis-habisan berjuang; menyediakan waktu dan energi sebesar-besarnya demi ini dan itu, tapi sekadarnya untuk keluarga. Apa itu tidak sedang membangun penderitaan buat dirinya sendiri?!

Dari Buku Tragedi dan Komedi – Ayub Yahya, Grasindo

Catatan Harian

Day - 191

Jumat, 22 September 2006 --Seharian di rumah. Dewi ada acara KW dari siang sampai sore. Saya ga ada ada acara khusus. Jadi bisa gantian ia tunggu Kezia dan Karen pulang sekolah. KW lagi merintis satu program semacam cell-group untuk ibu-ibu yang rumahnya berdekatan. Empat atau lima orang. Sharing. Lalu saling mendoakan. Terima SMS, imel dan telepon ucapan selamat ulang tahun :).

Ada teman pendeta di sini yang kasih puisi ini: "Hari bertambah, usia dijumlah. Tersirat pasrah berbalut entah. Umur bukan milik kita. Tak boleh diyakini mencapai berapa. Anggap saja ini menjelang senja. Agar perilaku selalu sedia. Selamat berbilang usia. Mari bertukar doa, berjuang agar berkenan kepada Dia, Sang penitip usia." Sangat interesan. Thx, Pak.

Siang jemput Kezia dan Karen di bus stop. Duh kalau lihat tas sekolah Kezia. Berat loh. Buku yang mesti dibawa banyak. Belum botol minum dan kotak makanan. Waktu di Jakarta saya paling cerewet dengan tas bawaan Kezia dan Karen sekolah. Sebisa-bisanya dikurangi isinya. Eh di sini malah lebih berat lagi. Ga bisa pakai tas dorong pula. Mubazir. Kelasnya di lantai tiga. Jadi pakai tas gemblok. Saya ga ngerti. Apakah pendidikan harus seberat itu?!

Malam dampingi kelas Binaria dan percakapan Mejelis Jemaat dengan calon penerima baptisan. Teman-teman dari wilayah Kelapa Gading Utara telepon. Ngasih selamat ultah. Mereka lagi persekutuan wilayah. Thx, rekans. Kelas Binaria hari ini seputar pengelolaan keuangan dalam keluarga. Yang jadi narasumber salah seorang anggota jemaat. "To get money is difficult. To keep it more difficult. But, to spend it wisely is the most difficult of all." Agree!

Friday, September 22, 2006

Friday's Joke - 16


Janji


Seorang suami tengah menunggui istrinya yang sedang sakit keras, yang sepertinya tidak akan mampu mempertahankan hidupnya beberapa saat lagi. Mereka terlibat percakapan yang mengharukan, karena sesekali istrinya tampak tersenggal-senggal saat mengucapkan kalimatnya,
Istri : "Kamu harus berjanji, akan selalu menjaga anak kita jika aku telah tiada kelak?"
Suami : "Aku berjanji." (dengan muka tampak lelah)
Istri : "Kamu harus berjanji, bahwa semua akan selalu berjalan baik-baik saja meski aku telah tiada."
Suami : "Aku berjanji."
Istri : "Kamu harus berjanji tidak akan mencari penggantiku sebelum tanah kuburanku mengering."
Suami : (terdiam sejenak) "Aku berjanji."
Istri : "Dan kamu juga harus berjanji bahwa kamu akan menyirami kuburanku setiap hari...."

Ayah's quote :
Apa yang ada pada kita, kerap ingin kita pertahankan mati-matian. Sekuat tenaga. Ada rasa nggak rela untuk melepasnya. Sebabnya adalah kita menganggapnya sebagai milik kita. Padahal di dunia ini nggak ada yang bisa disebut sebagai milik kita yang sejati. Suatu saat, cepat atau lambat, semua itu harus kita lepaskan.

Catatan Harian

Day - 192

Kamis, 21 September 2006 -- Hari ini kalau ngikutin paspor, saya ultah. Di akte lahir emang 21 September. Tapi kalau ngikutin ijazah sekolah, kartu keluarga, dan KTP, ultah saya tuh besok. Selama ini orang-orang, termasuk keluarga, kalau nyelametin ultah 22 September. Jadi saya tahunya ultah 22 september. Tapi waktu dulu ngelamar Dewi, mama bilang yang benar emang 21 September. Sejak itu Dewi nyelamatin ultah saya 21 September. Dan kalau orang tanya ke ia jawabnya 21 September. Tapi saya pernah tanya Papa, mana yang betul. Papa bilang, 22 september. Bingung. Jadi sudahlah, mana-mana saja saya terima :).

Teman-teman di indonesia tahunya saya ultah 22 september. Di sini kan yang dipakai paspor jadi banyak yang taunya 21 September. Jadi tadi pada ngasih selamat ulang tahun. Bahkan sorenya tanpa diduga dirayain jemaat. Duh. Jadi teharu. Thx, rekans. Dalam suasana akrab begini, saya jadi teringat teman-teman di wilayah-wilayah GKI Kayu Putih. Wilayah Kebaikan, Pengampunan, Ketulusan, Berdoa, dsb. Seperti itulah akrabnya.

Dulu saya pernah bikin tulisan tentang ulang tahun. Berangkat dari rasa heran saya. Koq ya ulang tahun pakai dirayain dan diselamatin? Kan itu peristiwa biasa. Alami gitulah. Bukan prestasi. Tapi tradisi merayakan ultah tuh rupanya udah tua. Firaun di Mesir dikatakan pernah merayakan ultah. Di perjanjian baru, Herodes juga merayakan ultahnya.

Hari ini kegiatan rutin. Siang ada tamu teman pendeta dari Jakarta. Ia pengen tahu tentang GPBB. Sebenarnya saya pun belum begitu tahu sampai detil. Saya masih tanya-tanya juga. Maklum belum tiga bulan:). Kalau info-info umum, masih bisalah ngejelasin. Sore ngajar katekisasi. Lalu ikut mezbah doa. Sekalian kita juga berdoa buat Tibo dan kawan-kawan. Di tengah pro dan kontra tentang kasus ini, kiranya keadilan terjadi. Kita ga tahu kejadian yang sebenarnya. Sejauh-jauhnya pengetahuan kita hanya berupa dugaan. Tapi atas dasar apa pun, hukuman mati bukanlah jalan terbaik. Apalagi terhadap orang yang jelas-jelas sudah "bertobat". Bukan penyelesaian yang bijak. Saya pribadi menolak hukuman mati.

Thursday, September 21, 2006

Thursday Hot Issue - 04


"Slip of the Tongue"


The Fact :
12 September 2006 yang lalu. Paus Benedictus XIV berpidato di Universitas Regensburg, Jerman. Dalam pidatonya, Paus mengutip kalimat Manuel II, Raja Kristen Ortodoks pada abad ke-14 dari Bizantium (sekarang Istambul, Turki). Pidato yang kemudian memancing aliran protes dan kecaman dari kaum muslim di berbagai penjuru dunia. Paus secara resmi sudah meminta maaf. Kutipan itu bukan pandangan pribadinya. Hanya mengutip. Peristiwa lain terjadi dua pekan lalu, di Jakarta Indonesia. Duo penyanyi yang sedang naik daun, Ratu "kepeleset lidah". Manggung dalam sebuah acara yang sarat protokoler kenegaraan, mereka salah menyebut nama Presiden SBY yang hadir. Bahkan juga menyambut kedatangan Gus Dur dengan "selamat datang, saudara Gus Dur". Dan menyapa "Bapak Sutiyoso mungkin juga dengan istrinya". Ratu terpaksa turun panggung usai lagu ketiga dari enam lagu yang sudah dipersiapkan semula. Ratu juga sudah minta maaf. Mereka hanya khilaf. (Sumber : kompilasi berita di Kompas, Tempo, internet)
The Lessons :
Komunikasi adalah "ilmu" setua umur manusia. Tapi nggak ada orang yang 100% ahli dalam berkomunikasi. Begitu banyak "noisy" dalam komunikasi antar manusia. Pendidikan, pengalaman, persepsi orang sangat mempengaruhi diterimanya makna sebuah pesan. Dalam komunikasi sering terjadi "slip of the tongue". Tapi kadang yang terjadi adalah "slip of the ear", alias mispersepsi. Maka, bijak-bijaklah berbicara. Sebijak kita mendengar. Kebijakan itu akan terpancar dalam tindakan kita menanggapi hal itu.

Wednesday, September 20, 2006

Catatan Harian

Day - 193

Rabu, 20 September 2006 -- Singapore ini bener-bener deh. Panas terik. Eh, tiba-tiba hujan. Lumayan deras lagi. Sebentar. Terus panas lagi. Mungkin ini karakterisitik negara pulau. Bicara soal hujan, ga ada yang ngalahin Bogor. Di buku Guinness book of Record Bogor –dengan nama Buitenzorg- tercatat sebagai kota yang tersering turun hujan. Konon dalam setahun pernah turun hujan 364 kali hari hujan. Jadi hampir ga ada hari tanpa hujan. Ingat Bogor, inget Ngohiang Gang Aut, Asinan, Soto Mie, Toge goreng. Duh.

Kegiatan hari ini biasa saja. Siang bersama teman pemuda, ke kantor Fellowship of Evangelical Student (FES) di daerah Upper Bukit Timah. Perkantasnya sini. Ga jauh dari rumah. Nemuin seorang nara sumber yang akan pimpin sebuah pembinaan di GPBB. Kita Ngobrolin tentang arah dan tujuan pembinaan. Sore ada rapat bidang pembinaan. Dan malam ada percakapan majelis jemaat dengan calon mempelai.

Tadi sore sempet makan bareng dengan teman. Seperti biasa sambil ngobrol tentang banyak hal. Salah satu topik pembicaraan adalah tentang kearakabran pendeta dengan jemaatnya. Kedekatan itu perlu. tapi hati-hati jangan sampai menjadi "personal". Dalam arti "terlalu" dekat. Segala sesuatu yang terlalu, biasanya tidak baik. Sebab konon, kawan "terbaik" kadang bisa menjadi "musuh" terburuk. Pengalaman menunjukkan orang-orang yang sangat dekat, bila kemudian jadi "berseberangan", entah karena keinginannya ga terpenuhi atau apa, bisa jadi batu kerikil paling tajam. Maka lebih baik, kedekatan biasa-biasa sajalah.

Saya sedang mempersiapkan buku tentang sepakbola. Sudah ada 20 judul tulisan. Isinya singkat, reflektif dan informatif. Dari sepakbola ternyata kita bisa menarik pelajaran begitu banyak tentang bagaimana "hidup lebih baik". Sangat interesan sebetulnya. Saya sempet SMS-an dengan seorang teman di Jakarta. Bicarain kemungkinan tulisan saya tentang sepakbola dimuat secara rutin di sebuah tabloid di Jakarta. Terus imel-imelan dengan redaktur pelaksananya. Masih lagi “menyamakan visi”. Tapi kalopun nggak, saya berharap tulisan-tulisan itu tetap bisa dibukukan.

Wednesday's Games Idea - 16


Very Good!


Jumlah peserta : 15 - 30 orang
Waktu yang dibutuhkan : 5 - 15 menit
Aturan permainan :
Minta semua peserta duduk dalam satu baris melingkar. Jelaskan permainannya. Pemimpin mengawali dengan berkata, “Very good, very good ……..!” sebut nama salah seorang peserta yang hadir. Peserta yang disebut namanya harus menepuk pelan pundak peserta yang duduk di sebelah kirinya. Peserta yang ditepuk harus diam saja, tidak boleh bereaksi. Peserta yang duduk di sebelah kirinya lagi yang harus berteriak, “Aww….!” dan berkata, “Very good, very good…..!” sebutkan nama peserta lainnya lagi. Jadi, peserta pertama menepuk peserta kedua, peserta kedua diam, peserta ketiga berteriak "aww...", dan berkata "very good, very good", lalu menyebutkan nama peserta lain.
Tujuan permainan :
Setiap orang punya tugas masing-masing yang harus diemban dan dilaksanakan. Permainan ini mengajarkan kita untuk mengerjakan bagian kita sendiri tanpa mengambil porsi orang lain. Untuk itu dibutuhkan kerendahan hati dan juga konsentrasi. Tetap fokus pada apa yang kita kerjakan, tanpa merecoki kerjaan orang lain.

Catatan Harian

Day - 194

Selasa, 19 September 2006 -- Baca buku Finding God in Unexpected Places, Philip Yancey. Yancey mencermati kecenderungan gereja yang asyik dengan kenyamanan "di dalam". Di bagian pendahuluan ada cerita tentang seorang wanita bernama Joana. Ia melayani di sebuah penjara di Afrika Selatan. Satu kalimat menarik dari wanita itu. "God was already present in the prison. I just had to make Him visible." Panggilan setiap orang Kristen, membuat Tuhan "terlihat" di dunia ini.

Hari ini ga ada kegiatan khusus. Seperti biasa ke kantor. Dapat kiriman dua dus besar buku dari penerbit di Yogyakarta buat kolportase. Agak repot. Soalnya buku-buku tercampur antara yang dipesan dengan yang ditawarkan penerbit. Jadi tadi saya pilih dan pilah. Dalam rangka penutupan bulan keluarga hari Minggu besok, tim kolportase akan launching buku-buku agak "besar-besaran". Tentu menurut ukuran sini :). Ada sekitar 100 judul buku yang akan digelar.

Saya lihat di banyak gereja perpustakaan dan kolportase tuh ga begitu terperhatikan. Kesannya sekadar ada. Padahal sebagai bagian dari pelayanan literatur, perpustakaan dan kolportase punya fungsi sangat strategis. Bacaan-bacaan yang baik dan terseleksi dapat menjadi sarana pembinaan jemaat. Disamping merangsang budaya baca. Dan khusus kolportase, gereja juga bisa membantu "hidup" penerbit :). Saya bermimpi GPBB suatu kali punya perpustakaan dan kolportase yang oke. Sayang kita di sini kesulitan tempat.

Pulang agak sorean. Rumah kosong. Dewi dan anak-anak lagi nemeni teman dari Jakarta jalan-jalan ke Giant di daerah Jurong East. Heran deh, jauh-jauh ke Singapore jalannya ke Giant. Hehehe. Seharian ini cuaca panas. Singapore tuh ga tentu cuacanya. Kemarin seharian mendung dan hujan. Berenang.

Tuesday, September 19, 2006

Tuesday's Song - 20

Syukur PadaMU, ya Allah
NKB 133; Syair asli : August Ludvig Storm; Lagu oleh John Alfred Hultman


Syukur padaMu, ya Allah, atas s'gala rahmatMu
Syukur atas kecukupan dari kasihMu penuh
Syukur atas pekerjaan,walau tubuhpun lemban
Syukur atas kasih sayang dari sanak dan teman.

Syukur atas bunga mawar, harum indah tak terperi
Syukur atas awan hitam dan mentari berseri
Syukur atas suka duka yang Kau b'ri tiap saat
Dan FirmanMu lah pelita agar kami tak sesat.

Syukur atas keluarga penuh kasih yang mesra
Syukur atas perhimpunan yang memb'ri sejahtera
Syukur atas kekuatan kala duka dan kesah
Syukur atas pengharapan kini dan selamanya.
Renungan :
Untuk sesuatu yang "biasa" kita lihat, alami, dan rasakan, kerap kita menjadi kurang peka mensyukurinya. Baru sadar "nilainya" semua itu kalau sudah nggak ada. Sayang sekali. Seperti kehadiran sahabat dan keluarga. Mereka yang ada di samping kita. Stand by us at any circumstances. Begitu "biasa" kan mereka. Tapi coba bayangkan kalau mereka nggak ada lagi bersama-sama kita?! Maka, sesungguhnya, nggak ada alasan untuk kita nggak bersyukur dalam hidup ini.

Catatan Harian

Day - 195

Senin, 18 September 2006 -- Kemarin Kezia dan Karen terima "raport" dari Sekolah Minggu. Ada evaluasi persis seperti sekolah. Mulai dari aspek spiritual, emosi dan sosial, sampai proses belajar mengajar. Good. Hasilnya dikomunikasikan kepada orang tua. Kezia secara umum sudah oke-lah. Karen kurang mau terlibat dalam proses belajar mengajar. Guna membantu Karen ada GSM yang datang ke rumah untuk "pendekatan" dengan Karen. Good. Saya sangat appreciate dengan komitmen GSM. Bravo, rekans.

Setengah harian di rumah. Ngetik. Baca. Siang janjian ketemu teman dan keluarganya di Lucky Plaza. Mereka dari jakarta. Lagi dolan di Singapore. Kita mau ke Singapore National Library di daerah Bugis. Naik taxi. Kita berenam. Jadi dua taxi. Bertiga-bertiga. Antri. Yang pertama pas dapat taxi yang mercy. Sempet agak ragu-ragu juga. Sampai sopir taxi-nya manggil :). Yang kedua taxi biasa. Sampai di tujuan ternyata beda harganya cuma 30 cent. Hehehe. Habis deket juga sih.

Dari library terus ke toko buku Tecman. Jalan kaki. Di Tecman kalau pendeta dapat diskon. Saya beli beberapa buku Gary Chapman dan Philip Yancey. Satu lagi buku quiz Alkitab. Bagus untuk kegiatan Sekolah Minggu. Gary Chapman yang mempopulerkan "Five love languages". Philip Yancey penulis sangat produktif. Saya suka buku ia yang mengupas tentang penderitaan. Where Is God When It Hurts. Sangat interesan.

Dari Tecman kita berpisah. Mereka lanjut jalan-jalan. Saya pulang. Tadinya mau gabung dengan Dewi, Kezia dan Karen. Mereka diundang teman ulang tahunan anaknya. Tapi pas turun MRT ada teman lain yang telepon. Pengen ketemu. Ia tinggal agak jauh sih. Sudah dari minggu lalu ia kontak mau ketemu. Ga pas terus waktunya. Jadi tunggu ia dulu Di West Mall. Kita ngopi sambil ngobrol tentang banyak hal. Hidup ini sebetulnya sederhana. Kitalah yang membuatnya menjadi rumit. Cheer up, bro.

Monday, September 18, 2006

I Like Monday - 03

Inspiring Singapore :
"Children Dreams"


Tahun 2009 di Singapore akan dibuka Marina Bay Art Park. Luasnya 0,3 hektar. Letaknya nanti di dekat jembatan yang menghubungkan Marina Centre dengan area bay front. Untuk membangunnya, pengembang mengajak 27 anak-anak usia 11 tahun ke atas untuk berkontribusi melukiskan mimpi mereka. Nantinya akan dipilih beberapa untuk dituangkan dalam blue-print Park itu. Joyce Seah pelajar dari Maha Bodi School menggambarkan mimpinya untuk mendaki gunung tertinggi. Mimpi Joyce itu salah satu yang akan diwujudkan. Sebuah gunung akan dibangun tepat di tengah-tengah Park. Begitu juga sebuah puisi berjudul "Lion Heart" yang ditulis Amanda Chong, akan diletakkan di pintu masuk.* Anak-anak adalah pemilik masa depan. Mereka punya banyak mimpi yang polos dan lugu. Mimpi sederhana. Mimpi yang mungkin nggak terpikir oleh orang dewasa. Sering kita nggak tanggap dengan ide mereka. Bahkan memandang sebelah mata. Merasa lebih tahu dan lebih mampu. Tanpa kita sadari, kita telah memenjarakan imajinasi mereka. Mengendalikan mimpi dan keinginan mereka. Sebagai orang tua kerap kita hanya bisa menyediakan rumah bagi raga mereka, dan tidak bagi jiwa mereka.
*(Sumber berita : Channel News Asia)

Catatan Harian

Day - 196

Minggu, 17 September 2006 --Hari Minggu. Hari “full-nya” pendeta :). Pagi mendung. Gerimis. Saya berangkat ke gereja duluan. Dewi dan anak-anak belakangan. Sekolah Minggu jam 11. Jadi Dewi kebaktian yang jam 11. Seperti biasa di bis ketemu anggota jemaat yang juga mau ke gereja. Jadi sambil ngobrol.

Hari ini pimpin kebaktian di GPBB dan GPO. GPBB Jam 9 dan jam 11. Setelah kebaktian, sempat ikut latihan vocal group keluarga senior bentar. Untuk ngisi di kebakian penutupan bulan keluarga minggu depan. Terus bareng teman ke GPO. Teman pimpin persekutuan Maria Martha. Saya Pimpin kebaktian umum. Di GPO ga sangka ketemu teman dari GKI Kayu Putih. Sekeluarga. Kita janjian kontak-kontakan. Walau ketemu dengan orang Indonesia di Singapore bukan hal yang sulit, tapi tetap saja kalo ketemu rasanya senang gitu. Apalagi yang udah kenal. Obat kangen.

Minggu ini tema kebaktiannya tentang keluarga yang menjadi garam dunia. Tema "klise" tapi selalu aktual. Metafora garam sekilas terkesan “simple”. Tapi sebetulnya sangat “berat dan dalam” maknanya. Itu adalah metafora yang sangat brilyan. Mungkin karena dalam konteks zaman sekarang garam tuh benda “sepele”. Murah dan banyak. Bisa dibuang-buang. Walau orang tentu sadar juga pentingnya. Jadi maknanya ga gitu terasa “greget’-nya. Padahal dalam konteks zaman Tuhan Yesus garam punya nilai lebih dari sekadar “penyedap masakan” loh. Ada nilai spiritual.

Dari GPO rencananya mau terus makan mie di daerah Orchard sama teman. Pengen nyoba. Belum pernah. Teman mau nunjukin. Tapi pas mau pulang ada anggota jemaat yang kasih bingkisan gede dan banyak lagi. Ga jadi deh pergi sama teman. Hehehe. Habis jalan sambil bawa segitu banyak kan repot. Apalagi bawa jas segala. Jadi saya terus pulang. Naik taxi. Sampai di rumah, ternyata bingkisan itu makanan dan mainan buat Kezia dan Karen. Makanannya banyak pula. Jadi kita undang teman-teman pemuda yang tinggal dekat-dekat apartemen saya datang makan malam. Asyik :).

Sunday, September 17, 2006

Sunny Sunday - 01


Indonesia Plus :
"Bonek" dari Bogor


"Bonek" yang ini positif. Namanya Ade Mulyana Aripin. Bersama beberapa temannya. Ia benar-benar bermodal nekad dan tekad. Empat setengah tahun silam, ia dan beberapa alumni IPB serta Universitas Gunadarma Depok mengajukan izin mendirikan SMK Informatika Bina Generasi di sebuah gang di pinggiran kota Bogor. Mereka dicemooh dan ditertawakan. Mereka menutup telinga. Jalan terus. Sebuah rumah di gang daerah Ciomas disulap jadi sekolahan. Itu kisah sedihnya. Sekarang, dalam usia balita, sekolah itu mendadak terkenal. Merajai lomba desain internet dan web nasional. Total sudah 15 penghargaan yang diraih. Bukan sekolah mentereng secara fisik. Tapi mentereng secara prestasi. (Taken from Tempo Magazine)

Ayah's plus point : Dimana ada kemauan pasti ada jalan. Kritik dan cemoohan hanya bisa dibungkam dengan prestasi. Kerap orang menjadi ciut nyali ketika diremehkan. Menjadi mundur sebelum berperang. Ketika menghadapi tantangan, yang paling dibutuhkan adalah semangat pantang menyerah. Kita tidak akan pernah tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebuah penemuan besar, biasanya diawali dari sebuah ide kecil dan sederhana. Jadi, jangan pernah mencemooh "mimpi" orang lain. Jangan pernah meremehkan sebuah idealisme.

Saturday, September 16, 2006

Catatan Harian

Day - 197


Sabtu, 16 September 2006 -- Hari ini main bulu tangkis bareng teman-teman gereja. Tempatnya di Sport Club Bukit Gombak. Yang ikut ada ada sekitar 12 orang. Di sini booking lapangan bulutangkis saja mesti lewat internet. Biasanya kalo week-end gini atau di luar jam kerja penuh. Fully booked. Booking-nya harus jauh-jauh hari saking antrinya. Dan booking-nya juga ga bisa sekalian buat beberapa bulan. Tapi sekali pakai gitu. Ibarat belanja harus eceran, ga bisa grosiran. Hehehe. Tadi pun saya lihat lapangannya banyak. Ada kali 10. Dan dipakai semua. Pantes teman bilang di Singapore sih susah deh muncul bintang bulutangkis. Habis lapangan bulutangkis saja susah gitu. Di sini yang populer tuh olah raga berenang :). Kalau cari kolam renang gampang.

Dulu waktu di GKI Kayu Putih banyak yang suka main tenis. Saya "ikut-ikutan" suka main tenis :). Sebelumnya waktu di GKI Bekasi Timur banyaknya yang suka main bulutangkis. Jadi saya juga suka main bulutangkis. Di sini rupanya harus balik lagi nih ke bulutangkis. Hehehe. Saya memang suka olahraga permianan. Kayak tenis, tenis meja, dan bulutangkis. Walau ga “jago”-lah. Cuma bisa tepak tepok. Yang penting kan cari keringat dengan fun dan keakrabannya itu. Berdasarkan pengalaman, kegiatan-kegiatan informal kayak gitu mendekatkan "jarak" dengan anggota jemaat :).

Pulang ke rumah istirahat sebentar. Terus ke gereja. Hari ini ada lomba masak dalam rangka bulan keluarga. Lomba bikin nasi goreng, mie goreng, gado-gado, es buah, dan acar. Pesertanya keluarga. Keluarga inti juga keluarga rohani. Keluarga rohani saya kebagian ikut lomba masak nasi goreng. Ga menang tuh. Hehehe. Yang penting meriah :). Acara-acara kebersamaan begitu di gereja tuh perlu juga. Salah satu kunci penting bergereja adalah relasi yang akrab.

Pulangnya Saya, Kezia dan Karen duluan. Dewi masih melanjutkan ikut rapat di gereja. Saya mesti nyiapin khotbah buat besok. Besok khotbah 3 kali. Temanya tentang garam. Klise sih. Kan sering tuh tema tentang garam dunia dikhotbahkan. Orang umumnya juga udah tau. Pasti pembahasannya ya seputar kegunaan garam. Buat saya, justru karena klise malah jadi sulit nih. Gimana membuat sesuatu yang klise menjadi ga terdengar dan terasa klise. Duh.

Renungan Sabtu - 18


Binatang

Binatang sering diidentikkan dengan hal-hal yang buruk; kejam dan liar. Orang jahat, orang sadis, orang culas biasa dibilang, “Seperti binatang!”

Ini sebenarnya tidak adil. Salah satu bentuk pelecehan dan pelanggaran terhadap HAB, Hak Azasi Binatang. Sebab kalau mau jujur, bukankah manusia justru kerap lebih kejam dan brutal daripada binatang.

Sekejam-kejamnya binatang, tidak ada yang sampai tega menganiaya anaknya sendiri; mengeksploitasinya demi presitise atau perut orang tua. Hanya manusia yang bisa berbuat begitu.

Sejahat-jahatnya binatang, tidak ada yang sampai berkhianat; “kasak-kusuk lalu menusuk dari belakang”. Hanya manusia yang bisa berbuat begitu. Sejarah umat manusia banyak diwarnai kisah pengkhianatan ala Brutus (yang mengkhianati sahabatnya, Julius Caesar) dan tipu muslihat ala Ken Arok (yang mengawini Ken Dedes setelah sebelumnya membunuh Tunggul Ametung, suaminya, dengan keris Empu Gandring).

Seburuk-buruknya binatang, tidak ada yang sampai dimabukkan oleh jabatan dan kekayaan; lalu rela melakukan apa saja demi merebut dan mempertahankannya. Hanya manusia yang bisa begitu.

Dalam buku The Jungle Book, karangan Rudyard Kipling, dikisahkan ada seorang bayi manusia terdampar di hutan belantara. Dia diasuh dan dibesarkan oleh sekawanan kera. Dia tumbuh di lingkungan hutan, dan akrab dengan perilaku binatang. Ketika suatu kali dia kembali kepada peradaban manusia, dia menyesal.

“Lebih baik saya menjadi binatang,” katanya. “Binatang membunuh untuk makan atau supaya tidak dimakan; sedang manusia membunuh karena kemarahan, kebencian dan harta.”

Jadi, betulkah manusia lebih beradab dan berbudaya daripada binatang? Betulkah manusia adalah “mahkota ciptaan Allah”, dan karenanya lebih tinggi statusnya daripada binatang? Buktikanlah!

Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, Gloria

Catatan Harian

Day - 198

Jumat, 15 September 2006 -- Sudah mulai keteteran nih nulis Catatan Harian. Jenuh. Bosan. Padahal hari-hari sih berjalan seperti biasa. Selalu ada yang bisa dicatat. Tapi rasanya malas saja gitu. Ini bisa jadi semacam "ujian" terberat. Paling "enak" dan gampang ikutin kemalasan. Dan berhenti menulis. Selesai. Tapi risikonya, untuk kembali ke "track" biasanya sulit. Jadi ya saya coba lawan sebisanya.

Dari pagi mendung. Siangnya hujan deras. Ngajar katekisasi. Terus ikut ramah tamah dengan ibu-ibu Komisi Wanita. Di sini setiap selesai persekutuan KW biasa ramah-tamah. Ada ibu-ibu yang bergiliran masak. Biasanya masakan indonesia. Asyik. Hehehe. Kayak tadi makan karedok. Benar-benar jadi obat kangen kampung halaman.

Bantuin teman cetak materi untuk Binaria. Wah, di sini mesin cetaknya canggih. Mau perbanyak makalah. Tinggal taruh di atas. Mau berapa copy. Bentuknya seperti apa. Tinggal program. Keluar-keluar sudah jadi dalam bentuk buku. Benar-benar sangat memudahkan. Jadi kalau misalnya mau cetak warta jemaat. Kita ga usah copy satu-satu. Terus nyusunin halaman. Lalu stapler-in. Tapi tinggal taruh saja. Terus program deh. Keluar langsung sudah berbentuk seperti warta jemaat. Dan otomatis sudah di-stapler-in. Waktu saya cerita ke teman di Jakarta. Ia cuma bilang, "Welcome to the real world" :).

Makan malam dengan beberapa teman pemuda di food court depan gereja. Ga pulang dulu. Toh Dewi dan anak-anak juga ada acara ulang tahunan. Terus lanjut pimpin kelas Binaria. Tentang komunikasi. Salah satu topik yang saya suka. Dari Binaria terus pulang. Gabung dengan teman-teman pemuda yang sudah lebih dulu ada di rumah. Kita kumpul sambil nonton VCD "Jomblo" dan ngerujak. Kumpul-kumpul informal begini asyiknya bisa lebih kenal dekat gitu.

Friday, September 15, 2006

Friday's Joke - 15


Menyontek


Orang tua Andi dipanggil menghadap kepala sekolah, karena Andi tertangkap basah menyontek kertas ujian Ricky saat ujian.
Orang tua Andi : "Apa buktinya kalau anak saya nyontek?"
Kepala Sekolah : (sambil mengambil kertas ujian Andi dan Ricky) Waktu ujian sejarah, coba bapak lihat pertanyaan nomor 1, "Siapa pengarang buku Habis Gelap Terbitlah Terang?". Ricky menjawab RA. Kartini. Andi juga menjawab RA Kartini.
Orang tua Andi : Lah, jawaban sama kan ga apa-apa, Andi juga belajar sebelum ujian.
Kepala Sekolah : Oke bisa sama, tapi lihat jawaban nomor 2, "Dimana Kartini dilahirkan?". Ricky menjawab Jepara. Andi juga.
Orang tua Andi : Lha, jawaban yang betul emang begitu kan, Pak. Saya rasa Bapak tidak punya cukup bukti untuk bilang Andi nyontek. Bahkan bisa saja malah Ricky yang nyontek kerjaannya Andi.
Kepala Sekolah : Bisa saja begitu. Tapi lihat dong pertanyaan nomor 3, "Tahun berapa terjadi Perang Diponegoro?". Ricky menjawab, "Gue nggak tahu!" dan jawaban Andi adalah, "Apalagi Gue!".
Ayah's quote :
Terima kritikan or masukan dengan kepala dingin. Dengeri dulu. Biar semua jelas dulu. Baru bicara. Jangan belum-belum sudah membela diri. Defensive. Balas menuduh. Bukan hanya itu ga produktif, malah juga salah-salah "memukul" diri sendiri kan.

Catatan Harian

Day - 199

Kamis, 14 September 2006 -- Makan siang sama teman di food court depan gereja. Ngobrol punya ngobrol, baru tahu kalau di sini tuh, kios makan di setiap food court dinilai secara rutin. A bagus. B dan C kurang bagus. Kalau sampai dapat D berarti jelek. Bisa ditutup. Penilaian dari terutama higienisnya. Sampai ke dapur-dapurnya. Malah katanya, makanannya bisa secara mendadak diperiksa. Yang nilai tuh NEA (National Environment Agency). Lembaga pemerintah. Singapura negara kecil sih ya, jadi yang begitu pun bisa masih bisa diurusin. Baik juga sih jadi pemilik kedai makanan ga sembarangan.

Terus kalau di nama kios makan itu ada tanda misalnya “U”. Nah itu katanya sudah masuk TV Chanel U. Jadi kalau ke food court makanan di sini, orang bisa langsung tahu mana kedai makan yang direkomendasi atau tidak. Kayak di Indonesia ada kan acara-acara TV yang mengekspos makanan khas di daerah tertentu. Ngomong-ngomong soal makanan, saya pernah beli buku tempat-tempat makan di Bandung. Buku-buku panduan begitu rupanya dibutuhkan juga. Zaman makin kompleks ya. Makanan pun makin banyak pilihan. Jadi perlu panduan segala. Film juga gitu. Acara TV juga begitu. Makin banyak pilihan, makin dperlukan buku panduan.

Agak siangan pelawatan sama ibu-ibu KW. Ada dua orang yang dilawat. Yang satu orang tua dari anggota jemaat. Ia tengah berobat di sini. Dari kantor saya pulang agak siangan. Kezia dan Karen telepon ngajak berenang. Dari kemarin mereka pengen berenang. Pas hari ini ga ada acara khusus juga. Malam dengan teman berbagi tugas telepon-teleponin para pasangan suami istri untuk Familiy Fellowship. Para pasangana suami istri yang rumahnya berdekatan didorong bikin persekutuan keluarga. Jadi bisa saling mendoakan dan sharing. Semacam KTB gitu per wilayah. Tapi hanya suami istri.

Malam ada teman pemuda datang. Sekalian ambil kunci rumah buat besok. Ia bawa bahan-bahan buat ngerujak besok. Rencananya pemuda mau kumpul-kumpul di rumah. Saya sendiri besok akan datang terlambat. Besok ada acara di gereja. Dewi dan anak-anak juga kebetulan ada acara. Kezia dn Karen ada teman yang berulang tahun. Jadi pas kita ga ada di rumah. Tapi nggak apa-apa. Mereka bisa beres-beres sendiri.

Thursday, September 14, 2006

Thursday Hot Issue - 03


Bye Michael Schumacher


The Fact :
Sirkuit Monza, Italia 11 September 2006. Balap Formula 1 berlangsung dalam 53 lap. Michael Schumacher tampil sebagai pembalap pertama yang melewati chequered flag. Sebuah rekor baru tercipta. Itulah kemenangan Schummy yang ke 90. Schummy memang "living legend" --love him or hate him-- di ajang F-1. Dialah pembalap yang memegang rekor terbanyak di ajang lomba jet darat itu. Nggak tanggung-tanggung, ia memegang 22 rekor F-1. Antara lain, 7 kali juara dunia (5 diantaranya berturut-turut). 90 kali menang Grand Prix. 153 kali naik podium finish. 68 kali start dari pole position. 75 kali mencatat fastest lap. Pembalap terbanyak yang menang dari start terdepan, 40 kali. 22 kali melakukan "clean-sweeps": start dari pole position, menang balapan, sekaligus mencatat putaran tercepat. Dan lain-lain. Di Monza Italy, dihadapan para pendukungnya di kandang Ferarri, Schummy secara resmi menyatakan mundur dari F-1. Tiga balapan ke depan akan menjadi tiga balapan terakhir penggemar F-1 melihat aksi sang rainman di sirkuit. Bye, Schuey. (Sumber : kompilasi berita dari Kompas, Star Sport, internet)
The Lessons :
Keinginan manusia tidak terbatas. Sehingga kerap membuat orang lupa diri. Terus mengejar prestasi dan prestise. Dan lupa berhenti. Ketenaran dan kekayaan seolah jadi godaan yang terlalu sayang untuk ditinggalkan. Terlalu takut kehilangan itu. Katanya orang pintar akan tahu dimana batas kemampuannya. Tapi orang bijak mengetahui batas itu dan berhenti sebelumnya. Bukankah yang abadi tertinggal dalam hidup ini adalah nama kita? Maka, tinggalkan jejak dan record baik dalam hidup. Kita akan terus diingat dalam sejarah. Minimal oleh orang-orang terdekat kita.

Wednesday, September 13, 2006

Catatan Harian

Day - 200

Rabu, 13 September 2006 -- Pagi bersama teman, pendeta yang sedang studi singkat di Trinity Theology College, ngelawat teman pendeta yang tengah dirawat di Mount Elizabeth Hospital. Kabarnya teman pendeta itu tadinya ke Singpaore temeneni istrinya yang berobat karena ada sirosis. Sekalian ia juga chek up. Ternyata istrinya sudah membaik. Virus dalam tubuhnya berkurang, sementara antibodinya naik. Malah ia diindikasikan ada penyakit jantung yang kalau ga segera ditangani bisa fatal. Ia sendiri selama ini merasa sehat-sehat saja. Naik tangga pun ga sampai “ngos-ngosan” katanya. Ia sudah pernah chek up di Surabaya, tapi dokter di sana bilang ga pa-apa. Cuma kolestrol. Bingung juga. Koq bisa penyakit parah, ga bisa terdeteksi begitu ya.

Dari ME kita berpisah. Teman saya itu ada keperluan lain. Saya ke gereja. Naik MRT terus sambung bis. Ngantor. Ga ada acara khusus. Kalau ga ada acara khusus begini, di kantor paling baca imel. DI GPBB banyak sekali milis. Mulai dari milis Sekolah Minggu, Komisi Keluarga Muda (ada dua pengurusnya dan jemaatnya), Komisi Pemuda, Majelis Jemaat GPO-GPBB, Badan Pengurus GPBB (ada dua BPH-nya dan semua anggota MJ-nya), dan lain-lain. Kalau dihitung-hitung lebih dari 10. Belum japri dengan CC ke beberapa orang. Sehari tuh imel rata-rata 50-an.

Di sini komunikasi imel sangat aktif. Sehari ga buka imel, bisa numpuk tuh. Saya diajar untuk tiap imel yang perlu dibalas, balas hari itu juga. Sehari kelewat sudah ganti dengan topik lain. Atau ya numpuk. Komunikasi via imel ini jelas ada untungnya: lebih cepat, lebih praktis. Tapi juga ada ruginya: pesan bisa bias. Komunikasi ga hanya yang “tersurat”. Tapi juga yang “tersirat”. Banyak hal yang ga bisa dikomunikasikan secara jarak jauh begitu.

Siang Dewi telepon Kezia harus ke dokter mata di sekolah. Karen ga ada yang tungguin pulang sekolah. Jadi saya pulang lebih siangan. Malam ke GPO. Board of Management Meeting. Ini rapat dua bulanan. Presbitry bahasa Inggris. Mungkin semacam rapat Badan Pekerja Majelis Klasis-nya kalau di GKI. Sampai rumah jam 10-an.

Wednesday's Games Idea - 15


Kerjasama


Jumlah peserta : tidak terbatas, dibagi berpasangan
Waktu yang dibutuhkan : 5-15 menit
Aturan permainan :
Ajaklah seluruh peserta untuk mencari pasangan kemudian berdirilah saling berhadapan. Selanjutnya setiap pasangan harus berjabat tangan. Tangan kanan dengan tangan kanan. Kemudian selama satu menit, mintalah mereka untuk memikirkan sebanyak mungkin keinginan yang ingin mereka wujudkan dalam hidup. Setelah itu sampaikan bahwa setiap keinginan itu akan menjadi kenyataan jika mereka dapat menyentuh pinggul kanannya sendiri dengan tangan kanan mereka masing-masing. Tetapi aturannya mereka harus tetap berjabat tangan. Diskusikan hasilnya.
Tujuan permainan :
Tidak ada tujuan atau keinginan yang bisa tercapai kalau tidak ada kerjasama. Semakin kita membuka diri untuk bekerja sama dengan orang lain, maka semakin banyak pula yang bisa kita capai. Sinergi adalah kunci untuk mendapatkan hasil maksimal dalam waktu minimal. Selamat bekerjasama.

Catatan Harian

Day - 201

Selasa, 12 September 2006 -- Pagi seperti biasa ke kantor. Ga ada acara khusus sih. Dapat telepon dari salah seorang penatua sebuah gereja di Jakarta. Ia mau menjajaki kemungkinan mengajukan proposal bantuan untuk pengembangan sarana gerejanya ke GPBB. Mungkin di benak sebagian orang, karena gereja di Singapore GPBB tuh “kaya” :). Padahal saat ini, GPBB juga sedang cari dana buat pembangunan gedung. GPBB ga punya gedung sendiri. Dan nanti pun kalau ruang baru sudah jadi, dipakainya bersama-sama dengan konggregasi lain.

Saya jadi ingat sebuah gereja di pinggiran Yogyakarta. Di sebuah desa. Kecil. Jemaatnya banyak petani sederhana. Suatu kali mereka ada proyek bangun kantor gereja. Majelis Jemaatnya memutuskan swadaya dari jemaat. Ketika bencana gempa terjadi waktu lalu, gereja yang sederhana itu malah turut membagi sumbangan. Dulu waktu di GKI Kayu Putih, banyak surat yang minta sumbangan. Bahkan pernah ada sebuah jemaat sedang membangun gereja dengan budget sekian milyar minta sumbangan juga.

Menurut saya, baiknya sebuah gereja tuh membangun or membuat suatu proyek semampunya. Dengan terutama "memobilisir" peran serta jemaatnya. Akan baik sebagai pembelajaran bagi jemaat. Sesuatu yang didukung dan diupayakan bersama, hasil kerja keras bersama, akan lebih dihargai kan. Jemaat akan lebih merasa memiliki. Toh gereja ada untuk memberi, bukan untuk meminta. Bukan berarti kemudian sesama gereja ga saling menolong. Bukan. Tapi link bantuan antar gereja bisa lebih diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang lebih "terasa" oleh jemaat dan masyarakat sekitarnya. Misalnya kegiatan anak asuh, jemaat binaan, dana pendidikan, atau proyek-proyek kemanusiaan lainnya. Saling memberi "kail", bukan "ikan". Dalam hal ini peran Sinode atau Klasis menjadi sangat penting untuk mengarahkan.

Siang janji mancing sama teman dari pengurus Keluarga Muda. Di Pasir Ris Park. Ini pertama kali mancing di Singapore. Kolam air laut. Jadi ikan laut gitu. Saya dapat ikan gede sekitar 3 kilo-an. Ini tangkapan terbesar selama "karier" pemancingan. Hehehe. Sayang saya ga ahli. Banyak lepas. Teman jago. Ia dapat banyak tuh. Paling kecil mungkin setengah kiloan. Ikan Toman, Seabass, dan Kakap. Yang menarik, teman bawa peralatan memancing "kecil dan unik". Misalnya, penjepit untuk nyuci ikan sekaligus timbang. Terus penjepit buat ngeluarin kail dari mulut ikan. Pendeknya kita bisa mancing, tanpa usah memegang ikan sedikit pun :). Juga tempat untuk menyimpan udang or ikan kecil hidup buat umpan. Lengkap dengan selang oksigen. Manusia tuh emang kreatif. Saya ga habis pikir, bagaimana orang bisa kepikir bikin yang begitu-begitu. Pulang mampir di West Mall. Ketemu Dewi dan anak-anak. Makan. Terus langsung ke gereja. Ada rapat.

Tuesday, September 12, 2006

Tuesday's Song - 19

Thy Word
Penyanyi : Amy Grant

Thy word is a lamp unto my feet, and a light unto my path.
Thy word is a lamp unto my feet, and a light unto my path.

When I feel afraid, and think I've lost my way.
Still, You're there right beside me.
Nothing will I fear, as long as You are near;
Please be near me to the end.

Thy word is a lamp unto my feet, and a light unto my path.
Thy word is a lamp unto my feet, and a light unto my path.

I will not forget, Your love for me and yet,
My heart forever is wandering.
Jesus be my guide, and hold me to Your side,
And I will love you to the end.
Nothing will I fear, as long as You are near;
Please be near me to the end.

Thy word is a lamp unto my feet, and a light unto my path.
Thy word is a lamp unto my feet, and a light unto my path.
And a light unto my path. You're the light unto my path.

Renungan :
Pernahkah Anda berada dalam kegelapan tanpa setitik pun cahaya? Betapa tidak menyenangkan. Takut bercampur gamang. Tanpa daya dalam ketidakpastian. Di tengah situasi demikian, secercah sinar adalah kelegaan. Seperti itulah Firman Tuhan dalam hidup kita. Dalam gelap, di tengah ketakutan dan kegamangan kehidupan, Firman Tuhan laksana pelita. Penuntun dan pembimbing. Bersama-Nya kita tidak akan tersesat.

Catatan Harian

Day - 202

Senin, 11 September 2006 -- Dari pagi sampai siang di rumah. Beberes. Ngetik. Baca. Kezia dan Karen sudah masuk sekolah lagi. Baca di koran Michael Schumacher akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya dari ajang lomba F1 akhir musim ini. Ia adalah pembalap tersukses di F1. Tahun 1999 ia pernah mengalami kecelakaan parah. Kakinya patah. Siapa duga kemudian ia kembali merajai balapan F1. Banyak rekor yang pernah ia pecahkan. Ada 22 rekor di F1 yang dipegangnya. Termasuk juara dunia F1 7 kali. 5 diantaranya berturut-turut.

Beberapa hari lalu saya juga membaca Andre Aggasi yang memutuskan pensiun dari tenis. Ia petenis paling senior sekarang ini. Angkatannya Pete Sampras, Michael Chang dan Jim Courier sudah lebih dulu mundur. Beberapa kali ia merebut gelar grand slam. Bukan yang tersukses tapi ia termasuk petenis sukses. Aggasi mengumumkan pensiunnya dengan emosional. Manusia pada dasarnya selalu menuju pada satu titik. Akan ada masanya turun gelanggang. Ga bisa ga. Maka bijaksanalah orang yang tahu kapan harus "turun". Dan tanpa harus merasa "kalah" ketika yang muda-muda bermunculan siap menggantikannya.

Saya jadi teringat mantan Presiden Soeharto. Pak Harto adalah salah satu contoh orang yang ga sadar kapan harus turun. Sehingga akhirnya "keadaan-lah" yang menurunkannya. Dulu Pak Harto cenderung menabukan bicara soal penggantinya. Ia lupa bahwa pada akhirnya ia pun akan turun gelanggang. Akibatnya ketika ia pergi, bukan saja ga ada figur kuat seperti dirinya di Indonesia. Tapi juga dirinya malah jadi kehilangan "reputasinya". Semoga kelak pun saya punya kebijakan dan kebajikan untuk "mundur" pada saat yang tepat.

Siang diundang salah seorang anggota jemaat. Ia katanya masak mie. Kita dijemput. Asyik deh tuh makan mie. Seleranya sesuai dengan lidah. Jadilah itu mi terenak yang pernah saya coba selama di sini. Duh. Saya koq jadi kangen mie Ujung Pandang Baji Pamai, mie karet krekot, mie bangka Ahaw, mie goreng Akang, mie Palembang Aloi, mie Aheng Kemurnian, mie aduhai di parkiran Kelapa Gading, mie Japos. Duh, duh, duh. Pulang agak sore. Malam ada tamu yang berkunjung. Di sini biasa kalau sore ga ada acara di gereja, saling kunjungi gini. Jadi ga terlalu merasa sendiri gitulah.

Monday, September 11, 2006

I Like Monday - 02


Inspiring Singapore :
"Unlimited Inspirations"


Di Singapore sedang berlangsung Singapore Biennalle Exhibition 2006. Pameran karya seni kontemporer. Dalam rangkaian acara itu, tiga belas anak disable dari berbagai negara di Asia Tenggara diundang hadir oleh penyelenggara. Anak autis, tuna rungu, lumpuh dan cacat tubuh lainnya. Anak-anak dengan keterbatasan tubuh. Tidak itu saja, beberapa dari mereka bahkan tinggal di panti asuhan dan baru pertama kali datang ke Singapore. Tetapi mereka adalah para seniman dari negaranya masing-masing. Kehadiran mereka di ajang pameran tersebut adalah untuk membuka wawasan dan mencari inspirasi untuk karya mereka sendiri nantinya.* Keterbatasan fisik bukan halangan untuk kita berkarya dan berbagi berkat. Jauhi rasa minder dan keinginan untuk tergantung pada belas kasihan orang lain. Tuhan Mahaadil. Dia tidak menjadikan sesuatu tanpa tujuan. Tidak jarang dalam kelemahan kita, justru di situ keagungan-Nya tampak.
* (Sumber berita : Channel News Asia)

Catatan Harian

Day - 203

Minggu, 10 September 2006 -- Pimpin kebaktian remaja. Tema: Bawang Merah Bawang Putih. Seputar iri hati. Tema diangkat dari dongeng yang sudah dikenal luas di Indonesia. Bagi remaja tema-tema yang "unik", bisa menjadi salah satu daya tarik. Sangat bagus kalau gereja memberi sarana bagi remaja untuk mengembangkan daya imajinasi mereka. Mengakomodir kebutuhan dan keinginan mereka kemudian mengarahkannya. Kreatifitas mereka harus dipandang sebagai nilai tambah.

Siang setelah latihan vokal grup, para GSM main ke rumah. Istilah mereka, silahturahmi. Kita ngobrol santai sambil makan. Mereka yang siapin semuanya. Termasuk beberes :). Sharing dengan Guru Sekolah Minggu buat saya serasa dejavu :). Saya punya "concern" khusus dengan pelayanan anak. Skripsi saya dulu tentang pelayanan pastoral kepada anak-anak. Awal-awal di GKI Kayu Putih, saya juga mendampingi Komisi Anak. Saya bermimpi suatu saat bisa mengajar rutin di Sekolah Minggu.

Pelayanan sekolah minggu tuh bagai "tabungan hari esok". Wajah gereja di masa depan sedikit banyaknya akan tercermin dari pelayanan sekolah minggunya. Saya selalu salut dengan para GSM. Ga gampang loh melayani anak-anak. Apalagi mereka yang benar-benar mencurahkan waktu dan tenaganya untuk mikirin. Padahal itu kan kerja "sukarela". Konon kualitas hidup dan kedewasaan kita ditentukan oleh seberapa jauh kita mampu melakukan sesuatu yang sifatnya sukarela dengan setulus hati dan sepenuh komitmen.

Malam diundang ramah tamah di rumah salah satu anggota jemaat. Yang hadir anggota jemaat senior. Mereka secara gurau menyebut ABG. Aku Baru Gocap :). Ngobrol dengan mereka ga saja dapat pengetahuan baru tapi juga "wisdom share". Kelebihan orang tua memang di situ kan, mereka pernah muda :). Ada yang suka diving. Ia cerita tentang kekayaan alam bawah laut Indonesia. Katanya, titik-titik penyelaman terbaik di dunia ada di Indonesia. Kayak Laut Banda, Wakatobi Sulawesi Tenggara, Selayar Sulawesi Selatan, Penida Bali, dan Kepulauan Raja Ampat Papua. Konon di situ banyak ditemukan spesies dan biota laut yang ga ada di tempat lain di dunia. Indonesia nan kaya. Duh.

Saturday, September 09, 2006

Catatan Harian

Day - 204

Sabtu, 9 September 2006 -- Agak siangan saya ke kantor. Dewi, Kezia dan Karen ke West Mall. Mereka janjian mau ketemu sama salah seorang GSM yang biasa ngajarin Kezia bahasa Inggris di rumah. Mau breakfast di McD. Dari situ mau terus anter Karen les. Saya senang karena anak-anak mulai terbiasa dengan suasana di sini. Kami benar-benar merasa sangat terbantu dengan dukungan teman-teman di sini. Masa penyesuaian bisa kami jalani dengan lebih ringan. Thanks, temans.

Hari ini saya ga ada acara khusus. Tapi kalau hari Sabtu biasanya suka ada remaja atau pemuda yang datang ke gereja. Sekadar kumpul ngerjain sesuatu. Saya suka nimbrung dengan mereka. Just ngobrol. Kadang dari pembicaraan informal semacam itu, suka dapat ide atau masukan berharga loh. Selain juga jadi lebih akrab gitu. Siang ada latihan para petugas kebaktian besok. Menurut saya, latihan bersama pendukung kebaktian tuh baik. Pianis, organis, liturgos dan song leader tuh bagian yang penting dalam kebaktian. Kebaktian akan berjalan khusuk dan khidmat, kalo semua pendukung mempersiapkan diri dengan baik. Jadi ga asal gitu.

Sorenya di rumah saya ada acara temu kangen F2 Bukit Panjang dan para keluarga asuhnya. F2 tuh Family Fellowship. Wadah persekutuan untuk para suami istri yang rumahnya berdekatan. Semacam KTB. Mereka rutin bertemu untuk sharing dan doa bersama. Biasanya diadakan secara bergilir di rumah masing-masing. Dan karena para pasangan suami istri ini rata-rata juga punya “anak-anak asuh”, jadi sekalian kumpul keluarga rohani

Kalau agak banyak jumlah yang hadir biasanya ga di rumah. Tapi di multi-function room. Di Apartment tempat tinggal saya ada juga. Bisa di-booking. Acaranya sangat informal. Setelah KTB disambung dengan ramah tamah dan permainan keakraban. Sampai jam 10-an. Setelah seminggu ada dalam rutinitas masing-masing, maka acara kumpul saat week-end bisa menjadi semacam acara "hiburan" tersendiri. Ajang kebersamaan dan kekeluargaan

Renungan Sabtu - 17


Suporter


Bayern Muenchen juara Piala Champion Eropa, setelah 25 tahun tidak pernah lagi merebut gelar terhormat itu. Di final mereka melibas Valencia lewat adu pinalti. Ribuan suporter klub Jerman itu tumpah ruah ke jalan; menari, bernyanyi, bersorak. Semua larut dalam satu kata: sukacita!

Euforia itu barangkali wajar. Dua tahun lalu, dalam final kenangan sepanjang zaman, Bayern betul-betul dibuat terluka. Mereka harus melepaskan kemenangan yang sudah di depan mata. Dua gol dalam satu menit terakhir membalikkan keadaan. Mimpi indah pun buyar sudah. Manchester United juara.

Setahun kemudian luka itu semakin bernanah; di semi final Bayern diganjal Real Madrid. Padahal dalam babak penyisihan, dua kali mereka menghajar klub Spanyol yang kemudian menjadi juara itu. Mimpi buruk? Lebih dari itu: tragedi!

Maka ketika Oliver Khan berhasil memblok tendangan Mauricio Pellegrino, dan memastikan kemenangan Bayern; semua emosi bagai meledak. Mulai dari “Sang Kaisar” Franz Beckenbauer, Pelatih Ottmar Hitzfield, seluruh official dan pemain lebur dalam lautan kegembiraan. “Luka itu tak lagi menyakitkan,” begitu Khan berkomentar. Mereka memang berkepentingan untuk itu.

Akan tetapi para suporter; apa yang mereka dapatkan dari euforia itu? Kadang saya tidak habis pikir dengan “fenomena suporter fanatik”; mereka bisa habis-habisan mendukung kesebelasan kesayangannya, berlelah dan berkorban, tidak jarang sampai berantem pula. Tetapi setelah itu apa? Entah kesebelasannya itu menang atau kalah, bagi soporter toh sama saja. Paling sedih kalah kalah, dan puas kalau memang. Lalu setelah itu selesai. Tidak lebih, tidak kurang.

Bukan berarti tidak usahlah menjadi suporter. Tidak begitu. Menjadi suporter baik-baik saja, dan perlu. Dengan menjadi suporter berarti kita menyediakan diri untuk bertaut secara emosi dengan kesebelasan yang kita dukung; segala sesuatu akan terasa lebih punya makna bila melibatkan emosi. Dalam sepakbola, suporter ibarat bumbu penyedap. Tanpa suporter, sebuah pertandingan sepakbola akan terasa hambar. Tetapi jangan berlebihan. Emosi juga harus diimbangi dengan rasio. Supaya kegembiraan tidak kebablasan berujung bencana. Berkorban, termasuk untuk kesebelasan favorit, tentunya tidak salah, yang salah kalau perngorbanan itu tidak membuahkan apa-apa.

Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai - Ayub Yahya, Gloria

Catatan Harian

Day - 205

Jumat, 8 September 2006 -- Bangun agak kesiangan. Malam tidur sampai jam 4-an. Ngetik. Karen minta ditemenin berenang. Saya ga bisa. Harus ngantor. Ia ngambek. Saya pergi ia ga mau dadah-in. Saya kira anak-anak perlu juga diajar, bahwa ga semua keinginannya bisa terpenuhi. Saya ga setuju kalau orang tua sampai perlu “ngada-ngadain yang ga ada” demi memenuhi keinginan anak. Apalagi kalau demi meredakan tangisan mereka. Anak-anak ada kalanya perlu belajar kecewa. Dengan demikian ia belajar hidup.

Ada teman dari Indonesia yang pengen konseling. Tadinya mau telepon, tapi agak susah telepon panjang lebar di kantor. Apalagi untuk keperluan konseling yang bersifat personal. Ruang kantor saya tuh kan setengah terbuka. Terhubung dengan ruangan teman-teman lain. Jadi ga mungkin telepon tanpa kedengaran gitu. Jadi kita chatting. Sejam setengah lebih kita chatting. Di zaman serba canggih sekarang, teknologi bisa mendekatkan jarak. Sekaligus memberi solusi. Walau ga jarang, teknologi jadi sumber masalah juga :).

Salah satu kendala di sini tuh keterbatasan ruangan. Ga punya ruang khusus untuk kosneling. Di sini ada tiga kongregasi; Mandarin, Inggris dan Indonesia. Ruangan dipakai bersama. Kalau hari minggu pasti penuh deh. Kalau malam juga agak strict. Ga bisa lewat jam 11 malam. Bagusnya semua kegiatan gereja jadi lebih terstruktur dan terjadwal. Kadang dalam keterbatasan itu kita jadi bisa belajar ngehargai apa yang ada. Dan terlatih menggunakannya dengan efektif dan efisien. Dipikir dan dirasa, betapa beruntungnya gereja di Jakarta yang punya fasilitas gedung sendiri. Bahkan pendetanya pun punya ruangan konseling sendiri.

Siang ngajar katekisasi. Terus malam dampingi kelas Binaria. Kali ini temanya "Mars and Venus". Pembicaranya salah seroang psikolog anggota jemaat. Saya dan teman mengantar dan mendampingi diskusi. Semacam moderatorlah. Menarik juga, terutama ketika membahas sebuah quiz tentang "bahasa cinta". Setiap orang diminta mengisi "bahasa cinta"nya: Loving word, thoughtful presents, physical affection, quality time, dan kind action. Terus masing-masing diminta ngasih nilai, mulai dari yang paling penting sampai yang paling ga penting menurut mereka. Ada satu pasangan, yang ceweknya menganggap bahasa cinta paling penting tuh physical affection. Cowoknya justru menganggap physical affection tuh paling ga penting buat dirinya. "Latihan" yang bagus :).

Friday, September 08, 2006

Friday's Joke - 14


Pekerja Yang Malas

Seorang pemilik pabrik roti mendapat laporan, bahwa banyak karyawannya yang nggak bekerja dengan baik. Sering malas-malasan. Ia memutuskan untuk mengadakan sidak, inspeksi mendadak ke pabriknya. Ketika sampai di depan pabriknya, bersama mandornya ia melewati sebuah taman dengan pepohonan yang rindang. Dan ia melihat ada seorang pemuda sedang duduk berselonjor santai di bawah pohon itu. Ia sangat marah.
"Kau dibayar berapa dalam seminggu?" bentak si pemilik pabrik dalam kemarahannya.
"Dua ratus ribu rupiah," jawab sang pemuda
Pemilik pabrik itu mengambil dompetnya, mengeluarkan uang 200 ribu dan memberikannya kepada si pemuda.
"Ini gajimu untuk seminggu. Sekarang, pergi dan jangan pernah kembali ke sini lagi!!!" kata si pemilik pabrik dengan wajah marah. Ia kemudian berkata kepada mandornya,
"Sudah berapa lama kau mempekerjakan pemalas seperti itu di pabrik ini???"
Mandor itu berkata, "Oh si pemuda tadi bukan karyawan di sini, pak. Dia cuma mau beli roti".
Pemilik pabrik, "Hah???!$#@@#?!"

Ayah's quote :
Sebelum bertindak atau ambil keputusan, mbok ya jelas dulu duduk perkaranya. Jangan main hantam. Konon ada tiga jenis orang. Orang bijak berpikir dulu baru bertindak. Orang bodoh bertindak dulu baru berpikir. Orang bebal bertindak dan tidak penah berpikir.

Catatan Harian

Day - 206

Kamis, 7 September 2006 -- Kezia dan Karen masih libur sekolah. Bertiga Dewi mereka main ke Science Centre. Mereka demen banget tuh ke sana. Pulangnya mereka cerita dengan sangat exciting. Menurut saya, bagus sekali kalau anak-anak sejak kecil diperkenalkan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tapi dengan cara yang pas dan menarik gitu. Biasanya kan itu jadi "momok" yang menakutkan di sekolahan. Pendekatan bermain sambil belajar bisa bikin itu ga jadi sesuatu yang “menakutkan”. Malah sebaliknya, jadi hiburan. Bagus buat perkembangan wawasan dan fantasi anak-anak.

Jadi ingat Indonesia. Saya ngebayangin seandainya saja anak-anak Indonesia pun punya fasilitas dan akses yang luas terhadap ilmu pengetahuan, betapa akan luar biasanya. Dengan segala "keterbatasan" saat ini saja, Indonesia bisa menghasilkan anak-anak pintar. Juara Dunia Olimpiade Fisika tahun ini kan dari Indonesia. Jonathan Pradana Mailoa. Belum anak-anak berprestasi lainnya yang ga terekspose. Sayang perhatian terhadap pendidikan anak-anak di Indonesia belum mendapat prioritas utama.

Bukan hanya di bidang science. Di bidang olahraga juga Indonesia punya talenta-talenta hebat. Di tenis ada Angelique Wijaya, juara Wimbledon junior. Sekarang Anggie ga kedengaran lagi kiprahnya. Di sepakbola dari Indonesia punya pemain-pemain hebat macam: Adjat Sudrajat, Ricky Yacob, Adolf Kabo, Frans Sinatra, Kurniawan, Bima Sakti, Bambang Pamungkas, dsb. Di tingkat internasional mereka "layu sebelum berkembang". Talenta hebat tanpa lingkungan yang kondusif, percuma juga kan. Jangan-jangan seorang berbakat seperti Ronaldinho atau Sharapova kalau lahir di Indonesia mungkin juga ga akan "mendunia" seperti sekarang:(.

Hari ini, seperti biasa pagi ngantor. Siang ngajar katekisasi. Malam rapat di gereja. Sorenya janjian sama Dewi, Kezia dan Karen di stasiun Bukit Batok MRT. Kita mau jemput teman dari Jakarta. Hari ini ada tiga orang teman dari Jakarta yang nelpon. Di sini saya punya "tugas" tambahan. Nemenin teman atau tamu dari Indonesia. Buat kami itu bagai pengobat rindu dengan Indonesia. Cuma kadang waktunya suka ga pas. Misalnya kalau saya pas lagi ada tugas lain. Sementara mereka di Singapore cuma singkat. Ngepasin waktunya itu loh. Jadi kadang ga semua bisa saya temenin. Sorry ya, temans.