Thursday, August 31, 2006

Thursday's Hot Issues - 01


Lumpur Panas Lapindo, Porong Sidoarjo,
Jawa Timur, Indonesia


The Fact :
Lokasi ekplorasi gas PT Lapindo Brantas di Kecamatan Porong Sidoarjo. Semburan awal terjadi pada 29 Mei 2006. Hingga pertengahan Agustus sudah 8.134 warga yang mengungsi. Semburannya sudah mencapai 50 ribu meter kubik per hari. Beberapa tanggul dibangun dan jebol. Pemerintah, pihak Lapindo dan para pakar membuat tiga skenarion penanggulangan dengan cara pengeboran. Dua dari tiga skenario sudah gagal total. Skenario ketiga tertunda pelaksanaannya. Konon, kalau keadaan seperti ini berlangsung terus, maka pada akhir Oktober jumlahnya akan mencapai 7,1 juta meter kubik. Dan pada akhir tahun akan mencpaai 10 juta meter kubik. Itu dua kali lebih banyak darivolume kubah lava di puncak Merapi saat letusan. (Sumber : Majalah Tempo)

The lessons :
Alam punya cara sendiri untuk "protes". Manusia diberi tanggung jawab untuk mengelola alam. Mengelola berarti memanfaatkan juga memelihara. Mengambil tetapi juga memberi. Bumi dan segala isinya bukan milik kita. Itu warisan yang harus kita berikan kepada generasi selanjutnya. Anak dan cucu kita. Tuhan, ampuni kami jika lalai menjalankan amanatMu. Membabi buta dalam ketamakan kami. Untuk menguasai. Untuk mengambil. Ampuni kami yang lupa diri.

Wednesday, August 30, 2006

Catatan Harian

Day - 214

Rabu, 30 Agustus 2006 -- Pagi berdua Karen lari pagi seputar rumah. Terus berenang. Sejak di sini mungkin baru tiga kali saya jogging. Bukannya ga ada waktu sih. Tapi lebih karena malas. Hehehe. Di sini orang bisa jam berapa saja jogging. Pagi jelas banyak. Tengah hari suka ada tuh yang jogging. Bahkan malam hari jam 10-an gitu. Kalau saya pulang dari gereja, kerap juga lihat orang lagi jogging. Mungkin orang sini saking susahnya cari waktu. Jadi sekosongnya waktu. Ga siang ga malam.

Siang hujan. Berhenti sebentar. Sore pas baru pulang dari kantor hujan lagi. Deras banget. Sampai malam. Tapi hujan begini asyik. Jadi adem gitu. Tidur juga ga usah pakai AC. Lebih segar. Dan tentu saja ngirit listrik kan :). Dewi bilang, kalau hujan begini jadi kayak di Puncak. Duh. Jadi kangen Bandung, Bogor, Yogyakarta. Malam di rumah ada GSM yang datang. Ngajarin Kezia dan Karen bahasa Mandarin. Sampai jam 10-an loh ia. Mana naik bis lagi. Thx, teman.
Saya ga ada acara khusus hari ini. Di rumah baca buku “God on Monday, Reflections on Christian @ Work". Penulisnya Benny Tabalujan. Sudah sejak bulan lalu saya dikasih buku itu oleh seorang teman gereja. Baru sempet baca. Itu pun baru sedikit sih. Sangat menarik. Intinya menurut buku itu, orang bisa koq berhasil dalam bisnis sekaligus berhasil juga sebagai “orang beriman”. Bisnis dan iman bukan dua dunia yang terpisah.

Penulis mengambil contoh Yusuf dalam Perjanjian Lama. Sedang di luar cerita Alkitab, ia mengambil contoh kisah sukses George Cadbury dari Inggris. Pendiri “kerajaan coklat” Cadbury. Dan Tang Choon Keng, businessman sukses asal China di Singapore. Pendiri CK Tang Department Store. Salah satu yang terkenal di Orchard Tang Plaza. Tiga kata kunci katanya: Identitas (Who am I?), integritas (How can I be a whole person?), dan intentionalitas (Where do I go from here?). Saya jadi dapat tambahan ide untuk buku yang sedang saya siapkan.

Wednesday's Games Idea-13


Jangan Tertawa


Jumlah peserta : 15 - 30 orang
Waktu yang dibutuhkan : 5 - 15 menit
Aturan permainan :
Mintalah semua peserta duduk membentuk lingkaran. Sampaikan bahwa permainan ini adalah meneruskan kata kepada rekan yang ada di samping kanannya. Setiap kata yang disebutkan, harus diteruskan dua kali kepada rekan di sampingnya. Dan oleh peserta berikut diteruskan tiga kali, begitu seterusnya. Misalnya kalo pemimpin menyebut "la", maka peserta pertama akan meneruskannya kepada peserta berikut menjadi "la-la". Peserta berikut menyebut "la-la-la", dan seterusnya. Setelah seluruh peserta memahami aturan mainnya, mulailah dengan menyebut kata "HA". Minta semua peserta untuk serius dan tidak boleh tertawa. Ganti dengan "HI" kemudia "HE" dan "HO".
Tujuan permainan :
Ketika kata-kata yang positif dan menguatkan yang kita sampaikan. Semakin kuat. Semakin lama. Maka yang terbangun adalah suasana yang positif. Tercipta motivasi. Bayangkan kalau yang kita sebarkan adalah berita negatif. Gosip. Fitnah. Berulang-ulang. Terus menerus. Secara berantai. Yang tercipta adalah luka. Demotivasi. Akar pahit. Betapa tidak produktif.

Catatan Harian

Day - 215

Selasa, 29 Agustus 2006 -- Hari ini ultah pekawinan kami yang ke-8. Ga ada acara khusus. Kegiataan berjalan rutin seperti biasa. Pagi saya “ngantor”. Tapi setengah hari. Karena Dewi ada acara Komisi Wanita. Saya gantian tungguin anak-anak pulang sekolah. Nemenin mereka makan dan tidur siang. Seperti biasa sambil ngetik.

Sore sekeluarga makan di Penang Place. Restoran Malaysia di daerah Jurong. Sudah lama saya pengen ngajak Dewi dan anak-anak makan di situ. Beberapa minggu lalu saya pernah makan di restoran itu bareng teman-teman Pendeta dan Preacher GPBB. Makanannya oke. Saya berjanji dalam hati, suatu hari akan ajak Dewi dan anak-anak di situ. Kesampaian juga hari ini :). Sesekalilah makan di restoran “mahal”. Hehehe.

Malam beberapa teman dari "bidang musik" main ke rumah. Kita ngobrol tentang banyak hal. Terutama seputar pelayanan musik di gereja. Saya banyak belajar dari mereka. Sebuah kebaktian akan terasa “indah” kalau semua unsur berperan seperti dalam sebuah orkestra. Jadi satu kesatuan gitu. Pemimpin liturgi, pemandu nyanyian, Jemaat, dan Pendeta ga "bermain" sendiri-sendiri. Untuk itu dari sisi "rasional", diperlukan persiapan. Tidak bisa asal dan dadakan. Dan dari sisi "spritual", setiap unsur itu perlu memiliki relasi yang khusus dan khusuk dengan Tuhan. Sisi spiritual ini kerap agak terabaikan. Sehingga sebuah nyanyian atau khotbah bisa saja bagus, tapi terasa "ga ada roh". Kering.

Selama ini tanpa sadar ga sedikit orang hanya jadi penonton (spectator) dalam kebaktian. Bukan "pemain". Mereka mungkin tahu; oh musiknya bagus, nyanyiannya oke. Tapi so what gitu loh? Hanya kulit. Ga tembus ke dasar hati. Dalam bahasa filsafat, meminjam kata-kata Gabriel Marcel, filsuf Perancis, cuma “berada” tapi ga “hadir”. Sebabnya bisa bersumber dari motivasi dan pemahaman mereka sendiri, bisa juga dari “spirit” orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah; entah ga serius, entah juga “melayani” sekadar rutinitas atau ga ada kerjaan lain. Jadi ga didukung aspek spiritual-nya.

Tuesday, August 29, 2006

Tuesday's Song - 18

God Will Make A Way
Song by Don Moen


God will make a way
Where there seems to be no way
He works in ways we cannot see
He will make a way for me

He will be my guide
Hold me closely to His side
With love and strength for each new day
He will make a way
He will make a way

By a roadway in the wilderness
He'll lead me
Rivers in the desert will I see
Heaven and earth will fade
But His Word will still remain
He will do something new today
With love and strength

For each new day
He will make a way
He will make a way

Renungan :
Ada saatnya dalam hidup ini kita seolah membentur tembok. Terjebak di jalan buntu. Kita nggak tau mesti kemana. Hidup lalu terasa percuma. Tiada daya. Tiada harap. Pada saat demikian, yang perlu kita lakukan adalah bersandar kepada-Nya, mempercayakan hidup kita ke dalam genggaman-Nya. Di tengah gurun kehidupan, Dia akan menuntun kita. Nggak jarang dengan cara yang nggak kita pikirkan dan pahami.

Catatan Harian

Day - 216

Senin, 28 Agustus 2006 -- Pulang Singapore. Ke Bandara Haji Djuanda diantar Teman. Mampir dulu makan siang. Sebelum masuk bandara kan ada tuh tenda-tenda yang jual makanan. Kayak tempat istirahat di jalan tol. Kita makan pecel Madiun. Saya terkenang pecel Madiun tuh waktu beberapa bulan lalu naik Kereta Api dari Surabaya ke Jakarta. Kereta Api berhenti sebentar di stasiun Madiun. Ada pedagang-pedagang asong jual makanan. Saya beli nasi pecel. Dibungkus pake daun. Entah daun apa. Yang pasti bukan daun pisang. Sebungkus Rp. 3000 rupiah. Rasanya enak banget.

Sayangnya, kali ini bukan enak, malah “enek”. Ayamnya berbau. Kayaknya sudah dari kemarin-kemarin. Sayurnya juga basi. Makan dua suap terus kami bayar. Kami tinggal. Saya ga habis pikir, ayam sudah berbau dan sayur basi gitu koq ya masih dijual. Dengan berbuat begitu, pedagang itu justru bikin susah diri sendiri. Kali ini ia untung. Besok lusa ia “buntung”, orang akan kapok datang lagi. Kebaikan dan keburukan terhadap orang lain biasanya akan berbalik mengenai diri sendiri.

Waktu boarding ada sedikit masalah. Saya bawa satu dus berisi buku masuk bagasi. Tas dorong saya mau bawa ke kabin. Tapi petugas di check-in counter bilang tas itu kegedean. Harus masuk bagasi. Saya jelasin bahwa waktu datang, tas ini boleh saya bawa ke kabin. Apalagi saya datang dengan pesawat yang sama. Petugas itu tetap ga ijinin. Saya pikir ya udah, toh saya juga jadi ga repot dorong-dorong tas. Tas masukin bagasi. Tapi jadi overweight. Ia minta sebagian isi tas dikeluarin. Saya mesti bongkar tas. Mana di belakang orang pada ngantri. Jadi ga enak. Masalah baru timbul. Saya ga bawa kunci tas. Gimana kalau ada yang hilang. Setelah sedikit ngotot-ngototan akhirnya ia bantu mencarikan “klap” untuk kunci tas. Beres. Tapi saya harus nenteng beberapa barang kecil. Sebenarnya ga masalah buat saya. Yang agak mengesalkan adalah "double standard-nya” itu loh. Mestinya kan prosedurnya baku di semua kota dan negara.

Masalah berikut timbul ketika urus bebas fiskal. Petugasnya bilang, ga bisa. Karena saya baru dua bulan tinggal di luar negeri. Petugas itu kemudian tunjukin aturannya. Di situ emang ditulis, bebas fiskal berlaku kalau orang sudah tinggal diluar negeri minimal enam bulan dalam setahun terakhir. Saya pikir, kalau kita sudah punya alamat di luar negeri otomatis bisa bebas fiskal. Apalagi bulan waktu pulang Jakarta, saya bisa bebas fiskal. Ya, sudah. Bayar fiskal deh :). Tapi jujur, jauh dilubuk hati, “ngenes” juga sih. Bukan karena jumlah uangnya, tapi lebih karena saya ga ngerti kenapa mesti bayar fiskal. Kalau kayak pajak kendaraan atau pajak penghasilan, okelah. Lha ini, orang mau bepergian koq ya harus bayar. Untuk apa uangnnya juga ga jelas kan. Perjalanan pulang lancar. Sampai rumah jam 9.30-an waktu Singapore. Dewi dan kids belum tidur. Kezia dan Karen senang banget tuh dapat kado kecil titipan dari beberapa teman.

Sunday, August 27, 2006

Catatan Harian

Day - 217

Minggu, 27 Agustus 2006 --Pelayanan khotbah di GKI Kutisari, Surabaya. Dalam rangka pertukaran mimbar HUT GKI ke-18. Dulunya GKI tuh ada tiga sinode; Jabar, Jateng, dan Jatim. 18 tahun lalu tiga sinode itu resmi gabung jadi satu. Pimpin tiga kali kebaktian. Plus satu pembinaan. Kebaktian umum 1 jam 7 pagi. Banyak jemaat yang hadir orang tua. Seperti kebanyakan kebaktian pagi di gereja yang saya kenal :). Kebaktian Pemuda jam 9. Walau namanya kebaktian pemuda, tapi yang hadir banyak juga jemaat umum. Terus pembinaan remaja jam 11.30. Dan sorenya jam 5 kebaktian umum 2.

GKI Kutisari bisa dibilang bukan jemaat besar. Pengunjungnya banyak mahasiswa. Lokasi memang dekat dengan Universitas Kristen Petra. Kebaktian Pemuda tadi juga sekaligus acara penyambutan mahasiswa baru. Acaranya dibuat gaya KKR. Lengkap dengan altar calling, dedication service dan follow-up konseling oleh para konselor yang sudah disiapkan. Mirip dengan acara Welcome Fresies yang dilaksanakan di GPBB cuma beda “content” saja.

Ketemu teman lama, suami isteri. Saya kenalnya waktu di Perth. Saya pernah pelayanan di WPC, Perth. Dua minggu. Waktu saya pimpin persekutuan keluarga suaminya jadi MC. Ga nyangka bisa ketemu di Kutisari. Ia ngajar di Universitas Kristen Petra. Dunia tuh “sempit” ya :). Kita ngobrol tentang Perth. Saya suka kota itu. Tenang. Bersih. Teratur. Ga hiruk pikuk. Hidup di sana ga “tergesa-gesa”. Kotanya modern, tapi suasananya “ndesa”.

Siang sempat tidur bentar. Nyenyak. Bangun-bangun segar. Tidur bukan kuantitas, tapi kualitas kan. Malamnya sama teman nonton Grand Prix F1 di televisi. Sebetulnya saya ga suka F1. Apa menariknya nonton balap mobil. Tapi ketika teman saya cerita tentang fakta dan kisah di balik lomba F1, ternyata menarik juga. Banyak yang unik dan bisa menjadi pembelajaran. Selama ini saya ga tertarik, karena ga tahu :). F1 tuh olahraga beresiko tinggi, tapi sekaligus paling “aman”. Banyak sekali standar dan prosedur guna melindungi si pembalap. F1 adalah olahraga yang ga hanya tergantung pada kemampuan “atlitnya”, tapi juga tergantung pada “team” di belakang layar; pit-crew, engineering, dan mekanik. Selain juga, kecanggihan teknologi. Di F1 kita bisa melihat, betapa waktu sepersekian detik pun bisa menentukan segalanya.

Saturday, August 26, 2006

Catatan Harian

Day - 218

Sabtu, 26 Agustus 2006 -- Berangkat dari rumah jam 5 pagi. Pakai Silk Air jam 7.20. Ngantri check in-nya panjang. Soalnya satu blok counter melayani seluruh rute penerbangan. Acak gitu. Jadinya lama. Enaknya kan, kalau mau ke Surabaya ya antri sesama penumpang yang mau ke Surabaya. Ga banyak route satu antrian. Ga nyaman. Tapi “ketidak-nyamanan” itu terbayar saat sudah di pesawat. Service-nya bagus. Pesawatnya juga oke. Sampai di Surabaya jam 9-an. Dijemput teman. Surabaya lagi panas nih. Katanya sudah lama ga hujan.

Sore pimpin pembinaan aktifis di GKI Kutisari. Temanya seputar pelayanan. Saya masih diperkenalkan sebagai pendeta GKI Kayu Putih :). Waktu diminta dulu, saya memang masih berstatus sebagai pendeta GKI Kayu Putih. Intinya bahwa melayani bukan sekadar ketika kita mau berkorban waktu, tenaga, atau uang untuk kegiatan-kegiatan gereja. Sebab melayani bukan hanya soal aksi, tapi juga hati. Bukan hanya soal tindakan, tapi juga motivasi. Kalau kita melayani dengan motivasi untuk mendapat popularitas atau penghargaan, itu bukan pelayan tapi politikus. Kalau kita melayani supaya keinginan kita dipenuhi, ide-ide kita dituruti, itu bukan pelayan tapi juragan. Kalau melayani karena ingin memperoleh sesuatu, itu bukan pelayan tapi pedagang. Melayani harus dengan jiwa dan semangat seorang pelayan juga.

Tadi Berangkat ke GKI Kutisari kami mesti muter-muter jalan. Banyak jalanan yang ditutup dalam rangka acara 17 Agustus-an. Udah kebiasaan di Indonesia. Jalan umum ditutup untuk acara-acara tertentu. Enak untuk yang satu. Ga enak untuk yang lain. Tapi untuk saya sih ada enaknya juga. Karena jadi lewat jalan kampung. Saya senang suasana ngampung. Dulu waktu kuliah di Yogyakarta, saya kerap jalan lewat gang-gang kecil; kanan kiri rumah-rumah sederhana. Dinding dari gedek. TV hitam putih. Lampu teplok. Suasana seperti itu membuat hati terasa tentram. Entah kenapa. Suasana “ndeso” itu loh yang ga bisa saya jumpai di Singapore :).

Selesainya pimpin pembinaan, saya dijemput beberapa teman. Diajak makan sea-food di daerah Manyar. Depan Supermarket Bonnet. Di tenda pinggir jalan. Asyik. Makanannya juga oke. Tapi yang bikin asyik tuh suasananya. Suasana “pinggir jalan”. Hehehe. Saya menikmatinya. Yang begini-begini ini yang bikin saya tetap merindukan Indonesia. Thx, temans.

Renungan Sabtu - 15


Karet Gelang


Suatu kali saya membutuhkan karet gelang. Satu saja. Shampoo yang akan saya bawa tutupnya sudah dol. Harus dibungkus lagi dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau tidak bisa berabe. Isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas.

Tapi saya tidak menemukan sebiji pun karet gelang. Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada. Saya jadi kelabakan. Apa tidak usah bawa shampoo, nanti saja beli di jalan. Tapi mana sempat, waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi.

Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa. Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa. Waduh, karet gelang yang biasanya saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung. Benda kecil yang sekilas tidak ada artinya, tiba-tiba menjadi begitu penting.

Saya jadi teringat pada seorang teman waktu di Yogyakarta dulu. Dia tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sungguh. Sangat biasa-bisa saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ramai berdiskusi. Dia hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Itu pun kadang-kadang salah. Kemampuan dia memang sangat terbatas.

Tetapi dia sangat senang membantu orang lain; entah menemani pergi, membelikan sesuatu, atau mengeposkan surat. Pokoknya apa saja asal membantu orang lain, ia akan kerjakan dengan senang hati. Itulah sebabnya kalau dia tidak ada, kami semua, teman-temannya, suka kelabakan juga. Pernah suatu kali acara yang sudah kami persiapkan gagal, karena dia tiba-tiba harus pulang kampung untuk suatu urusan.

Di dunia ini memang tidak ada sesuatu yang begitu kecilnya, sehingga sama sekali tidak berarti. Benda yang sesehari dibuang-buang pun, seperti karet gelang, pada saatnya bisa menjadi begitu penting dan merepotkan.

Mau bukti lain? Tanyakanlah pada setiap pendaki gunung, apa yang paling merepotkan mereka saat mendaki tebing curam? Bukan teriknya matahari. Bukan beratnya perbekalan. Tetapi kerikil-kerikil kecil yang masuk ke sepatu.

Karena itu, jangan pernah meremehkan apa pun. Lebih-lebih meremehkan diri sendiri. Bangga dengan diri sendiri itu tidak salah. Yang salah kalau kita menjadi sombong, lalu meremehkan orang lain.

dari buku Potret Diri Tanpa Bingkai, Ayub Yahya -- diterbitkan oleh Gloria.

Catatan Harian

Day - 219

Jumat, 25 Agustus 2006 -- Malam berdua teman pimpin “Kelas Binaria”. Bina Pasangan Muda Ceria. Ini kelas bina pranikah yang diperluas. Awalnya merupakan pembinaan untuk para calon pasutri. Lalu diperluas juga untuk para pasangan muda-mudi yang sedang dalam proses berpacaran tapi belum "mikirin" pernikahan. Yang ikut serta untuk ukuran sebuah gereja beranggotakan sekitar 300-an cukup banyak juga. Ada 10 pasang.

Pembinaan pra-nikah itu penting. Dari sudut gereja penting, karena gereja ga hanya terpanggil untuk menghantar para calon ini menerima pemberkatan dan peneguhan nikah. Tapi juga mengiringi mereka menjalani hidup pernikahan yang sehat dan langgeng. Dari sisi para calon suami istri itu penting. Karena bagaimana pun pernikahan tuh “kontrak sosial” seumur hidup. Untuk sesuatu yang “ga sekali seumur hidup” saja, kayak ujian di kampus atau test masuk pekerjaan saja, orang bersiap diri "mati-matian". Apalagi untuk pernikahan kan. Sebuah point of no return. Well-prepared is a must.

Bahagia dan derita seseorang kerap berawal dari rumah. Orang boleh mempunyai segala sesuatu, tapi kalau hidup pernikahan berantakan, keluarganya “acak adut”, yang terjadi adalah penderitaan. Sebaliknya walau orang itu hidupnya pas-pasan. Tapi kalau hidup pernikahannya sehat, saling membangun, saling menghargai dan menjadi berkat, pasti akan membuahkan kebahagiaan. Maka penting sekali untuk memberikan pemahaman yang benar tentang makna pernikahan. Lebih bijak berpikir "nanti bagaimana", daripada "bagaimana nanti".

Pulang naik bis bareng dengan teman yang rumahnya searah. Ia pemuda di GPBB. Ia curhat tentang “pergumulannya”. Itulah salah satu manfaat wadah Persekutuan Pemuda di gereja. Karena dalam usia seperti mereka, begitu banyak pilihan hidup penting yang harus mereka ambil. Pilihan yang kerap menentukan arah hidup mereka selanjutnya. Tentang pasangan hidup, pekerjaan, hubungan dengan orang tua, studi, dan lain-lain. Wajar kalau mereka mengalami kegamangan. Mengalami pergulatan batin. Di saat-saat demikian, pendampingan gereja sangat dibutuhkan. Menjadi tempat bertanya dan mencari jawaban. Yang meneduhkan dan sekaligus mengarahkan. Minimal membuat mereka tahu bahwa mereka tidak "sendirian". Sampai di rumah, masih sempet main kartu sama Dewi, Kezia dan Karen sebentar. Besok saya berangkat ke Surabaya. Saya pasti akan kangen mereka.

Friday, August 25, 2006

Friday's Joke - 12


Membuat Surat Kelakuan Baik


"Kenapa kamu mencuri tape yang ada dalam mobil?," tanya polisi pada Jono saat diperiksa di kantor polisi.
"Saya terpaksa melakukannya pak ", jawab Jono memelas.
"Terpaksa bagaimana? Tidak punya uang untuk makan?", tanya Polisi penyidik.
"Dari pagi saya mencari kantor Polisi, tapi tidak menemukan, lalu saya tanya ke teman, ee....ee.. malah diam. Ya sudah supaya sampai ke kantor polisi, saya coba maling tape di mobil. Buktinya saya bisa sampai di kantor Polisi ini."
"Terus, kenapa kamu mencari kantor polisi segala," tanya Polisi terus menyelidik.
"Itu Pak, Saya mau membuat surat kelakuan baik".

Ayah's quote :
Walau satu tujuan, tapi beda cara mencapai, maka beda pula hasilnya. Cara mencapai tujuan tidak kalah penting dengan tujuan itu sendiri.

Catatan Harian

Day - 220

Kamis, 24 Agustus 2006 -- Masih flu nih. Pagi Karen ngajak berenang. Ia sekolah siang. Kemarin sudah janji dengan ia mau berenang pagi ini. Jadi saya temani Karen berenang. Dewi sendiri juga sudah mulai kena flu dan batuk. Repot nih kalau kita berdua sakit begini. Di sini segala sesuatu dikerjakan sendiri kan. Tapi saya ga gitu kuatir sih. Temen-teman gereja sangat men-support. Waktu Kezia ngalami kesulitan bahasa di sekolah, ada loh GSM yang sediakan waktu tiap minggu rutin datang ke rumah ajarin Kezia bahasa Inggris. Terus yang rutin ajarin bahasa Mandarin juga ada. Saya terharu dengan kebaikan mereka. Thx, rekans.

Pagi sampai sore ada rapat tim pengerja GPO dan GPBB. Berempat. Banyak hal yang kita bahas. Sinkronisasi GPO dan GPBB. Bicarakan tema khotbah buat bulan Oktober sampai Desember. Juga tema Natal dan Tahun Baru. GPO dan GPBB walau satu atap tapi style jemaatnya berbeda. GPBB kebanyakan muda-mudi. Anggota Majelis Jemaat-nya pun kebanyakan masih muda. Rata-rata lahir tahun 74-an. Malah ada yang tahun 80 dan 81. GPO lebih heterogen. Perbedaan ini kadang jadi "tantangan". Terutama ketika hendak menyamakan langkah. Siangnya kita makan bareng di daerah Outram. Mie Serawak.

Btw, waktu acara apresiasi aktifis kan dibagikan buku saya sebagai kenang-kenangan. Ada satu pemuda yang rupanya terima buku “Ngejomblo Itu Nikmat”. Ia SMS saya. Bilang bahwa setelah baca buku itu, ia jadi merasa tenang dengan kejombloannya :). Saya balas SMS ia. Godain, “Baru tahu ya ngejomblo itu ada nikmatnya." Ia balas lagi SMS: “Saya dulu emang ga bisa terima keadaan jomblo saya. Jadi pengen buru-buru dapet gitu. Udah pake 3B. Berdoa, Berusaha dan Berserah, masih ga berhasil. So, jalan terbaik, terima dengan lapang dada dan jalani dengan hepi. Benar kan, Pak.” Sungguh menyenangkan mengetahui buku saya jadi berkat.

Dari berita di internet, MU menang dalam dua laga pertamanya. Bukan menangnya yang menarik buat saya. Tapi Ronaldo dan Rooney. Mereka kan berantem tuh waktu di Piala Dunia Jerman. Fans Inggris yang terkenal fanatik marah dengan kejadian itu. Ketika Ronaldo main bareng MU lagi, ia terus disorakin penonton. Yang hebatnya, itu ga ganggu kinerja mereka. Malah nunjukin bahwa mereka tetap bisa kerja sama. Assist Rooney kepada Ronaldo membuahkan gol. Itulah profesionalitas. Urusan pribadi jangan dibawa-bawa ke pekerjaan dong. Nilai secara profesional, jangan karena emosi :). Malam saya ijin ga ikut rapat bulan keluarga. Masih ga fit. Dewi juga flu-nya tambah parah. Mana sabtu besok saya mesti ke Surabaya. Pertukaran mimbar Sinode dalam rangka HUT GKI.

Thursday, August 24, 2006

Catatan Harian

Day - 221

Rabu, 23 Agustus 2006 -- Hari ini saya masih flu. Cuma ngantor setengah hari. Malamnya balik lagi ke gereja. Ada rapat Majelis. Tadi siang ada teman yang kasih Kezia hadiah ultah. Buku seputar binatang. Discovering Wildlife The Ultimate Fact File. Rupanya Kezia sangat pengen buku itu. Ia gembira sekali. Sampai loncat-loncat dan dengan semangat bilang, “Papa, ini kan buku yang Kezia mau!” Waktu saya bilang, “Kalau Kezia mau, kenapa ga bilangin Papa dari kemarin-kemarin. Kan bisa Papa beliin.” Jawaban Kezia mengejutkan saya. “Kezia sudah bilang sama Papa. Papa saja yang ga perhatiin Kezia lagi.”

Saya tersentak. Duh. Iya:(( Selama di sini, waktu saya bersama anak-anak praktis berkurang. Saya sibuk dengan segala penyesuaian diri sendiri. Sibuk meredam "culture-shock" dalam diri saya. Sampai ga menyadari bahwa Kezia dan Karen "kehilangan" saya. Padahal mereka pun mengalami saat-saat "berat" dalam masa penyesuaian ini. Sebegitu "sibuknya" saya dengan diri sendiri, sampe beliin kado ultah Kezia saja ga sempet. Ya, ampun.

Saya memang ga pernah setuju anak-anak dibiasakan dapat kado pada saat ultah. Toh ultah bukan prestasi. Bukan sesuatu yang perlu diselamat-selamatin. Just alamiah saja kan. Tapi saya juga ga ingin mereka kehilangan kesempatan menikmati cerah cerianya dunia kanak-kanak. Termasuk menikmati kegembiraan ultah. Gimana exciting-nya mereka nerima kado. Gimana semangatnya mereka bercerita tentang ultah. Demi kegembiraan Kezia dan Karen. Demi semua binar ceria di mata mereka. Saya ngalahin prinsip saya itu. Maka, saya ga pernah kelewat ngasih kado pada Kezia dan Karen saat ultah. Kado "kecil" sih. Kayak koin Amazone atau kartu kuartet Winnie the Pooh. Bukan kadonya yang penting kan. Tapi perhatiannya. Baru kali ini kelewat ga beli kado :( Maafin Papa ya, Kez.

Daftar "dosa" saya ke anak-anak masih ada. Sudah dari minggu lalu mereka ngajak berenang. Juga pergi jalan bareng. Saya ga bisa terus. Giliran saya di rumah, eh malah flu berat. Ga bisa nemenin mereka berenang or jalan-jalan. Kesibukan tugas bukan alasan. Sayanya saja yang ga bisa atur waktu. Kan mestinya bisa saya sisih-sisihkan waktu. Biasanya malam Dewi dan saya masih sempet ngajak mereka main. Cerita-cerita. Sampai seringnya anak-anak tertidur bareng kami. Sekarang, sudah hampir seminggu saya pulangnya malam terus. Mereka sudah pada tidur.

Wednesday, August 23, 2006

Wednesday's Games Idea - 12


Siapa Dia


Jumlah peserta : kelompok kecil sampai sedang (15-30 orang)
Waktu permainan : 15 - 30 menit.
Alat yang dibutuhkan : Kertas gambar dan alat tulis/gambar
Aturan permainan :
Peserta dibagi ke dalam kelompok kecil. Minta setiap kelompok untuk secara diam-diam menggambar wajah salah seorang peserta yang hadir. Tidak perlu bagus, yang penting kekhasan dari yang bersangkutan tampak. Setelah itu setiap kelompok bergiliran menebak siapa yang digambar oleh kelompok lain; dengan bertanya apa saja. Pertanyaan hanya boleh dijawab iya atau tidak. Misalnya: Apakah dia bisa memainkan gitar? Apakah dia bertahi lalat di pipi kiri? Apakah dia memakai jepit rambut berwarna hitam? Setelah ditebak, baru kelompok memperlihatkan gambar yang dimaksud. Setelah semua kelompok mendapat giliran, kegiatan ini bisa diulangi lagi dengan menggambar peserta yang lain.
Tujuan permainan :
Seseorang yang sudah sering kita lihat. Sering bersama. Mestinya bisa dikenal dengan lebih detil. Melalui talentanya. Melalui kekhasannya. Sebuah persekutuan yang akrab ditandai dengan pengenalan akan anggotanya. Tidak saja mengenal nama semata. Tetapi lebih jauh lagi dari itu. Bukankah tak kenal, maka tak sayang?

Catatan Harian

Day - 222

Selasa, 22 Agustus 2006 -- Masih flu nih. Ga ke kantor. Setengah harian terus ngetik. Ngebut ngedit materi buku renungan Bulan Keluarga. Harus kelar akhir bulan ini. Rencananya GPBB-GPO mau bikin buku renungan harian untuk keluarga satu bulan penuh. Penulisnya dikerahkan para pasangan suami istri anggota jemaat. Saya dan teman mempersiapkan kerangka dan mengeditnya.

Tema renungan seputar pembinaan karakter keluarga. Diharapkan dipakai dalam persekutuan setiap keluarga anggota jemaat selama bulan September. Saya sangat terkesan dengan respon para suami istri itu untuk menulis. Sampai waktu yang ditentukan sesuai komitmen bersama terkumpul 95 %. Pembuatan buku renungan buat keluarga ini memang agak mepet. Baru kita mulai awal bulan ini. Padahal minggu terakhir bulan ini harus sudah dibagikan ke Jemaat.

Siang Dewi pelawatan dengan beberapa ibu. Saya pimpin Komisi Wanita di GPO. Tentang keberanian Ester. Jujur buat saya agak dilematis juga. Soalnya terus terang, di mata saya yang boleh disebut berani tuh justru Ratu Wasti. Saya pernah baca renungan Pdt Eka Darmaputera tentang Ratu Wasti ini. Sangat bagus dan mengejutkan. Bahwa yang patut disebut pahlawan sebenarnya adalah Ratu Wasti. Pulang naik bis. Flu makin berat nih. Kepala cenut-cenut. Duh. Duh. Duh.

Malam ada acara kumpul-kumpul dengan beberapa teman muda-mudi di rumah. Dewi masak Spaghetti dan salad. Ada teman yang bawa ice cream, buah, dan makanan lain. Main menu pizza. Hadir sekitar 18 orang. Kebanyakan yang tinggal deket-deket Hillview. Tapi yang agak jauh juga ada. Ikut hadir beberapa muda-mudi yang ga pernah terlihat di acara gereja. Good. Saya jadi teringat waktu mahasiswa di Yogyakarta dulu. Masih anak kos. Malam kalau ga ada tugas kuliah, biasa kelayapan ke kos teman. Ngobrol atau sekadar main “truf”. Saya bersama rekan sekerja merancang pertemuan informal seperti ini secara rutin. Just ngobrol-ngobrol. Main monopoli. Diskusiin film. Makan bersama. Kita berharap mereka menganggap kita sebagai kakak. Dirantau. Jauh dari keluarga. Rasanya akan sangat menyejukkan kalau ada acara-acara keakraban seperti ini.

Tuesday, August 22, 2006

Tuesday's Song - 17


Mars GPBB


Hai GPBB mari bangkitlah,
Tanggalkan beban,
layani Sang Raja.
Ayo kita satukan langkah bersama,
bekerja menuai jiwa.

Tetap teguh
Terus bertumbuh
Banyak berbeda tapi satu keluarga
Terus maju
Sebagai satu tubuh
Ikut Kristus sang Kepala gereja

Waktu kita mungkin kan singkat
Ingat selalu visi yang Tuhan beri
Menjadi saksi
Menjadi berkat
Bagi Indonesia Ibu Pertiwi

Renungan :
Gereja ada di suatu tempat pasti bukan kebetulan. Bukan tanpa sengaja. Ada mission yang Tuhan embankan. Menjadi berkat dan menjadi saksi Kristus. Supaya melalui gereja orang dapat melihat dan marasakan kasih Kristus. Dan bersyukur karenanya.

Catatan Harian

Day - 223

Senin, 21 Agustus 2006
-- Saya “ambruk” nih. Flu berat. Kepala cenut-cenut pula. Dari semalam badan sudah ga enak. Minum obat. Seharian tidur. Tapi siang teman dari Jakarta telepon. Ia baru dari China dan Hongkong sama ayahnya. Mampir di Singapore beberapa hari. Nginep di Hotel apa gitu. Lupa. Ia mau main ke rumah. Kita janjian ketemu di Bukit Batok MRT. Terus naik bis sama-sama.

Ia cerita di China orangnya “jahat-jahat”. Suka nipu. Naik taxi “dikerjain”. Padahal taxi hotel. Ia tanya-tanya orang, malah “dikasarin”. Begitulah orang kalau ga beragama, kata ia. Saya bilang padanya, kadang baik dan jahat seseorang tuh ga karena agama. Orang beragama pun yang jahat sih ada saja. Orang-orang yang ga beragama, yang free-thinker gitu, kadang malah lebih baik perilakunya :). Beragama berbeda dengan beriman. Beragama sekadar kulit. Kemasan. Merek. Sedang beriman ga sekadar “atribut”. Tapi menyangkut “isi”. Artinya, tampak jelas dalam sikap dan pandangan hidup. Sekecil apa pun.

O ya, hari ini Kezia ulang tahun. Semalam ia sibuk bungkusin hadiah buat teman-teman sekolahnya. Di sekolah sini katanya anak yang ulang tahun malah yang ngasih-ngasih hadiah. Hadiah kecil sih. Sticker. Permen. Kezia juga beberapa kali dapat hadiah kecil dari temannya yang berulang tahun. Mungkin baik juga ya dibalik begitu. Ulang tahun bukan saat untuk menanti-nantikan hadiah. Tapi saat dimana orang berpikir, mau ngasih hadiah apa kepada yang lain. Hadiah tentu ga mesti berupa benda kan.

Beberapa teman di sini ngasih kado ke ia. Seorang teman dari Jakarta malah sengaja telepon ia. Terus guru sekolah minggu Kezia di GKI Kayu Putih juga kirim SMS. Kezia senang banget tuh. Saya jauh lebih senang lagi. Bagi saya satu “pemberian” buat Kezia dan Karen, sama dengan 100 pemberian buat saya. Thx, rekans. Thx. Saya malah ga sempet beliin ia kado. Tadinya kita mo makan saja di West Mall. Tapi kepala saya masih cenut-cenut. Jadi cuma dirayain di rumah saja. Dewi tadi beli kue tart kecil. Tiup lilin. Potong kue. Fotonya pake hand phone. Sederhana itu indah koq :). Met ultah, Kez. Semoga kesederhaan perayaan ulang tahunmu menjadi jalan kesederhanaan hidupmu.

Monday, August 21, 2006

Catatan Harian

Day - 224

Minggu, 20 Agustus 2006
-- Pagi pimpin renungan di acara Welcome Freshsies. Itu acara khusus untuk menyambut mahasiswa baru. GPBB tuh banyak muda-mudinya. Kebanyakan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Singapore. Jadi setiap tahun ada acara penyambutan mahasiswa baru. Banyak pelajar Indonesia yang berprestasi mendapat beasiswa untuk bersekolah di Singapore. Terus mereka bekerja di sini. Sampai akhirnya menetap di sini. Jadi orang berprestasi tinggal di negara maju tuh "enak". Soalnya sangat "dihargai". Jadi terjamin gitu. Terjamin secara materi. Lebih dari itu, terjamin untuk mengembangkan diri.

Bukan hanya dalam pendidikan, tapi juga dalam bidang lain. Olah raga misalnya. Saya ingat seorang rekan. Anaknya jago berenang, sampai ikut lomba tingkat negara. Ia dan keluarga langsung ditawari menjadi warga negara Singapore. Bandingkan dengan beberapa pemain bulutangkis Indonesia dulu, yang pernah mengharumkan nama Indonesia. Mereka ngurus jadi warga negara Indonesia saja susah payah. Padahal mereka lahir dan besar di Indonesia. Ironi kan. Indonesia akan rugi sendiri kalau ga bisa menghargai prestasi warganya. Akhirnya orang-orang berprestasi asal Indonesia akan “dipakai” negara-negara lain.

Siang pimpin kebaktian HUT IX GPBB. Acaranya sederhana. Hanya kebaktian biasa dengan liturgi khusus. Lalu ditutup dengan tiup lilin HUT oleh seluruh anggota Majelis Jemaat. Dilanjutkan ramah tamah sederhana. Simple. Good. Perayaan HUT, apalagi HUT gereja, sebaiknya memang ga menekankan pada kemeriahan acaranya. Tapi pada maknanya. Rasanya sayang deh kalo hanya untuk merayakan HUT sampai menghabiskan dana puluhan atau bahkan ratusan juta. Setelah acara itu berlalu, so what gitu loh?!

Sore bersama Dewi dan beberapa teman nengok seorang pekerja rumah yang sakit. Ia sudah lama bekerja di rumah salah seorang anggota jemaat. Sakitnya agak berat. Besok harus operasi di rumah sakit sini. Katanya di Indonesia juga pernah dioperasi. Cuma entah kenapa kumat lagi, dan lebih parah. Ia suka ke gereja juga. Walau ia bukan dari keluarga Kristen. Gereja membantu biaya pengobatan. Beberapa teman juga berinisiatif patungan mengumpulkan dana. Tadi kami nengok ia di rumah majikannya. Bikin ibadah singkat; nyanyi, renungan firman, doa. Cepat sembuh, Mbak.

Sunday, August 20, 2006

Catatan Harian

Day - 225

Sabtu, 19 Agustus 2006
-- Hari yang padat. Bersama beberapa teman memandu acara apresiasi aktivis. Saya pimpin kebaktiannya. Ada Perjamuan Kudus. Terus bawakan juga satu sessi untuk para usher atau penyambut tamu dalam kebaktian. Plus games. Peran usher atau penyambut tamu tuh kerap ga dipandang “sebelah mata”. Padahal sebetulnya penting. Ibarat dalam sebuah pesta. Yang berada " di garis depan" untuk berinteraksi dengan para undangan adalah para penyambut tamu. Sebuah pesta boleh memiliki acara yang megah, makanan yang mewah. Tapi kalau para penyambut tamunya judes, ga ramah, ga sopan, pasti akan mengurangi nilai pesta itu kan?

Kebaktian seumpama sebuah “pesta”. Yang punya pesta tuh Tuhan sendiri. Para penyambut tamu mendapat peran penting untuk membuat para undangan (baca jemaat) merasa disambut “sang Tuan rumah” dengan ramah. Merasa di-welcome-in gitulah. Caranya bagaimana? Dengan SMILE. Simpati. Murah senyum. Inisiatif. Lapang dada. Empati.

Saya sangat mendukung acara apresiasi aktivis ini. Dulu di sebuah gereja di Jakarta, acara seperti ini ditentang. Alasannya melayani Tuhan kan ga usah mengharapkan apresiasi manusia. Alasan ini ga salah. Tapi ga sepenuhnya betul. Sebab pada sisi lain, ga salah kan kalau Majelis Jemaat mau mengungkapkan rasa terima kasih atas peran serta para aktivis? Benar mereka ga berharap penghargaan itu. Tapi alangkah baiknya, kita belajar menghargai upaya dan karya orang. Sekecil apa pun. Apresiasi aktivis menurut saya, adalah sebentuk rasa terima kasih Majelis Jemaat kepada orang-orang yang sudah mau memberikan waktu dan tenaga, bahkan mungkin perasaannya, untuk pelayanan di gereja. Pada acara ini kepada para aktivis diberikan kenang-kenangan. Foto mereka. Juga buku-buku saya :).

Malam pimpin persekutuan keluarga senior. Tentang hidup yang memuliakan Tuhan. Intinya, hidup harus ada tujuan. Betapa hampa dan hambarnya hidup tanpa tujuan. Seumpama orang bepergian tanpa tujuan. Tuhan menciptakan kita pasti bukan tanpa sengaja. Tujuan hidup paling luhur adalah memuliakan Tuhan. Segala yang ada pada kita adalah dari DIA, miliki DIA, maka betapa indahnya kalau kita juga "mengembalikan" untuk kemuliaan DIA. Caranya? Dengan menjadikan hidup kita sebagai ibadah. Sebagai persembahan kepada-Nya. Ga "serupa" dengan dunia. Bersyukur dengan yang ada. Pulang ke rumah jam 23 lebih. Mesti persiapan khotbah buat besok nih.

Saturday, August 19, 2006

Renungan Sabtu - 14


Malu


Kisah ini sangat dikenal. Para ahli Taurat dan orang Farisi membawa kepada Tuhan Yesus seorang perempuan yang ketahuan berzinah. Menurut hukum yang berlaku ketika itu jelas: perzinahan adalah dosa besar, dan vonisnya adalah dirajam dengan batu sampai mati.

Apa yang akan Tuhan Yesus lakukan? Ini yang ditunggu-tunggu. Kalau Dia tidak melakukan tindakan tegas, maka terbukalah kesempatan untuk menghantam-Nya dengan tuduhan pelecehan terhadap hukum. Berarti sekali tepuk dua lalat. Sebaliknya kalau Dia mengambil tindakan tegas, toh mereka juga yang akan mendapat nama sebagai penegak supremasi hukum.

Begitulah sejarah mencatat, selalu saja ada orang-orang yang bertindak atas nama hukum untuk kepentingan sendiri. Hukum hanya dijadikan sebagai topeng atau pemuas ambisi pribadi. Bangsa kita sudah cukup kenyang dengan soal yang satu ini.

Sekilas kedudukan Tuhan Yesus terpojok. Para tokoh agama itu sepertinya sudah siap dengan sorai kemenangan. Tinggal menunggu waktu. Tetapi siapa yang menduga dengan cerdik Dia mengeluarkan maklumat pamungkas-Nya, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini.”

Tidak ada sorai kemenangan. Tangan tidak jadi teracung, pun sorak tidak jadi terungkap. Sepi. Seorang demi seorang, demikian Injil Yohanes mencatat, mulai dari yang tua meninggalkan tempat itu. Kisah ini kita akhiri sampai di sini.

Mari kita bicara tentang para ahli Taurat dan orang Farisi. Image mereka selama ini sangat buruk; munafik, keras kepala, kaku, merasa paling benar. Pada kisah ini kita melihat sisi lain dari mereka. Yaitu, bahwa setidaknya mereka masih punya rasa malu hati atau dalam bahasa Sunda rumangsa. Kalau mau mereka tetap bisa mengambil batu dan melempari perempuan itu. Siapa yang peduli dengan dosa-dosa mereka. Apalagi saat itu kebanggaan mereka betul-betul sedang dipertaruhkan; merekalah yang membawa perempuan itu kepada Tuhan Yesus.

Rasa malu, Saudara, itulah yang sudah lama hilang dari banyak politikus di negeri ini. Dulu mereka yang mendukung, sekarang mereka juga yang menghujat, bahkan tidak sedikit juga yang menyangkal pernah mendukung; dulu mereka yang menjegal, sekarang mereka juga membujuk-bujuk, sampai agama dibawa-bawa, entah untuk menjegal entah untuk mendukung. Lalu istilah-istilah “cerdik” (tetapi tidak tulus alias licik) muncul, dari mulai poros tengah sampai koalisi permanen.

Rasa malu, rasa malu, duhai….. dimanakah engkau gerangan berada…..???

dari buku Potret Diri Tanpa Bingkai - Ayub Yahya, diterbitkan oleh Gloria

Catatan Harian

Day - 226

Jumat, 18 Agustus 2006
-- Tiba-tiba saya rindu Indonesia. Mungkin ini yang namanya home sick. Rasanya jadi sepi. Not alone but lonely gitu. Saya pengen ke Bogor. Terus ke Bandung lewat Puncak. Lalu ke Yogyakarta. Terus ke Surabaya. Terus ke Bali. Duh. Saya jadi terkenang setiap tempat dan makanan dan suasana di Indonesia. Segala sesuatu emang baru terasa berharga kalau sudah ga ada.

Mulai kerasa nih ga ada Oma Opa. Ga ada yang bisa dimintai tolong tungguin Kezia dan Karen pulang sekolah. Lalu siapin mereka makan dan temenin mereka main. Jadi harus pandai-pandai atur kegiatan. Saya ngantor setengah hari. Jadi Dewi bisa ikut kegiatan Komisi Wanita. Saya bisa persiapan buat pimpin renungan ntar malam di rumah. Sambil tungguin, siapin makan, dan temenin Kezia dan Karen. Asyik sih :).

Malam bawakan renungan di acara Malam Puji dan Doa GPO. Masih dalam suasana hari kemerdekaan Indonesia. Topik: Doa Abraham buat Sodom dan Gomora. Tentu terlalu jauh membandingkan Indonesia dengan Sodom dan Gomora. Tapi saya kira, dengan hati pedih dan prihatin, kita harus akui, bahwa ada bibit-bibit Sodom dan Gomora di Indonesia; mentalitas korupsi yang sudah begitu mendarah daging, sampai orang korupsi ga merasa korupsi; ketidakadilan ekonomi dan hukum yang begitu parah; kemunafikan dan premanisme atas nama agama. Semoga Indonesia ga menjadi Sodom dan Gomora yang ke sekian. Dalam sejarah tercatat, ada banyak kota atau negara kuat yang akhirnya hancur. Bukan karena serangan musuh dari luar, tapi pembusukan dari dalam. Amoralitas bagai rayap yang menggerogoti dari dalam diri sendiri. Pelan tapi pasti melumpuhkan dan menghancurkan. Tuhan jauhkan itu dari Indonesia.

Pulang dari GPO naik bis. Tadinya mau naik MRT. Tapi kata beberapa teman jam-jam 21.30-an MRT biasanya penuh. Jam bubaran kantor dan tutup toko. Lagian naik bis haltenya persis di depan gereja. Kalau naik MRT masih harus jalan kaki. Lumayan jauh untuk orang yang ga biasa jalan kaki hehehe. Sepanjang jalan ngobrol dengan teman. Ia sudah lama tinggal di Singapore. Ia bilang yang paling ia ga sukai dari Singapore tuh “tekanan hidup" sangat kuat. Orang dikondisikan bagai “mesin”. Ga bisa santai. Tegang dan sibuk terus. Wah. Wah. Wah.

Friday, August 18, 2006

Friday's Joke - 11


Profesional Muda


Seorang profesional muda sedang membuka pintu mobil BMW-nya ketika tiba-tiba sebuah mobil berkecepatan tinggi lewat dan menabrak pintu mobil itu hingga copot. Profesional muda itu mengumpat habis-habisan dan meratapi mobil mewahnya yang rusak tanpa pintu.
"Pak Polisi, lihat apa yang dilakukan orang gila tadi terhadap mobilku!" katanya histeris kepada polisi yang tiba di tempat kejadian.
"Kalian kaum berdasi benar-benar materialistis, kalian membuatku muak!" kata pak polisi. "Kamu begitu khawatir pada BMW-mu, apakah kamu nggak nyadar kalau tanganmu juga hilang sebelah?!"
"Ya Tuhaaaaaaaannn!!!!!" teriak si profesional muda ketika ia melihat lengannya sudah nggak ada lagi.
"Mana jam Rolex-ku?!"

Ayah's quote :
Ia tidak memiliki benda itu. Justru benda itu yang memiliki ia. Maka baginya benda itu lebih penting, bahkan dari dirinya sendiri. Alangkah malangnya ia.

Catatan Harian

Day - 227

Kamis, 17 Agustus 2006 -- Hari kemerdekaan Indonesia. Pertama kali 17 Agustus-an ga di Indonesia. 17 Agustus-an dulu waktu saya kecil dengan sekarang lain deh. Dulu rasanya kita lebih “menghayati” gitu. Sekarang ga gitu “gereget”. Kesannya biasa saja. Apa karena nasionalisme yang luntur? Entah. Konon salah satu efek globalisasi adalah makin tipisnya batas-batas nasionalisme.

Teman saya cerita, di Metro TV tadi ada acara tanya jawab dengan para mahasiswa. Seputar 17-an. Ada yang ga bisa lagu Indonesia Raya. Malah katanya, waktu ditanya tentang teks proklamasi pada "bingung" tuh. Ada yang jujur ngaku ga tau. Ada yang cuma bisa satu kalimat terus blank. Ada juga yang sok yakin jawabnya, tapi yang disebut malah teks Pembukaan UUD 1945 :). Ada-ada saja.

Bicara proklamasi. Umumnya orang fokus pada Bung Karno dan Bung Hatta. Ga salah sih. Tapi kan sebetulnya ada banyak orang lain yang juga berjasa. Mereka yang mungkin terlewatkan dari perhatian orang. Kayak Sayuti Malik yang ngetik naskah proklamasi. Atau Frans Mendoer, fotografer yang mengabadikan peristiwa bersejarah itu. Dari Ipphos (Indonesia Press Photos Service). Agensi foto indonesia. Konon, hanya ada tiga adegan yang sempat diabadikan. Juga Jusuf Ronodipuro yang menyebarkan pesan proklamasi melalui Hoso Kyoku Jakarta, Radio Militer Jepang di Jakarta (cikal bakal RRI). Belum yang anonim.

Malam saya pimpin Mezbah Doa. Itu acara pesekutuan doa bulanan. Hari ini spesial karena sekalian 17 Agustus-an. Tema seputar itu. Kita juga khusus berdoa buat Indonesia dengan segala problematikanya. Akhir acara kita bersama berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Jujur, ketika menyanyikannya rasanya merinding gitu. Sebagai orang keturunan tionghoa, saya punya "luka" dengan Indonesia. Sejak kecil saya merasakan betul arti “dibedakan”. Sampai sempat saya membenci "kesipitan" saya. Menyakitkan memang. Tapi betapa pun toh saya ga bisa menyangkali Indonesia adalah "akar" saya. Dirgahayu Indonesia.

Thursday, August 17, 2006

Catatan Harian

Day - 228

Rabu, 16 Agustus 2006 -- Pagi ke Gleneagles. Nengok yang sakit. Sendiri. Dewi pelawatan sama ibu-ibu Komisi Wanita. Saya sekalian janjian ketemu sama teman pendeta dari Jakarta. Ia lagi dolan di Singapore. Jadi sama-sama nengok gitu. Kalau dengan sesama pendeta janjian ketemunya di Rumah Sakit. Hehehe. Dari Gleneagles terus pulang. Teman saya itu pengen ngelihat apartemen saya. Kita mampir di Beauty World Bukit Timah. Makan.

Sore Oma dan Opa anak-anak pulang Indonesia. Sebulan lebih mereka “nemenin”. Tadinya kita berempat mau ikut antar ke Changi. Naik taxi. Tapi Kezia “sumeng” badannya. Sejak semalam ia ga enak badan. Karen juga agak flu. Rundingan. Dewi saja yang anter. Lagian malam saya ada rapat di gereja. Saya di rumah. Nemenin Kezia dan Karen tidur.

Oma Opa pulang. Satu sisi ada rasa kehilangan. Tapi sisi lain, ada rasa “lega” juga :). Kehilangan karena kehadiran mereka tentu banyak membantu. Terutama nemenin Kezia dan Karen. Dewi jadi lebih leluasa beraktivitas di gereja. Tapi juga “lega”, karena kadang pola asuh mereka terhadap anak-anak tuh beda sama kita. Jadi suka bikin "greget" gitu. Kita bilang ga boleh, sama mereka boleh. Kita marahin, mereka “belain”. Kita ga boleh nonton TV, mereka pengen nonton TV. Makan mandi sendiri, mereka malah mandiin dan nyuapin. Repot.

Kayaknya dimana-mana yang namanya Oma Opa gitu deh. Hehehe. Saya sering denger “keluhan” beberapa teman. Kalau kita komplen. Jawabnya, “Nanti kamu ngerasain kalau sudah jadi Oma Opa.” Benar juga kali ya. Mereka juga pastilah sayang sama cucu. Cuma cara mengungkapkannya saja yang ga selalu sama dengan yang kita harapkan. Mereka juga pasti ingin yang terbaik untuk cucunya. Cara pandangnya saja yang beda. Eniwe, thx, Oma, thx, Opa.

Wednesday, August 16, 2006

Wednesday's Games Idea - 11


Tujuh belasan

1. Lomba Makan kerupuk
Permainan dilakukan dengan menggantungkan kerupuk pada seutas tali. Lomba diikuti oleh beberapa orang. Yang menang adalah yang kerupuknya paling cepat habis, atau paling sedikit bersisa ketika waktu habis. Tahukah anda bahwa MURI pernah mencatat rekor Krupuk terbesar berdiameter 100 cm pernah ada di Semarang bulan Juni 1994.

2. Lomba Bakiak
Permainan berlomba adu cepat dengan menggunakan bakiak (sendal khas Jawa). Biasanya bakiak dibuat khusus. Satu bakiak dipakai bersama beberapa orang. Diperlukan kekompakan untuk memainkannya. Rekor peserta terbanyak dicatat MURI tahun 2005. Sebanyak 75 orangberlomba bakiak. Ada 15 kelompok. Satu bakiak dimainkan oleh 5 orang dalam satu kelompok.

3. Tarik Tambang
Permainan dilakukan dengan cara adu kuat antar kelompok untuk menarik tambang. Kelompok dinyatakan menang ketika batas tengah tambang melewati garis yang disepakati. Biasanya anggotanya bervariasi antara 5 - 20 orang. Tetapi, tahukah anda bahwa MURI pernah mencatat lomba tarik tambang dengan peserta terbanyak yaitu 420 peserta (240 orang lawan 240 orang). Kejadian itu terjadi di Jakarta tahun 2004.

4. Panjat Pinang
Permainan memperebutkan hadiah-hadiah yang tergantung di puncak batang pohon pinang. Sebelumnya biasanya, batang pohon sudah dilumuri dengan cairan yang licin (oli atau minyak). Peserta akan susah payah untuk mencapai puncak. Biasanya dibantu beramai-ramai. Panjat pinang yang tidak biasa pernah tercatat di MURI ketika Sea World Indonesia mengadakan panjat pinang di dalam akuarium utama Sea World pada tanggal 17 Agustus 2003. Selain itu Pusat rekreasi Ancol, Jakarta memegang rekor sebagai penyelenggara panjat pinang terbanyak dengan 208 pohon pinang di satu tempat yang sama.

Catatan Harian

Day - 229

Selasa, 15 Agustus 2006 -- Pagi rencanya sama Dewi mau nengok teman yang masih dirawat di Gleneagles. Tapi saya telepon ia, katanya jangan hari ini. Ia mau pindahan ke apartemen, karena tinggal berobat jalan. Sudah gitu keluarga dari Jakarta pada mau datang. Di sini banyak tuh apartemen yang disewakan untuk orang-orang yang berobat jalan.

Jadi saya ke kantor. Ada teman dari Jakarta yang tengah “punya masalah” mendesak. Ia lagi down banget katanya. Butuh teman curhat. Konseling. Kita chatting. Kita terus berdoa bersama. Inilah buah manis dari teknologi. Dunia jadi ga berjarak. Tapi kadang teknologi itu ada paradoksnya loh. Dengan yang jauh kita bisa jadi dekat. Tapi dengan yang deket kita malah bisa jauh. Misalnya kita keasyikan chatting or imel-imelan dengan orang yang jauh, tapi dengan orang yang berada deket malah ga berkomunikasi :). Di negara-negara maju konon berlaku ungkapan ini. Bisa ga ketemu teman berhari-hari, tapi ga bisa ga “ketemu” komputer barang sehari pun. Bahaya juga ya. Kalo berlebihan, teknologi bisa membuat orang jadi asosial.

Siang hujan gede. Mana ga bawa payung nih. Habis selama ini bawa-bawa payung ga kepake. Giliran kepake, ga bawa. Contoh betapa pentingnya berjaga-jaga senantiasa :). Singapore hujan ga bisa diduga. Panas tahu-tahu hujan. Kayak "hidup" ini saja. Susah diduga. Apa yang akan terjadi esok ga pasti. Sehingga "bersiap" selalu itu perlu. Janjian sama teman dari Jakarta ketemu di Lucky Plaza. Dewi berangkat dari rumah. Ketemu di Bukit Batok MRT. Terus kita naik MRT ke Orchad.

Lagi banyak kunjungan nih dari Jakarta. Di rumah jadi banyak makanan hehehe. Teman-teman pada bawain makanan. Pempek, siomay, pastel, otak-otak, sampai kerupuk udang. Mereka bilang, saya pasti kangen makanan Indonesia. Di Singapore kan cita rasanya lain. Ga salah. Tahu saja mereka. Hehehe.

Tuesday, August 15, 2006

Tuesday's Song - 16

Bendera
Penyanyi : Cokelat

Biar saja ku tak sehebat matahari
tapi ku slalu mencoba tuk menghangatkanmu
biar saja ku tak setegar batu karang
tapi ku slalu mencoba tuk melindungimu
biar saja ku tak seharum bunga mawar
tapi slalu kucoba tuk mengharumkanmu
biar saja ku tak seelok langit sore
tapi slalu kucoba tuk mengindahkanmu
kupertahankan kau demi kehormatan bangsa
kupertahankan kau demi tumpah darah
semua pahlawan-pahlawanku

reff :
merah putih teruslah kau berkibar
di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini
merah putih teruslah kau berkibar
di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini
merah putih teruslah kau berkibar
ku kan selalu menjagamu

Renungan :
Ada banyak hal indah tentang Indonesia. Sumber daya alam yang kaya luar biasa. Budaya nan beraneka ragam. Pemandangan yang indah. Gema ripah loh jinawi. Benar kalau Koes Plus bilang, "Bukan lautan hanya kolam susu." Masalahnya, yang penting tuh bukan apa yang kita punya; seberapa banyak atau seberapa bagus, tapi bagaimana kita mengelolanya. Di sini di titik ini "masalah" di Indonesia berawal. Dirgahayu negeriku!

Catatan Harian

Day - 230

Senin, 14 Agustus 2006 -- Siang bersama teman dari Jakarta ke toko buku Borders di Orchad. Itu salah satu toko buku terbesar di Singapore. Luas. Nyaman. Disediakan bangku-bangku buat sekadar baca. Buku-bukunya juga ga dibungkus-bungkusin plastik :). Jadi orang ke sana bisa baca dengan bebas. Ga melulu harus beli.

Saya ingat waktu kecil dulu di Bandung. Saya sering ke toko buku di Jalan Merdeka. Padahal rumah saya tuh jauh loh. Di daerah Cijerah. Naik bis kota sampai alun-alun. Terus jalan kaki. Sekadar baca. Ga beli. Bisa sampai sore tuh. Ga ada bangku. Baca ya sambil berdiri. Kalau pegal berdiri, baca sambil jongkok atau duduk di lantai. Tapi sama petugasnya suka ditegur. Ga boleh sambil jongkok atau duduk di lantai :). Malah pernah dimarahin dan disuruh keluar. Dari pengalaman itu saya jadi punya mimpi, suatu saat saya pengen punya toko buku. Luas. Lengkap. Nyaman. Orang boleh sekadar baca. Ga harus beli. Saya akan sediakan bangku-bangku. Musik. Cuma ya, namanya juga mimpi. Entah kapan terwujud. Di Jakarta saya lihat sudah ada toko buku serupa itu. Cuma masih terbatas untuk kalangan tertentu.

Di Borders saya lihat buku 1000 Places to See Before You Die, a Traveler’s Life List. Memuat informasi tempat-tempat wisata di seluruh dunia. Tapi ya tempat-tempat yang umum sih. Dari Indonesia masuk Bali, Toraja, Yogyakarta, Lombok. Kemudian juga ada buku 500 Places to Take Your Kids Before They Grow Up. Lengkap dengan panduan, tempat itu cocok untuk anak usia berapa. Nah, di buku ini tempat dari Indonesia ga ada yang masuk :).

Yang menarik buku A Slice of Singapore, People, Portraits, Places. Menarik karena menampilkan Singapore dari sisi “kusam”. Ga seperti di buklet-buklet yang banyak dibagikan gratis di bandara atau hotel. Ada foto encim-encim yang sedang ngumpulin kardus bekas, tukang sate keliling pakai sepeda, orang-orang yang tengah tidur di emperan, tukang cukur pinggir jalan. Kesannya tuh jujur dan lugu gitu. Negara semaju apa pun selalu menyisakan tempat bagi kaum “marginal”.

Monday, August 14, 2006

Catatan Harian

Day - 231

Minggu, 13 Agustus 2006 -- Semalam pesta kembang apinya bagus. Kezia dan Karen senang banget tuh. Pulang sampai rumah hampir jam 23.00. Karen tidur di MRT. Gendong deh. Kalo pergi-pergi malam begini. Mesti ada tugas tambahan. Gendong Karen :). Capek sih. Tapi enjoy-lah. Anak-anak selalu membuat hati saya terhibur. Kerap saya berpikir betapa cepatnya waktu berputar. Rasanya baru kemarin lihat mereka masih bayi :). Sekarang sudah sebesar itu. Kalau bisa saya ga pengen melewatkan sedikit pun waktu berharga melihat mereka tumbuh besar.

Mengantar mereka ke sekolah. Temenin main dan berenang. Atau sekadar bercanda dan bermain bersama mereka. Waktu-waktu yang ga akan saya lupakan. Saya sadar akan ada saatnya walaupun saya mau melakukan itu semua, tapi merekanya yang ga "mau". Entah karena udah punya teman main sendiri. Atau juga udah punya "kehidupan" sendiri. Saya percaya bahwa cinta sejati yang sesungguhnya adalah cinta antara orang tua kepada anak. Ngga ada pamrih. Ngga berharap apa-apa. Hanya memberi. Tak harap kembali. The greatest love of all.

Sampai di rumah ga langsung tidur. Beres-beres dulu. Buka email. Terus siapin khotbah. Saya tuh kalau besoknya ada tugas khotbah, hari ininya suka ga tenang. Buat saya khotbah adalah tanggung jawab besar. Apalagi kalau belum ada ide mau ngomong apa:). Makin ga tenang kan.

Hari ini saya khotbah tiga kali. Di GPBB dan GPO. Ada teman baik dari Jakarta yang datang berkunjung. Suami istri. Saya senang. Mereka sampai di Singapore dengan first flight. Terus ikut kebaktian di GPBB. Siang mereka jalan sama Dewi. Mereka tuh lebih tahu Singapore:). Katanya mau nunjukin mie yang enak hehehe. Saya langsung ke GPO. Dari GPO terus ke Plaza Singapore gabung mereka. Di GPO saya juga ketemu teman lain dari Jakarta. Satu keluarga. Lagi dolan di Singapore. Kita janjian besok ketemu di Lucky Plaza. Kalau liburan, banyak nih orang Indonesia datang ke Singapore. Buat saya jadi kegiatan tambahan tuh hehehe.

Catatan Harian

Day - 232

Sabtu, 12 Agustus 2006 -- Sore pimpin Persekutuan Pemuda GPO. Yang hadir sekitar 30-an. Saya langsung dari GPBB naik taxi. Sudah lebih sebulan di sini pergi-pergi sendiri sudah okelah. Walau bahasa masih susah. Tapi minimal ngerti sama ngerti :). Naik taxi, beli-beli, tanya-tanya. Ternyata yang namanya komunikasi tuh ga melulu soal bahasa lisan. Tapi juga “insting”. Hehehe.

Topiknya seputar jodoh. Ga tahu deh, ga di Indonesia ga di Singapore, saya koq jadi sering diminta pimpin seputar “pasangan hidup”. Saya sendiri percaya, ada orang-orang yang memang sudah ditentukan ga punya jodoh. Maksudnya ga menikah gitu. Menikah itu bukan tujuan, tapi sarana kan. Tujuan hidup manusia tuh hidup “baik” (bahagia, sejahtera, sukacita, produktif, menjadi berkat). Pernikahan hanya salah satu sarana menuju ke sana.

Dari GPO terus ke One Fulerton dekat Esplanade. Naik MRT dari Dhoby Ghaut ke Raffles Place. Dua setopan. Janjian ketemu teman di sana. Terus bareng jalan kaki. Dewi dan anak-anak sih sudah duluan. Mereka sejak siang main ke rumah teman. Dari sana langsung ke One Fulerton. Ada pesta kembang api. Fireworks. Katanya itu dalam rangka National Day Singapore. Ada lomba kembang api empat Negara; Perancis, Italy, Singapore, dan Belanda kalo ga salah.

Aduh itu orang yang mau nonton. Banyak banget. Acara mulai jam 9 malam. Jam 7 udah penuh. Banyak yang bawa tiker gelaran. Ke toilet penuh banget. Terutama yang cewek. Sampai antri bermeter-meter. Yang cowok malah ga gitu antri. Mungkin karena cowok lebih praktis, hehehe. Atau cewek emang lebih beser ya:). Untung kita sih udah dipesenin tempat strategis. Ada anggota jemaat punya restoran di sana. Dapat makanan gratis juga. Bener-bener strategis kan, hehehe.

Catatan Harian

Day - 233

Jumat, 11 Agustus 2006 -- Pagi kepala kepala agak cenut-cenut. Kemarin malam hampir ga tidur. Keasyikan ngetik. Lewat jam tidur malah jadi ga bisa tidur. Baru tidur jam 5-an. Jam 8 sudah harus bangun. Begitulah kalau lagi “in” ngetik :). Seperti biasalah ke kantor. Baca dan siapin ini dan itu.

Siang pimpin persekutuan Komisi Wanita. Tentang Bileam. Itu lo yang sampai diprotes oleh keledainya sendiri. Bileam tuh salah satu nama di Alkitab yang punya citra buruk. Sama dengan Yudas. Hampir ga ada kan orang tua yang mau ngasih nama anaknya Bileam? :). Yudas artinya sebetulnya bagus: terpujilah Tuhan. Bileam, ga jelas. Dua buku yang saya punya berkenaan dengan nama Bileam ga bahas tegas apa artinya. Konon mungkin itu sama dengan bal’am dalam bahsa Arab. Artinya pelahap.

Jadi, pernyataan Shakespeare yang terkenal "apa artinya sebuah nama?", ga gitu pas. Dibalik nama ada realitas yang hendak ditampilkan. Maka sebetulnya ga gampang loh menyandang nama. Bisa-bisa namanya bagus jebulnya kayak Yudas. Jadi kalau kasih nama anak, yang biasa-bisa saja deh. Jangan yang "ketinggian". Nanti malah “keberatan” nama. Hehehe.

Dapat kabar dari kakak saya, mereka ga dapat tiket ke Singapore. Semua pesawat baik yang langsung maupun yang ke Batam fully-booked. Kakak saya tuh sama keluarganya enam orang mau ke sini tanggal 17 Agustus. Liburan panjang di Indonesia membawa berkah bagi Singapore. Banyak orang Indonesia yang berlibur ke sini. Siapa bilang Indonesia krisis. Bahkan Negara macam Singapore “tergantung” juga loh sama Indonesia. Sayang ya Pemerintah Indonesia tuh ga bisa mengelola “sumber dayanya”.