Tuesday, March 22, 2011

Renungan Hari Ini 05

Tidak Harus Spektakuler

Bacaan Alkitab: 1 Raja-raja 19:9-13

Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. (1 Raja-raja 19:12b)

Seorang teman saya berkata begini, “Hidup saya ini biasa-biasa saja. Saya tidak pernah merasakan pengalaman rohani yang luar biasa; sesuatu yang menakjubkan, yang bisa membuat saya atau orang lain yang tahu tercengang. Karena itu tidak ada yang bisa saya ceritakan sebagai kesaksian.” – Bisa jadi banyak orang seperti teman saya itu, yang menganggap pengalaman rohani, atau pengalaman dengan Tuhan, mesti dalam wujud kejadian-kejadian yang luar biasa, hebat, di luar akal. Seperti sembuh dari sakit parah, yang dokter sendiri sudah angkat tangan, setelah didoakan Pendeta Anu. Atau selamat dari kecelakaan fatal, setelah menyerukan nama Tuhan Yesus berulang-ulang. Pokoknya kejadian yang spektakuler.
Padahal sebetulnya pengalaman dengan Tuhan juga bisa kita nikmati dalam peristiwa biasa dan sehari-hari. Seperti yang digambarkan dalam bacaan Alkitab hari ini. Elia sangat tertekan karena hidupnya terancam. Ia lalu melarikan diri ke Gunung Horeb. Dikatakan, datanglah angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecah bukit-bukit. Tetapi tidak ada Tuhan di sana (ayat 11). Begitu juga dalam gempa dan api, tidak ada Tuhan di sana. Sampai kemudian datanglah angin sepoi-sepoi, dan Elia merasakan kehadiran Tuhan (ayat 12-13).
Ya, melalui kejadian-kejadian sesehari kita pun dapat merasakan pengalaman dengan Tuhan. Seperti ketika kita bangun dari tidur dan menghirup udara segar, atau ketika melihat anak-anak yang tengah bermain gembira. Masalahnya, maukah kita membuka mata hati kita untuk melihat dan merasakan kehadiran Tuhan di sana? 

Percikan hikmah: Kehadiran Tuhan bisa kita rasakan dan alami dalam kejadian sehari-hari

Monday, March 14, 2011

Renungan Hari Ini 04


Mengapa Ini Terjadi?

Bacaan Alkitab: Mazmur 42:1-6

Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku ? Berharaplah kepada Allah ! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku ! (Mazmur 42:6)

Sungguh tak terperi duka dan derita yang dirasakan Sardiyanto, pria paruh baya yang berasal dari Jawa Tengah itu. Ia selalu meneteskan airmata ketika mengenang peristiwa tragis yang terjadi beberapa tahun silam. Bagaimana tidak, ia harus kehilangan lima anggota keluarganya sekaligus dalam peristiwa naas tragedi hilangnya pesawat Adam Air KI 574 jurusan Surabaya-Manado pada tanggal 1 Januari 2007. Sardiyanto tidak sendirian, ada banyak keluarga lain yang juga turut kehilangan orang-orang  dalam kecelakaan tersebut.
Ketika kita mengalami peristiwa yang menyedihkan, kerap timbul pertanyaan dalam hati, “Mengapa ini terjadi ? Mengapa saya harus mengalami ini ?” Dan kita tidak menemukan jawabannya. Ya, dalam hidup ini ada banyak peristiwa yang terjadi tanpa alasan atau jawaban yang memuaskan. Bencana alam yang meluluhlantakkan dan meninggalkan luka sedemikian dalam, penyakit berat yang tiba-tiba datang mendera tubuh, kegagalan demi kegagalan, dan persoalan yang seolah-olah tidak berujung.
Begitulah, banyak hal dalam hidup ini yang terjadi begitu saja. Maka baiklah kita meresponnya bukan dengan gugatan atau pun protes, tetapi dengan hati yang berserah dan tetap bersyukur. Seperti pemazmur yang dalam segala duka dan derita, tekanan jiwa dan kegelisahannya yang dialami, ia berharap kepada Allah dan tetap bersyukur kepada-Nya (ayat 6). Maka, marilah kita berhenti mencari jawaban. Jalani saja hidup ini dengan rela. Mungkin itu tidak serta merta akan menyelesaikan masalah, tetapi minimal tidak akan menimbulkan masalah baru atau menambah berat masalah yang sudah ada.

Percikan hikmah: Berdamai dengan kenyataan kerap merupakan jawaban dari banyak pertanyaan

Sunday, March 13, 2011

Catatan Hari Ini 052

Susah

Kadang kesusahan itu baik. Dan perlu. Karenanya tidak selalu ia harus kita “musuhi” atau “sesali”. Walau juga tidak perlu dicari-cari. Bayangkan apa jadinya kalau hidup kita melulu bahagia; hanya ada tawa riang dan gelimang kelimpahan, tidak ada duka sama sekali. Malah bisa berdampak buruk.

Mungkin kita jadi “keenakan”, lalu kita lalai; hidup serampangan dan sembarangan. Mungkin kita juga jadi malas, merasa puas dengan segala yang ada, lalu kita tidak mau lagi belajar, akibatnya kita tidak bertumbuh; tetap segitu-gitunya. Dan yang lebih celaka, kalau kemudian kita abai terhadap Tuhan, seolah-olah mampu hidup dengan kekuatan sendiri. Nah, apa tidak bahaya itu?

Kesusahan itu alarm alam, bahwa kita harus selalu “eling lan waspada”; jangan sombong, selalu mawas diri. Kesusahan juga bisa menjadi pendorong untuk kita hidup lebih baik, lebih matang, lebih berkualitas. Atau seumpama “ujian”, supaya kita naik kelas; tidak terus duduk di Sekolah Dasar.

Friday, March 11, 2011

Catatan Hari Ini 051


Hati

Perilaku, pikiran dan perasaan kita bersumber dari hati. Dari hati yang baik akan muncul perilaku, pikiran, dan perasaan yang baik. Sebaliknya, dari hati yang busuk akan menyebar pula kebusukan. Baik-buruknya perilaku, pikiran, dan perasaan pada akhirnya akan menentukan bahagia-derita kita.

Jadi, sebetulnya cerah-suramnya kehidupan kita tidak terletak pada segala apa diluar diri kita – suasana sekitar, harta benda, jabatan, atau apa pun – tetapi terletak dalam hati kita. Kita boleh memiliki segala-galanya, tetapi kalau hati kita buram dan penuh cela, maka suram pulalah hidup kita.

Maka, menjaga hati dari semua “kotoran” dan “sampah kehidupan” itu perlu – Seperti ungkapan bijak ini: Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan – Sebab itulah kunci ketenangan hidup. Caranya, dengan selalu mengevaluasi dan introspeksi diri. Lebih dari itu, dekatkan diri senantiasa dengan Sang Sumber Hidup.

Wednesday, March 09, 2011

Catatan Hari Ini 050

Murtad

Seorang teman yang beragama A bilang, kalau saya beralih ke agama A, maka sucilah saya, dan kelak sorga akan menjadi bagian saya. Akan tetapi kalau ada orang dari agama A, lalu beralih ke agama lain maka murtadlah ia, dan neraka akan menjadi bagiannya.

Lha, koq begitu? Jadinya relatif dan subjektif? Kalau, misalnya, setelah beralih agama, hidup saya lalu menjadi lebih baik; tidak berangasan lagi, tidak korupsi lagi, lebih mengasihi dan menghargai sesama, batin juga terasa lebih tentrem ayem, bahagia sejahtera; apa itu salah?

Murtad, tidakkah itu berarti: ketika dengan sadar dan sengaja saya melakukan tindakan-tindakan tercela yang justru mencoreng dan menjadi promosi buruk bagi agama saya; ketika tindak dan ucap saya malah membuat orang menjadi antipati terhadap agama saya? Tidakkah demikian?

Tuesday, March 08, 2011

Catatan Hari Ini 049

Andaikan

Andaikan semua orang itu hidup dalam kesadaran, bahwa kita adalah mahluk yang fana; tidak selamanya berada di dunia ini, cepat atau lambat kita akan “pergi”. Dengan tidak membawa apa-apa pula, kecuali sepotong jejak; sebuah kenangan di hati dan benak orang-orang yang kita tinggalkan.

Mungkin tidak akan ada orang yang serakah, atau yang mau mengorbankan apa saja, termasuk iman, kehormatan, dan hati nuraninya untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Tidak akan ada orang yang tega menindas dan sewenang-wenang terhadap sesamanya dengan alasan apa pun.

Dunia akan adem tentrem. Dan kita hidup dalam harmoni; saling mengasihi, saling respek tanpa kecuali; tidak dibatasi tembok-tembok suku, agama, atau pun status sosial. Masing-masing “mengantri” panggilan Tuhan dengan tenang dan damai.

Monday, March 07, 2011

Renungan Hari Ini 03

Terpeleset Kulit Jeruk

Bacaan Alkitab: 1 Samuel 17:40-58

Ketika orang Filistin itu menujukan pandangnya ke arah Daud serta melihat dia, dihinanya Daud itu karena ia masih muda, kemerah-merahan dan elok parasnya.” (1 Samuel 17:42)
  
Pada tahun 1911, Bobby Leach, seorang stunt-man, terjun di air terjun Niagara dalam sebuah tong baja rancangan khusus. Ia selamat hanya dengan cedera ringan. Kisah keberaniannya menjadi buah bibir dimana-mana. Beberapa tahun kemudian, Bobby Leach diberitakan meninggal dunia di New Zealand. Penyebabnya “sederhana.” Saat berjalan kaki di New Zealand, ia terpeleset kulit jeruk. Jatuh. Patah kaki parah. Lalu mengalami komplikasi, dan akhirnya meninggal.
             Kita bisa saja sanggup menghadapi bahaya besar, tapi justru kalah dengan tantangan kecil. Kita siap berhadapan dengan masalah besar, tapi kelimpungan ketika berhadapan dengan masalah sepele. Kita bisa tegar menahan gempuran “air terjun Niagara”, tapi tidak berdaya karena “kulit jeruk”. Begitulah risiko kalau kita lalai, menganggap remeh, atau merasa hebat.
Itu juga yang terjadi pada Goliat ketika menghadapi Daud. Ia menganggap remeh “anak kecil” yang kemerahan dan elok parasnya itu (ay. 43). Merasa “besar” dan sanggup mengatasinya dengan mudah. Tapi sejarah mencatat akhir tragis sang Pendekar kebanggaan bangsa Filistin itu. Goliat kalah dan mati (ay. 49). Sebetulnya Goliat telah kalah sebelum batu umban Daud menghantamnya, yaitu saat ia lengah dan meremehkan lawannya.
             Maka selalu waspada itu penting; dalam setiap keadaan dan kesempatan. Jangan lengah. Jangan menggampangkan sesuatu. Jangan menyepelekan tantangan sekecil apa pun. Kelengahan adalah awal dari kejatuhan. Ingat, bahkan sebuah kulit jeruk bisa mematikan seorang Bobby Leach.
  
Percikan hikmah: Ketika menyepelekan sesuatu, kita menjadi mudah lengah; di situ bahaya mengintip.

Sunday, March 06, 2011

Catatan Hari Ini 048


Masalah

Ada masalah yang terjadi karena ulah kita sendiri; kitalah sumber penyebabnya. Bila demikian, ya bertobatlah; koreksi diri, perbaiki diri. Tetapi ada juga masalah yang seolah “diberikan” kepada kita; kita gak salah apa-apa, tetapi seolah “dipaksa” untuk menelannya tanpa bisa menolak.

Bila demikian, jalan terbaik adalah jalani dengan rela. Dan gak usah cari-cari siapa salah. Anggap itu sebagai bagian yang memang sudah digariskan untuk kita. Sambil percaya, kalau Tuhan mengijinkan kita mengalami masalah itu, tentunya Dia sudah mempertimbangkan segala sesuatunya, termasuk kemampuan kita dalam menghadapinya.

Dan pasti dengan tujuan yang baik pula; entah mungkin Dia ingin mengajarkan sesuatu kepada kita, atau Dia ingin kita melakukan sesuatu yang selama ini gak pernah kita pikirkan. Karena itu tetap dekat-dekatlah dengan-Nya, sehingga kita bisa lebih peka dengan kehendak-Nya.

Saturday, March 05, 2011

Catatan Hari Ini 047

Hasil

Ketika kita melakukan sesuatu – belajar di sekolah, melayani di gereja, bekerja di kantor, dsb. – gak usahlah mengejar-ngejar hasil; menjadikan hasil sebagai yang pertama dan terutama. Sebab bila hasil yang menjadi fokus, kita bisa jatuh pada penghalalan segala cara. Pula, kita akan kehilangan momen-momen berharga untuk belajar dan bertumbuh.

Kita fokus saja pada usaha kita; lakukan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Atau dengan kata lain, jangan berfokus pada apa yang kita akan dapatkan, tetapi fokuslah pada apa yang bisa kita berikan. Tentang hasil, kita serahkan saja kepada Tuhan. Dia pasti akan menimbang dengan tepat.

Dengan demikian kita bisa menjalani “pekerjaan” kita, bukan hanya dengan nikmat, tetapi juga maksimal. Pun bila ternyata kelak, hasilnya gak seperti yang kita harapkan atau duga. Itu gak akan mengurangi kebanggaan kita. 

Friday, March 04, 2011

Catatan Hari Ini 046

Klop

Klop atau cocok atau ngeklik. Orang yang klop itu anugerah – boss, karyawan, rekan sekerja, teman sekost, dsb. – Membuat hidup menjadi lebih mudah, lebih nyaman, lebih berdaya guna. Pendeknya, lebih oke. Dengannya hidup kita akan lebih baik, langkah kita pun akan lebih ringan.

Sebaliknya boss yang gak klop, karyawan yang gak klop, rekan sekerja yang gak klop, teman sekost yang gak klop, dsb.; bisa jadi duri dalam daging, melemahkan tenaga, merampas kegembiraan, bikin capek hati, capek pikiran. Bahkan untuk urusan yang sederhana pun bisa jadi sulit bin rumit.

Akan tetapi menemukan orang yang klop itu gak gampang. Dan kadang gak bisa dicari-cari dan direncana-rencanakan. Ia datang begitu saja, muncul begitu saja, ngeklik begitu saja. Maka, bila kamu telah mendapatkan orang yang klop, jaga itu sekuat hati. Gak usah sayang-sayang berkorban untuknya.

Thursday, March 03, 2011

Sekadar Cetusan - 01

Kepada Wakil Rakyat

Jabatan yang Anda sandang kini bukan warisan atau hadiah; yang bisa Anda pergunakan sesukanya, tetapi titipan yang harus Anda pertanggungjawabkan. Pertama, kepada rakyat yang Anda wakili. Dan kedua, kepada Tuhan.

Jadi kalau pun misalnya Anda bisa "bebas" dari pertanggungjawaban kepada rakyat – karena mungkin mereka bisa Anda “kadalin”. Tetapi Anda tidak akan "bebas" dari pertanggungjawaban kepada Tuhan.

Akan tetapi kalau rakyat saja tidak bisa dikibulin dengan segala kata-kata “luhur” dibalik dana ini itu, studi banding ini itu, apalagi Tuhan. Tuhan melihat ke kedalaman jiwa Anda loh.

Maka, berawas-awaslah. Jangan salah melangkah. Sesungguhnya, kalau mau dibilang, Anda ini sedang berada di tempat yang licin, dengan jurang di kedua sisi jalan Anda; karena godaannya banyak.

Semoga saja akal sehat, nurani yang jernih, niat baik buat bangsa dan negara, itulah yang menjadi tongkat pegangan Anda. Karena hanya dengan itu Anda akan selamat dunia akherat. Wassalam.

Tuesday, March 01, 2011

Catatan Hari Ini 045

Korban

Dalam sebuah musibah yang memakan banyak korban – entah kecelakaan lalu lintas massal, entah bencana alam – dari orang yang selamat kadang terlontar ucapan demikian: “Puji Tuhan saya selamat, tidak kurang sesuatu apa. Tuhan rupanya masih sayang dengan saya."

Terlepas mungkin kalimat itu diucapkan secara spontan; tidak dengan maksud buruk apa-apa, tetapi tetap saja itu sikap tidak patut; menunjukkan kekurangan simpati dan empati terhadap para korban.

Sebab seolah-olah Tuhan sudah tidak menyayangi mereka yang tidak selamat, sehingga lalu membiarkan menjadi korban. Daripada mengucapkan kalimat serupa itu – yang tidak mendatangkan manfaat apa-apa; baik bagi diri sendiri, mau pun bagi yang mendengar – lebih baik berdiam diri.

Monday, February 28, 2011

Renungan Hari Ini - 02

Bahaya Lidah

Bacaan Alkitab: Yakobus 3:1-12

Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. (Yakobus 3:5a)

Dorothy Nevill adalah seorang penulis Inggris yang hidup pada tahun 1826-1913. Ia dikenal karena kepiawaiannya berbicara dan mempengaruhi banyak orang di zamannya. Suatu waktu ia pernah ditanyakan tentang bagaimana seseorang dapat disebut memiliki kemampuan berbicara yang baik. Ia menjawab, “Seni percakapan yang benar bukan hanya mengatakan hal yang benar pada waktu yang benar, tetapi juga untuk tidak mengatakan hal yang salah dan tidak boleh dikatakan walau ada kesempatan sekalipun.”

Yakobus mengingatkan tentang pengaruh lidah yang luar biasa, bahwa anggota tubuh yang kecil ini sanggup mencetuskan perkara besar (ay. 5). Ya, tidak jarang susah dan senang, sedih dan gembira, tragedi dan komedi justru berawal dari lidah. Lalu apakah itu berarti lebih baik diam daripada berbicara? Tidak. Yang harus kita lakukan bukan ”tidak memakai” lidah -- dalam arti tidak usah bicara -- tetapi ”memakai” lidah dengan baik, yaitu berbicara untuk sesuatu yang benar pada saat yang benar. Kalau pun harus berdiam diri, berdiam diri dengan benar pula. Untuk itu kita perlu memasang kekang pada lidah (Yakobus 1:26).

Orang yang dapat mengendalikan lidahnya adalah orang yang hanya akan berkata-kata kalau ia tahu betul kata-katanya itu benar, berarti, menghibur, menopang, dan menjadi berkat bagi yang mendengarnya. Dan yang memilih diam kalau ia tahu apa yang akan dikatakannya tidak jelas kebenarannya, tidak berarti apa-apa, tidak menjadi berkat; malah menyakiti, menimbulkan gosip, dan permusuhan.

Percikan hikmah: Taklukkan lidah, bukan dengan tidak menggunakannya, tetapi dengan mengendalikannya

Catatan Hari Ini 044


Pagi

Setiap pagi yang datang sebetulnya itu adalah petunjuk, bahwa hidup kita, atau waktu yang tersisa buat kita, di dunia ini makin terbatas. Dan kita tidak pernah tahu, berapa pagi lagi yang bisa kita jelang; kita hirup dan nikmati udara segarnya. Mungkin tinggal satu-dua pagi, mungkin juga masih ribuan pagi. Entah.

Satu hal yang pasti, cepat atau lambat, seperti seorang pelari, akan ada saatnya kita tiba di garis finis. Titik akhir. Dimana di sana segala jerih juang dan keriaan hidup hanya tinggal sebagai kenangan. Tidak ada kesempatan kedua.

Maka, mari kita sambut setiap pagi yang ada dengan syukur. Dan sertai dengan tekad untuk menjalani setiap waktu di depan dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya; sehingga kelak, ketika kita tiba di garis akhir, kita dapat berkata, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik.”

Saturday, February 26, 2011

Catatan Hari Ini 043

Agama

Agama bukan hanya soal hidup di sana – di akhirat – tetapi juga soal hidup di sini – di dunia ini. Bukan pula soal rumusan ajaran yang hebat-hebat, atau pun serentetan kewajiban yang “luhur-luhur”, tetapi soal hidup sehari-hari.
           
Jadi kalau agamamu gak membuatmu menjadi pribadi yang lebih baik, lebih welas asih, dan lebih menghargai kehidupan. Dan malah membuatmu menjadi pribadi yang gak toleran, mudah beringas menghadapi yang berbeda, telengas terhadap sesama; bakar, hajar, bunuh. Bukannya menabur kasih sayang, malah menebar kebencian; bukannya membawa kedamaian, malah menumbuhkan ketakutan dan kekacauan.

Maka pasti ada yang salah di sana; entah agama yang kamu anut yang keliru –bila demikian adanya, segera tinggalkan sebelum itu merusak jiwamu. Atau pemahamanmu terhadap agamamu itu yang salah – bila demikian adanya, ya bertobatlah.

Friday, February 25, 2011

Catatan Hari Ini 042

Jaminan 

Malam ketika berangkat tidur, tidak ada jaminan besok kita akan bangun lagi; sesehat apa pun tubuh kita, senyaman dan seaman apa pun tempat kita tinggal. Pagi ketika berangkat beraktifitas – ke kantor, ke kampus, atau sekadar shopping di mall – tidak ada jaminan kita akan kembali ke rumah; bertemu dan bercengkrama lagi dengan keluarga.

Ya, sesungguhnyalah kita hidup di bawah bayang-bayang kematian. Tiap saat – kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun – sang kematian bisa tiba-tiba datang menjemput. Dan kita tidak bisa mengelak, betapa pun kita ingin.

Maka, tiap saat, tiap detik, tiap helaan napas yang masih bisa kita jelang bersama orang-orang yang kita kasihi, itu adalah anugerah tidak terperi. Jalani dengan rasa syukur dan nikmat. Bila perlu perjuangkan.

Thursday, February 24, 2011

Catatan Hari Ini 041

Mimpi

Mempunyai mimpi itu baik. Dan perlu. Sebab mimpi, itulah yang akan mengarahkan seluruh “energi” yang kita punya. Hidup tanpa mimpi, seumpama orang bepergian tanpa arah, tanpa tujuan. Atau seperti permainan sepakbola tanpa gawang. Betapa tidak menariknya.

Tetapi hati-hati juga, jangan sampai kita hidup di dalam mimpi, sehingga kita abai terhadap kenyataan yang ada sekarang. Jangan karena begitu asyiknya memikirkan tujuan, lalu kita jadi tidak bisa menghargai dan menikmati perjalanan yang sedang ditempuh. Lebih-lebih jangan karena begitu terobsesinya dengan sebuah mimpi, lalu kita rela mengorbankan apa saja. Jangan.

Lagi pula, kadang sesuatu itu indah jika hanya "stay as a dream". Sungguh. Begitu menjadi kenyataan, keindahannya pun segera luntur. Jadi biasa saja. Coba deh tanya orang yang sekian lama mendamba punya ini dan itu, ketika apa yang didambanya itu terwujud paling ia akan berkata: "Ya, cuma begini toh."

Wednesday, February 23, 2011

Catatan Hari Ini 040

Munafik

Kalau ada satu kata yang ingin saya hapus dari perbendaharaan kata yang saya punya, maka itu adalah: kata munafik. Sebab setiap kali kata itu terlontar; dari mulut, muncul di benak atau di hati, maka ia seolah menghujam pula telak ke dalam diri sendiri.

Munafik dalam arti lain di mulut, lain di hati; lain bicara, lain tindakan. Adakah orang yang benar-benar bisa 'bebas' dari hujaman kata itu; adakah orang yang gak pernah munafik? Oke. Katakanlah kadarnya gak segede “politikus hitam”, tetapi dalam kadar “sehari-hari”; tidakkah kita pun punya kecenderungan untuk munafik?

Jadi, sebelum kita melontarkan kata itu kepada orang lain, baiknya kita berkaca dulu: layakkah kita? Jangan sampai kita malah jadi “double munafik”; munafik yang menghakimi orang lain munafik.

Renungan Hari Ini - 01

Awas Serigala

Bacaan Alkitab: Efesus 4:17-32

Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. (Efesus 4:31).

Seorang pemuda Indian bertanya kepada kakeknya, mengapa dirinya begitu gampang tersinggung dan cepat marah. Ia ingin tahu cara mengubah perangainya. Sang kakek bercerita bahwa, dalam diri manusia ada dua ekor serigala. Serigala yang satu selalu berpikiran negatif, mudah marah dan suka berprasangka buruk. Sedang serigala yang lain selalu berpikiran positif, baik hati, dan suka hidup damai. Setiap hari kedua serigala ini berkelahi. “Lalu serigala mana yang menang?” tanya si pemuda. “Serigala yang setiap hari kamu beri makan.”

Dalam diri kita ada tabiat baik dan tabiat buruk. Mana yang kemudian dominan sangat ditentukan oleh makanan rohani yang kita makan. Makanan rohani baik yang berasal dari pola asuh dan lingkungan keseharian kita, maupun makanan rohani yang kita sendiri upayakan.
Sebagai manusia baru di dalam Kristus kita perlu membuang segala tabiat buruk; dengki, suka menggosip, pemarah, pendendam, kasar, dan lainnya. Dan terus memupuk segala tabiat baik; sabar, suka menolong, baik hati, pemaaf, dan lainnya. Dengan semakin banyak memberi ”makan” pada tabiat baik, lama-lama tabiat buruk akan ”kalah”. 

Untuk dapat mengendalikan kedua tabiat itu, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah dengan rutin melakukan evaluasi dan introspeksi diri. Lalu pupuk kemauan dan disipilin untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, menekuni firman-Nya. Hanya dengan demikian kita bisa memfilter tabiat-tabiat buruk kita. Membuatnya tidak menjadi dominan, apalagi menguasai kita. Sekaligus menyuburkan tabiat-tabiat baik kita.

Percikan hikmah: Penguasaan diri berarti memegang kendali penuh atas tabiat baik dan tabiat buruk dalam diri kita.

Tuesday, February 22, 2011

I'm BACK!


Gak kerasa, nyaris dua tahun blog ini terbengkalai. Piuh. Tiba-tiba jadi ngerasa “salah”, mengingat kenangan yang pernah ada. Juga ngerasa “sayang”, mengingat buah yang telah dituai – dari blog ini setidaknya telah lahir lima buah buku jadi. Gak termasuk yang seperempat atau setengah jadi.

Pasalnya mungkin karena berondongan kesibukan. Ditambah serentetan “pilihan baru” – Facebook, Twitter, BBM – yang mau gak mau turut menyedot “energi” :). Belum lagi kejenuhan dan kebosanan. Jadinya malas. Sehari dua hari. Seminggu dua minggu. Lalu bablas sampai hitungan tahun.

Tetapi okelah. Gak guna melihat ke belakang. Yang penting sekarang saya kembali. Atau lebih tepat, berniat untuk telatenin lagi ini blog. Syukur-syukur bisa seintensif dulu. Harapan saya, kiranya blog ini bisa jadi berkat. Buat saya sendiri sudah cukup senang kalau ada satu orang saja yang membaca dan kemudian berkata, “Thx, God!”

Semoga niat dan usaha saya ini “panjang umur”. Terima kasih untuk teman-teman yang pernah nanyain tentang blog ini. Sedikit banyaknya, itu turut menjadi “bahan bakar” buat saya kembali. Salam.