Saturday, April 07, 2007

Catatan Paskah - 02


Salib, Hikmat atau Kebodohan?


Hukum Lex Talionis adalah hukum tertua di dunia. Tercantum dalam Kitab Hukum Hammurabi, Raja Babil yang memerintah sekitar tahun 2285 – 2242 SM. Isinya: Mata ganti mata. Gigi ganti gigi. Artinya, semua harus harus mendapatkan balasan setimpal dari apa yang diperbuatnya. Selain itu dikenal juga “hukum rimba”.Kuat harus menang. Lemah jadi budak. Yang lemah dimangsa yang kuat. Maka orang besar adalah orang yang berkuasa. Dalam dunia yang penuh persaingan, ungkapan “Siapa cepat dia dapat”. Lambat bertindak tergilas. Adalah lumrah. Berlaku baku.

Ajaran Tuhan Yesus menjungkirbalikkan nilai-nilai yang berlaku umum tersebut. Menurut Tuhan Yesus, yang terbesar malah harus melayani. Kebesaran dan kehebatan seseorang justru terlihat dari pengabdiannya. Dari kesediaannya untuk melayani orang lain. Bukan dilayani. Nama-nama seperti Ibu Teresa atau Marthin Luther King lebih harum di tulis sejarah dibanding Hitler atau Saddam Hussein.

Ajaran lain Tuhan Yesus yang juga menuai kontroversi adalah “tampar pipi kiri, beri pipi kanan”. Nggak kurang dari Filsuf Jerman Nietzhce menyebut agama Kristen sebagai “agama kaum pengecut dan pecundang.” Tuhan Yesus mau mengajarkan jangan membalas kebencian dengan kebencian. Nggak ada gunanya membalas kekerasan dengan kekerasan. Karena yang kerap terjadi jika kebencian dilawan dengan kebencian hanya melipatgandakan kebencian. Sebaliknya ketika diganjar dengan kasih, kebencian bisa menghilang tanpa bekas.

Buat dunia persaingan hanya bisa dimenangkan oleh mereka yang berjuang menjadi yang terdepan. Tapi bagi Tuhan Yesus justru yang terdepan akan menjadi yang terkemudian. Apa yang utama bagi dunia malah bisa membawa kita terperosok. Intinya, Tuhan Yesus mematahkan nilai duniawi.

Salib juga demikian. Salib adalah simbol kebodohan dan keterkutukan. Tapi lihat bagaimana cara Allah menggunakannya sebagai cara menunjukkan hikmatnya. Bukankah Tuhan Yesus bisa memilih cara mati yang lain? Mengapa harus jalan salib? Karena apa yang dipandang bodoh oleh dunia, justru dipakai Allah untuk menjungkirbalikkan hikmah manusia.

Salib mengingatkan kita, pertama, harga yang harus dibayar bagi setiap pengikut Kristus. Tidak memikirkan diri sendiri. Kedua, mengingatkan bahwa Tuhan Yesus sudah memberi diriNya untuk kita. Lalu apa yang sudah kita lakukan bagi Dia? Kita hidup bukan untuk mendapat apa-apa. Tapi untuk memberi apa-apa. Ketiga, seperti kata pepatah Belanda, setiap orang punya salib. Salib adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidup kita; jalani hidup ini, apa pun itu dengan syukur. (Ayub Yahya)

No comments: