Day - 317a
Cirebon oke. Kotanya ga kecil, ga besar. Ga macet. Cuma panasnya itu loh. Pinggir pantai sih. Kayak Semarang gitu. Makanan “kampungnya" asyik-asyik. Mie koclok di Pasar Balong, soto mie di Pekiringan, nasi jamblang di Pelabuhan, nasi lengko di Pagongan, empal gentong di Stasiun. Yummi.
Dulu, setelah akhirnya bisa berdamai dengan “panggilan” kependetaan, saya pengennya di Jemaat kecil di kota kecil. Tapi permohonan terakhir itu pun ga Tuhan kabulkan. Sejak selesai STT tahun 1991 sampai sekarang, saya justru dapat Jemaat besar di Jakarta. Begitulah hidup. Ga selalu berjalan seperti yang kita inginkan. "Tuhan ini saya. Pakai seturut kehendakMu." Itu saja selalu doa saya.
Baru baca di Koran, Barcelona menang lawan Arsenal yang sejak menit ke 18 bermain dengan 10 pemain. Kiper Jens Lehman kena kartu merah. Jadi kayak waktu lawan Chelsea di putaran pertama babak sebelumnya. Yaaa, kurang elok ah. Terlepas layak atau ga Lehman dikeluarkan. Hasil emang penting, tapi bagaimana mencapai hasil ga kalah penting kan.
Sama dengan gol ke gawang lawan. Golnya penting, tapi bagaimana proses terjadinya gol juga ga kalah penting. Makanya dari sekian banyak gol yang terjadi di sepakbola, hanya sedikit gol yang dikenang sampai sekarang. Kayak gol Maradonna ke gawang Inggris di Piala Dunia 1986. Atau gol Marco van Basten ke gawang Uni Soviet di Piala Eropa 1988. Simpati saya buat Arsenal. Betapun Arsenal telah menunjukkan permainan hebat. Dengan sebagian besar pemain muda pula.
4 comments:
gitu deh pak, sayangnya orang sekarang lebih seneng liat hasil akhir. Misalnya ortu yg terlalu nekan anak buat dapet nilai bagus, akhirnya anak jadi menghalalkan segala cara buat dapet bagus, yg penting ortu seneng
setuju. hasil penting tapi ga segala-galanya. Masalahnya, dunia sekarang apa-apa diukur dari keberhasilan. Prestasi tuh siapa yang terkuat, terhebat, terpintar, terjuara. Makanya, orang pun lalu berlomba-lomba mencari hasil. Terkadang dengan menghalalkan segala cara :(
dalam sepakbola tarik-menarik mana yang lebih penting hasil atau proses kerap terjadi. dua-duanya ada pendukung. yang mendukung lebih penting proses, memberi contoh tim belanda tahun 1974. mereka ga juara. yang juara jerman. tapi yang dikenang sampai sekarang tetap tim belanda dengan total football-nya.
yang mentingin hasil emmberi contoh brasil. sebelum ditangani scloari berasil kerap lebih memperagakan sepakbola indah. hailnya jeblok melulu. di piala dunia 82, 86, 90 berasil dijagokan. tapi malah ga juara
Sepakbola itu permainan fisik buat pemainnya sekaligus permainan perasaan buat penontonnya. Pemain mau cadangan atau pemain utama, harus berlarian kejar bola. Cape: Sepakbola kan permainan fisik.
Buat si penonton: kalau tim yang didukungnya kalah, mereka marah, kecewa akhirnya pot kembang di jalanan dipecah pecahin. Contoh lagi: Bola udah dekat gawang tapi tendangan meleset, penontonnya malah yang mbodo mbodoin penendangnya karena kesal, akhirnya meja digebrak tengah malam. Ada juga penonton yang sampai jadi "bola maniak" nonton sepakbola sampai larut tengah malam. Padahal besok harus ngantor, ngadepin ujian, (ada juga yang harus khotbah) tapi maksain ngelembur nonton bola. Bukannya itu artinya rasionalitasnya udah dikuasai oleh perasaannya, kecintaannya terhadap permainan sepakbola?
salam,
pram
Post a Comment