Hidup seumpama sebuah sungai; mengalirlah. Dengan keyakinan di mana pun kita “terdampar”, di situ Tuhan menyediakan sesuatu yang baik. Maka, berdamai dengan kenyataan itu indah.
Friday, March 03, 2006
Atas Nama Cinta
Cinta, seperti rakyat kecil di negeri ini, kerap hanya diatasnamakan. Diingat dan disuarakan – atau bahkan diagungkan – kalau lagi diperlukan.
Maka, jangan heran kalau, tanpa merasa bersalah atau malu, tidak sedikit orang yang memaksakan keinginannya, mengkhianati, mengeksploitasi, menindas atau bahkan membunuh sesamanya atas nama cinta.
Ironis memang. Cinta yang seharusnya menjadi sumber kebahagiaan dan kenangan indah, ini malah membuahkan derita dan mimpi buruk. Cinta yang seharusnya menghidupkan, senyatanya justru mematikan.
Inilah sesungguhnya tragedi terbesar dalam peradaban manusia. Yaitu, ketika cinta – karena kedegilan, kebodohan, egoisme dan egosentrisme – lantas menjadi ungkapan kosong; tanpa makna, tanpa “getar”, tanpa “greget”. Seperti kicau burung bagi yang tidak bisa mendengar, indahnya alam bagi yang tidak bisa melihat.
Padahal cinta adalah roh kehidupan. Cerah suramnya dunia ini sangat ditentukan oleh cinta. Suka dan duka, bahagia dan derita, tawa dan tangis dalam kehidupan kita sangat ditentukan oleh ada dan tidak adanya cinta. Ketika cinta tiada, maka yang tinggal hanyalah aroma kematian.
Yogyakarta, Maret 2004
Ayub Yahya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
katanya cinta itu bohong...:(
cinta bohong kecuali si Na
Post a Comment