Petani
Saya pernah membayangkan betapa enaknya jadi petani; tentram, tidak macam-macam. Hidup sehari demi sehari dengan bertani.
Bayangan saya berubah setelah saya tinggal di Jatimulyo. Hampir tiap hari saya berbincang dengan Pak Mardi, pemilik sawah persis di depan rumah; dan melihat sendiri bagaimana Pak Mardi setiap harinya. Kalau sawah akan mulai ditanami, setiap hari subuh-subuh atau tengah malam harus ngecek kalau-kalau saluran air mampet. Sebab kalau sampai kurang air bisa lama lagi sawah siap ditanami.
Kalau padi sudah berbulir, ia harus berjuang mengusir burung. Pernah saya tanya, kok tidak pakai boneka sawah, seperti dulu waktu kecil kerap saya lihat bila main ke sawah. “Burung sekarang pintar, Mas. Satu dua hari takut. Setelah itu, nggak takut lagi.” Maka, jadilah setiap hari nggak pagi, nggak siang, nggak sore Pak Mardi teriak-teriak mengusir burung-burung itu. ‘Oah... weyu.....”
Ah, segala sesuatu memang enak kalau dilihat dari luar. Tapi sebelum menilai enak atau tidak, lihat dulu ke dalam, rasakan, alami, baru bicara. Setiap profesi setiap peran setiap keadaan, pasti ada enak dan tidak enaknya.
4 comments:
bener banget tuh...kan ada pepatah rumput tetangga selalu lebih indah, padahal si tetangga harus ngerawatin tuh rumput mati2an ( dan biasanya kita tidak melihat hal itu )
kayak kita ngeliat pemain bola aja, idupnya enak, gaji besar. Padahal dibalik itu mereka harus menjalani separuh lebih hidup mereka bersama bola he3...., belum lagi latian fisik dari pagi sampai sore. Dan mereka nyaris ga ada waktu buat keluarga, kalo yg udah ngetop banget bahkan ga bisa bebas jalan2 tanpa ditemani bodyguard.....
yap. maka yang terbaik kita nikmati saja "dunia" kita ya :))
sekarang aja saya kepikiran kalo punya blog kayaknya enak ya he3, tapi ya ntar kalo ada blog juga belum tentu bisa rutin saya urusin, makanya saya nebeng2 nongol disini aja
hehehe, nebengnya jangan keseringan dong :))))
Post a Comment