Day - 255
Kemarin malam ke library di West Mall. Kezia dan Karen yang ngajak. Sekalian kita mau daftar member. Tempo hari kita ke sana ga bisa daftar member karena ga bawa paspor. Saya tuh ga “iri” dengan segala keteraturan, kebersihan, dan kemudahan tranpostasi di Singapura. Menurut saya, wajarlah. Ini negara kecil. Pasti ga sesulit ngurusin negara macam Indonesia. Tapi jujur, sungguh saya “iri” sekali ngelihat perpustakaannya. Ya ampun, anak-anak di sini bener-bener deh “dimanjakan” dengan buku-buku. Saya sangat terpesona melihat bagaimana anak-anak kecil begitu asyik membaca-baca buku di perpustakaan. Buku-bukunya bagus-bagus. Tempatnya nyaman. Bersih. Teratur. Pinjem dan kembaliin gampang. Andai Indonesia bisa sepeti ini. Buku adalah dasar penting pendidikan sebuah bangsa.
Saya kira peradaban sebuah bangsa bisa dilihat sejauh mana masyarakatnya mencintai buku. Kemajuan sebuah bangsa berbanding lurus dengan kecintaan bangsa itu membaca buku. Dan bagaimana sebuah masyarakat bisa mencintai buku sangat ditentukan sejauh mana pemerintah punya kepedulian akan pendidikan rakyatnya. Sayang Indonesia sudah terlalu lama diperintah oleh rezim yang lebih peduli kepentingan diri dan kroninya daripada pendidikan bangsanya. Saya jadi teringat seorang teman yang bemimpi membuka perpustakaan gratis di desa untuk masyarakat di desa. Saya mendukung sekali upaya-upaya seperti ini.
Mungkin baik juga gereja-gereja bekerja sama dengan penerbit-penerbit Kristen berusaha membangun perpustakaan gratis di desa-desa. Saya kira itu bisa menjadi salah satu misi gereja. Selama ini misi gereja kerap hanya kartitatif, bagi-bagi sembako, bagi-bagi uang, bagi-bagi pakaian. Ga salah sih. Tapi kalau hanya begitu ga cukup deh. Perlu misi yang sifatnya transformatif. Mengubah. Memperbaharui.
Tadi pagi bersama Dewi, saya ke Gleneagles Hospital di Orchad. Nengok seorang anggota jemaat dari Jakarta yang baru operasi di sana. Naik bis dua kali. Kami sudah membeli buku petunjuk bis. Tapi saya sih tetap ga bisa “membacanya”. Sebenarnya bukan ga bisa sih, cuma ga telaten saja. Untuk urusan jalan saya sih ngandelin Dewi.
3 comments:
pak kalo fasilitas buku, di komisi anak sih banyak. Dan sayangnya perpus anak sekarang lagi mati suri, karena ga ada penunggunya lagi.
sayang banget ya.
udah, mending sekarang kumpulin "tenaga" terus bikin perpus terbaik di indo. gw dukung.
salam,
pram
pak hedge, saya ngelihat kerap kita di jakarta, gampang sekali memulai sesuatu (nyediain buku, bikin majalah, dsb), tapi memelihara dan mengembangkannya keteteran.
pram, dukung teman saya yg mo bikin perpus di desa, mo?
Post a Comment