Tersalib : Egoisme dan Egosentrisme
Real Madrid punya julukan Los Galacticos. Team bertabur bintang. Dengan uang yang dimilikinya, klub terkaya ini mampu membeli pemain bintang sekelas Zidane, Ronaldo, Beckham dan lain-lain. Para pemain dengan kemampuan luar biasa dikumpulkan menjadi satu. Hasilnya? Tiga tahun berturut-turut tanpa gelar. Mengapa? Pengakuan para pelatih: betapa sulit memadukan para pemain bintang itu. Masing-masing tahu kehebatannya. Semua ingin jadi bintang. Akibatnya nggak "jalan". Gagal total.
Manusia punya kecenderungan dasar. Basic Insting. Diantaranya adalah hasrat untuk mengedepankan kepentingan dan keinginan pribadi. Maunya didengar. Pengennya diperhatikan. Mesti dianggap penting. Kudu dihormati. Egosentris. Pula hasrat untuk mengedepankan kebanggaan dan kepuasan pribadi. Senang lihat orang lain susah. Susah lihat orang lain senang. Suka orang lain gagal, duka orang lain berhasil. Egoistis.
Dalam kehidupan pribadi, kecenderungan buruk inilah yang kerap mejadi mengundang tragedi. Kecenderungan buruk ini pula kerap jadi batu sandungan yang paling tajam. Dalam kehidupan kolektif. Gereja. Masyarakat. Bangsa. Tidak ada yang bisa menjadi “besar” kalau para anggota mengedepankan ego. Hanya akan menuai kegagalan bila semua pihak menepuk dada sendiri. Merasa paling hebat dan paling besar kontribusinya. Menganggap diri paling penting. Paling elite. Dalam arti pribadi. Kecenderungan buruk ini hanya akan merugikan diri sendiri. Mencelakakan. Membuat kita kehilangan respek dari orang lain.
Sebuah komunitas akan menjadi besar. Jika relasi antar anggota dibangun dengan dasar saling menghargai. Mengetahui bahwa setiap anggota punya peran. Sama penting. Hubungan antar sesama dalam Alkitab diumpamakan sebagai satu tubuh. Setiap anggota punya tugas dan perannya masing-masing. Yang tidak bisa disepelekan.
Rasul Paulus menasihatkan: “Aku telah disalibkan, namun aku hidup. Tapi Kristus hidup dalam aku.” Keinginan dan kebanggaan. Egoisme dan egosentrisme sudah disalibkan. Yang tersisa hanyalah hidup yang menjelmakan Kristus. Melalui kata dan tindakan. Yang terlihat dan terasa oleh siapa saja.
Dengan peristiwa Jumat Agung, semoga menjadi sebuah tanda kematian atas egoisme dan egosentrisme kita. Dan selanjutnya berupaya semaksimal mungkin. Dimanapun berada. Senantiasa menjelmakan Kristus lewat hidup kita. (Ayub Yahya)
Manusia punya kecenderungan dasar. Basic Insting. Diantaranya adalah hasrat untuk mengedepankan kepentingan dan keinginan pribadi. Maunya didengar. Pengennya diperhatikan. Mesti dianggap penting. Kudu dihormati. Egosentris. Pula hasrat untuk mengedepankan kebanggaan dan kepuasan pribadi. Senang lihat orang lain susah. Susah lihat orang lain senang. Suka orang lain gagal, duka orang lain berhasil. Egoistis.
Dalam kehidupan pribadi, kecenderungan buruk inilah yang kerap mejadi mengundang tragedi. Kecenderungan buruk ini pula kerap jadi batu sandungan yang paling tajam. Dalam kehidupan kolektif. Gereja. Masyarakat. Bangsa. Tidak ada yang bisa menjadi “besar” kalau para anggota mengedepankan ego. Hanya akan menuai kegagalan bila semua pihak menepuk dada sendiri. Merasa paling hebat dan paling besar kontribusinya. Menganggap diri paling penting. Paling elite. Dalam arti pribadi. Kecenderungan buruk ini hanya akan merugikan diri sendiri. Mencelakakan. Membuat kita kehilangan respek dari orang lain.
Sebuah komunitas akan menjadi besar. Jika relasi antar anggota dibangun dengan dasar saling menghargai. Mengetahui bahwa setiap anggota punya peran. Sama penting. Hubungan antar sesama dalam Alkitab diumpamakan sebagai satu tubuh. Setiap anggota punya tugas dan perannya masing-masing. Yang tidak bisa disepelekan.
Rasul Paulus menasihatkan: “Aku telah disalibkan, namun aku hidup. Tapi Kristus hidup dalam aku.” Keinginan dan kebanggaan. Egoisme dan egosentrisme sudah disalibkan. Yang tersisa hanyalah hidup yang menjelmakan Kristus. Melalui kata dan tindakan. Yang terlihat dan terasa oleh siapa saja.
Dengan peristiwa Jumat Agung, semoga menjadi sebuah tanda kematian atas egoisme dan egosentrisme kita. Dan selanjutnya berupaya semaksimal mungkin. Dimanapun berada. Senantiasa menjelmakan Kristus lewat hidup kita. (Ayub Yahya)
No comments:
Post a Comment