Saturday, June 10, 2006

Renungan Sabtu - 05

Jogjakarta


Jogjakarta, buat saya, adalah kota kenangan. Masa lima tahun kuliah di sana adalah masa yang paling tidak terlupakan dalam hidup saya. Teman-teman, warung tempat biasa makan, gang-gang kecil yang biasa saya lalui; bagai masih lekat di pelupuk mata batin. Andai mungkin, rasanya ingin sekali saya kembali ke masa itu.

Akan tetapi Jogjakarta kini sudah tidak seperti dulu lagi. Bangunan semi megah; baik pertokoan maupun perkantoran, banyak bermunculan. Menggantikan rumah dan tempat yang dulu begitu lekat dengan siratan keluguan. Persis seperti gadis desa yang pulang dari kota dengan dandanan “wah”.

Lalu lintas juga tidak setenang dan sesederhana dulu. Saya ingat betul, dulu setiap pagi deretan sepeda, sebagian berboncengan, penuh gelak tawa beriringan membelah ketenangan. Terasa akrab sekali. Kini, yang ada adalah kesemerawutan, sikap sakarepe dewe dan ketergesa-gesaan.

Bahkan kampus yang dulu bagai rumah sendiri; begitu akrab dan penuh gelak, kini bagai tanah asing, dengan wajah-wajah beku. Tak ada lagi aroma keintiman di sana. Bahwa bekas-bekas kehangatan itu masih ada, tidak salah, tetapi itu pun sudah semakin terkikis habis.

Sungguh, saya kehilangan Jogjakarta yang dulu. Tetapi ya, tidakkah hidup memang demikian adanya? Tidak ada yang tetap. Yang baru pada akhirnya akan muncul menggantikan yang lama. Lengkap dengan baiknya di satu pihak, dan buruknya di lain pihak. Pada sebuah zaman, kemajuan dan kemunduran akan selalu berjalan seiring.

Maka, berhati-hatilah dengan kenangan; jangan sampai kita dibelenggu olehnya. Sebab salah-salah kita bisa jatuh pada romantisme sempit masa lalu. Lupa pada kekinian dan kedisinian. Masa lalu, betapa pun dia toh sudah mati.

Dari buku : Tragedi dan Komedi - Ayub Yahya, diterbitkan oleh Grasindo

No comments: