Saturday, June 17, 2006

Renungan Sabtu - 06


Hasil

Jerman adalah sepakbola. Semua penggila sepakbola di jagat ini pasti tidak akan menolak sinyalemen itu. Cerita tentang nama-nama beken macam Maier, Beckenbauer, Breitner, Rummenegge, dan Matthaus, adalah cerita tentang sebuah legenda. Dan legenda tidak pernah mati. Itulah sepakbola Jerman.

Sebagaimana sejarah peradaban manusia; akan sangat berbeda tanpa Karl Mark, "Sang Suhu" dari Jerman, begitu juga sejarah sepakbola; pun akan sangat berbeda tanpa Jerman. Boleh dikata kata sepakbola indah Brasil, catennacio Italia, dan kick and rush Inggris, tetap akan terasa kurang lengkap tanpa gaya liat dan ulet Jerman.

Akan tetapi sepakbola Jerman kerap juga berbalut cerita duka. Pun ketika mereka berada di puncak. Masih ingat piala dunia 1974? Di sana untuk kedua kalinya Jerman (=ketika itu masih Jerman Barat) menapakkan kaki di puncak tangga sepakbola dunia.

Tetapi toh insan sepakbola lebih memalingkan mukanya ke Belanda yang dihajar Jerman 1-2 di final. Total football Belanda menjadi trade mark sepakbola modern. Rinus Michel, Sang Konseptor, dan Johann Cruyff, Sang Inspirator, dibicarakan dimana-mana.

Lalu 1990, di Italia, Jerman untuk ketiga kalinya merebut piala dunia. Adalah
pinalti Brehme yang menghantarnya. Kekaguman? Tidak! Justru suara-suara sinis. Pinalti itu tidak layak, Voller telah melakukan diving (= tipuan). Argentina tidak layak mendapat "kutuk" itu. Tetapi "Sang Pengadil" sudah menjatuhkan vonis. Bahkan tangis seorang Maradona pun tidak kuasa merubah keadaan. Jerman juara. Tetapi itulah final terburuk dalam sejarah piala dunia.

Ya, hasil memang bukanlah segala-galanya. Bagaimana mendapatkan hasil itu juga kerap menjadi ukuran. Apakah kita mencapai sesuatu – entah jabatan, gelar akademis, atau juga kekayaan – dengan jujur, elegan, dan terhormat? Atau………?

Dari buku : Tragedi dan Komedi - Ayub Yahya, diterbitkan oleh Grassindo

No comments: