Tarmuji
Dengan bergerak ia menjadi kuat. Demikian kata Publius Vergilius Maro, penyair Romawi yang hidup menjelang abad pertama. Itu pula yang dirasakan oleh Tarmuji. Setiap hari mengayuh sepeda menjadikan tubuhnya liat. Kendaraan bebas polusi ini juga menjadi tempat bergantungnya. Sehari-hari ia mangkal di depan Museum Bank Mandiri di Jalan Pintu Besar Utara. Bersama 40-an rekannya, ia menggagas pembentukan Perkoempoelan Odjek Sepeda Kota Toea. Tarmuji adalah tukang ojek sepeda. Pekerjaan yang sudah ditekuninya bertahun-tahun. Penghasilannya beragam. 40 ribu sampai 50 ribu sehari. Dari situ ia menghidupi istri dan lima anaknya. Kemanapun ia mengayuh sepedanya, sebuah payung ada di bagian depan sepedanya. Tidak saja untuk menghindarkannya dari hujan. Tapi ketika hujan turun, Tarmiji memarkir sepedanya dan beralih peran jadi tukang ojek payung. (Sumber : Kompas)
Cermin :
Selalu ada yang bisa "dikerjakan" dalam hidup ini. Kuncinya mau. Lalu jalani dengan telaten dan penuh dedikasi.
Cermin :
Selalu ada yang bisa "dikerjakan" dalam hidup ini. Kuncinya mau. Lalu jalani dengan telaten dan penuh dedikasi.
2 comments:
Pak,
cerita-cerita begini tuh sering bisa inspiring yah pak...
terutama di konteks singapura yang sangat materialistic, competitive, pragmatic, dan meritocratic...
sering kita merasa tidak puas dengan apa yang sudah kita miliki, karena kita inginnya lebih (kok jadi mirip Gomer hehehe).
akibatnya kita jadi kurang bisa bersyukur...
Saya ada baca-baca juga cerita-cerita yang mirip ini, tapi konteks-nya USA. Yah bagus juga sih, cuman kalau konteks-nya Indonesia, jauh lebih berasa nyambung...
Makasih pak untuk sharing2nya lewat blog...
gbee,
sama-sama. setuju. justru lewat cerita ttg org biasa kita bisa berkaca. banyak hikmah yang bisa kita pelajari dari para org biasa itu.
Post a Comment