Tuesday, January 02, 2007

Walk in Faith - 01


Life is Beautiful
Bersyukur

Hidup bersyukur mendatangkan sukacita, karenanya menyehatkan; baik batiniah maupun lahiriah. Secara batiniah, seorang yang penuh rasa syukur akan dapat menikmati hidupnya, mengerjakan tugasnya dengan gembira. Bukan berarti dia tidak akan punya persoalan; persoalan barangkali tetap ada, tetapi seberapa besar pun persoalan yang dia hadapi, dia tidak akan kehilangan semangat hidup.

Contohnya Rasul Paulus. Kurang bagaimana besar dan banyaknya persoalan yang ia hadapi; mulai dari kesehatannya yang buruk (2 Korintus 12:7-10), sampai perlakuan jahat dari orang-orang yang membencinya dan menolak Injil yang dibawanya (2 Korintus 11:23-29). Tetapi toh ia tetap optimis dan berpengharapan. “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah,” begitu ia berkata (Roma 8:28).

Secara lahiriah, para ahli juga sepakat, bahwa ada korelasi langsung antara kegembiraan dengan kesehatan. Orang yang penuh sukacita dalam hidupnya umumnya lebih sehat, dibanding mereka yang selama hidupnya banyak bersedih dan berkeluh kesah. Jauh sebelum itu Penulis Amsal telah menulis, “Hati yang gembira adalah obat, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.” (Amsal 17:22)

Memang untuk bersyukur tidak selalu gampang. Lebih-lebih dalam situasi dan kondisi yang sulit. Sebab kita lebih mudah berpikir jelek, dan cenderung melihat pada yang tidak ada; kita juga cenderung hanya mengandalkan perhitungan akal kita, lupa bahwa kuasa Allah melampaui segala yang dapat kita pikirkan.

Akan tetapi bersyukur bisa diupayakan; diciptakan dan ditumbuhkan. Bagaimana caranya? Bertolak dari ketiga kecenderungan tadi: Pertama, berpikirlah positif; melihat hal-hal yang baik dalam hidup ini. Pun bila masalah sedang menghampiri. Sebab dibalik kejadian yang mungkin paling menyakitkan sekalipun, pasti ada hikmah indah yang bisa kita ambil. Seumpama pelangi dibalik hujan.

Kedua, jangan memikirkan yang tidak ada. Belajar puas dan menerima yang ada dengan lapang dada. Setiap orang punya bagian tertentu dalam hidupnya; dalam setiap bagian itu pasti ada sukanya dan dukanya. Tidak ada orang yang selama hidupnya suka terus, atau duka terus. Karena itu benar ungkapan ini: kalau lagi senang ingat saat-saat sedih supaya tidak lupa diri; kalau lagi sedih ingat saat-saat senang supaya tidak putus harapan.

Ketiga, meyakini bahwa kuasa dan kasih Allah melampaui segala apa yang bisa kita pikirkan dan perkirakan. Bahkan Allah dapat menjadikan pengalaman yang paling pahit sekalipun untuk kebaikan kita, sebagaimana yang dialami oleh Rasul Paulus. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Pula, masak Allah mengijinkan sesuatu terjadi dengan maksud buruk. Jadi, sebenarnya, buat kita tidak ada alasan untuk tidak bersyukur; dalam keadaan apa pun. “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11). – Ayub Yahya, disarikan dari tulisan dalam buku “Musuh Terakhir”, diterbitkan oleh Gloria, Yogyakarta.

No comments: