Wednesday, March 07, 2007

Catatan Harian

Day - 25

Rabu, 7 Maret 2007 -- Pagi bareng Dewi ke Gleneagle. Nengok teman. Ia kena demam berdarah. Baru pulang dari Jakarta. Terus ke gereja. Malam ada syukuran di rumah teman. Baca Kompas on line. Indonesia lagi-lagi musibah lagi. Duh. Ibarat luka, gempa bumi di Sumatera Barat masih berdarah-darah. Tahu-tahu pesawat Garuda terbakar di Jogja. Puluhan korban jiwa. Prihatin. Prihatin.

Kalau musibah alam seperti gempa bumi, kita pun mungkin ga bisa berbuat apa-apa. Kecuali tunduk, luruh, sujud kepada Sang Khalik. Tapi kalau musibah kecelakaan pesawat, harusnya kan ada yang bisa dilakukan. Khususnya oleh para “petinggi” yang berwenang. Masalahnya di Indonesia nyawa manusia kayaknya tuh ga “berharga”.

Di Italia satu orang korban jiwa gara-gara kerusuhan sepakbola, semua orang “kebakaran jenggot”. Pemerintah langsung turun tangan. Kompetisi dihentikan, walau karena itu harus rugi jutaan dolar. Di Perth, Australia, seorang anak kecil meninggal ketabrak mobil, pemerintah membangun monumen peringatan di tempat kejadian.

Di Indonesia kecelakaan terus terjadi. Darat, laut, udara. Korban pun berjatuhan. Tapi pemerintah seolah ga bergeming. Heran. Kecelakaan pesawat dalam hitungan bulan sudah 3 kali terjadi. Adam Air hilang. Lalu Adam Air lagi, tergelincir dan “robek” di Surabaya. Dan sekarang Garuda. Di dunia ini mungkin ga ada negara di mana kecelakaan pesawat begitu sering terjadi selain di Indonesia. Sad.

5 comments:

Anonymous said...

Benar-benar memprihatinkan.
Kalau menurut kabar, rata-rata pesawat yang dipakai di Indonesia berusia 17 tahun ke atas..sebetulnya sudah tidak layak pakai, tapi tetap dipakai juga lantaran murah (jadi bisa untung lebih banyak?). Gimana Indonesia bisa maju???

-ian- said...

@neria, memangnya indikator kemajuan negara hanya dilihat dari pewawat saja ?
Sekarang gini kak neria, bukankah sebuah negara harus bisa menyediakan alat transportasi bagi warganya. Jika negara hanya bisa membeli pesawat seperti itu, ya harus bagaimana lagi. Mungkin Indonesia bisa membeli pesawat yang bagus, tetapi apakah bisa dinikmati semua lapisan masyarakat. Saya yakin pemerintah sudah mempergumulkan masalah ini.
kehendak Tuhan lah yang berbicara bagi Indonesia. Ada rencana Tuhan yang pasti ketika musibah ini terjadi.

ayub yahya said...

thx responnya, neria dan septian. memang sih jadi dilema; pesawat baru, harganya mahal. pesawat lama murah tapi riskan.
tp mnrt saya persoalannya bukan pada pasawat lama or baru. tapi kalau kecelakaan itu karena manusianya gitu. misalnya 1. perawatan yang ga memadai. 2.atau karena "kebijakan" yang ga bijak. kayak pesawat mandala dulu jatuh kabarnya bahwa kelebihan beban. adam air yang hilang itu isunya bawa bahan peledak utk keperluan pertambangan (ya, itu baru kabar angin dan isu dikoran sih). repotnya juga pemerintah or perusahaan penerbangan suka ga terbuka dengan penyebab kecelakaan. contoh adam air di surabaya; jelas2 foto di koran retak, pihak adam sempat menyangkalnya. jadi kepanjangan. ini hanya sharing sih :)

Anonymous said...

Betul, pa Ayub. Tadi juga saya sempat ngobrol dgn teman2. Memang soal pesawat ini memprihatinkan. Umumnya usia pakai pesawat itu maksimal 25 tahun, tapi kira-kira setelah 10 / 15 tahun tidak lagi untuk penumpang melainkan kargo. Loh, masa manusia disamakan sama kargo? Ya kembali lagi, tergantung kebijakan si manusia yang punya wewenang. Tapi seharusnya ada standardisasi tertentu yang berlaku umum. Tujuannya ya safety itu. Yah soal pesawat ini mungkin hanya salah satu contoh kasus mengenai kondisi Indonesia yang "sakit". Sedihnya. Padahal kita punya pabrik pesawat terbang loh...hehe.

ayub yahya said...

neria, pesawat kepresidenan kita pun kalau ga salah usianya sudah lebih 20 tahun. ada yang tahu pasti? sebenarnya bukan hanya di pesawat, di bis or kapal laut standar keamanan juga sangat rendah. berapa kali terjadi kecelakaan bis lalu para penumpangnya terjebak di dalamnya. begitu juga kecelaan kapal laut