Day - 284
Semalam ngobrol sama teman sampai malam. Saya sebetulnya ngantuk banget. Flu lagi. Biasa kalau kurang tidur. Tapi teman saya itu, suami istri, lagi punya masalah berat. Mereka perlu teman sharing. Ga nyangka juga sih. Selama ini saya dan juga teman-teman lain, melihat mereka sebagai suami istri yang harmonis. Usaha mereka juga sukses. Tapi ya seperti kata pepatah Belanda, setiap keluarga pasti punya salib.
Pagi makan gudeg di Godean. Enak juga. Jogja di daerah kotanya relatif sudah normal. Jejak-jejak gempa sih masih ada; baik berupa bangunan yang retak, maupun berupa cerita-cerita “menggetarkan” dari teman-teman. Saya baca di Kompas Jogya. Di daerah Gunung Kidul ada 27 korban gemba di Desa Ngawu, Playen, yang menolak bantuan jatah hidup pasca gempa. Mereka menganggap kerusakan yang mereka alami tergolong ringan. Mereka meminta bantuan dialihkan kepada korban gempa yang kondisinya lebih parah. Sungguh berhati mutiara. Bandingkan dengan stasiun televisi dan koran yang berlomba “jualan” gempa untuk merebut untung.
Siang kembali ke Jakarta. Bandara Adi Sutjipto lokasi keberangkatan akibat gempa masih dalam perbaikan. Sampai di rumah jam 14-an. Dewi dan anak-anak jadi berangkat besok ke Singapura. Banyak tamu yang datang. Malam saya pimpin kursus tehnik berkhotbah di PPWG STT Jakarta. Ini pertemuan terakhir. Ada acara ramah tamah. Katanya, sekalian perpisahan dengan saya. Jadi terharu juga. Thx, rekans. Thx.
O ya tadi di jalan dari Bandara, seorang teman telepon. Ia pengen ketemu sebelum saya berangkat. Tapi ia wanti-wanti jangan dibatalin lagi. Katanya sudah tiga kali saya oke ketemu buat akan bareng, terus batal. Kelemahan saya tuh begitu, suka ga enakan nolak. Ini di terima itu diterima. Akibatnya hari H-nya, mesti deh ada yang terpaksa dibatalin. Teman saya itu bilangin saya, jangan begitu dong. Meski yang dibatalin itu biasanya yang janjian “ringan” kayak makan atau nonton. Tapi kalau bisa ya bilang bisa, ga ya ga. Bener juga. Saya harus bisa lebih tegas.
No comments:
Post a Comment