Yogyakarta
(KLA Project)
Pulang ke kotamu ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna terhanyut aku akan nostalgia
Saat kita sering luangkan waktu nikmati bersama
suasana Jogja
Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
merintih sendiri, ditelan deru kotamu
Walau kini kau t'lah tiada, tak kembali
namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk slalu pulang lagi
bila hati mulai sepi tanpa terobati
Ayah's quote :
15 tahunan yang lalu, seperti ketika lahirnya lagu ini, Jogja adalah kota kenangan. Tenang. Ramah. Sederhana. Udara pagi masih terasa sejuk. Sepeda-sepeda berkayuhan akrab. Bangunan-bangunan “kapitalis” yang sombong belum merajalela. Tapi sekarang kenangan itu hanya tinggal sisa-sisa. Tidak ada kaitan dengan gempa. Jauh sebelum gempa terjadi kenangan itu sudah sangat menipis. Gempa memperparahnya. Jogja seperti Bali dan Bandung adalah contoh betapa besarnya “kekuasaan” uang; menggerus dan merusak sebuah peradaban.
No comments:
Post a Comment