Karen
13 Juni 2001, pk. 07.40, lewat operasi cesar, Karen lahir. Sehat walafiat. Bahwa Karen bahagia terlahir ke dalam dunia; hanya dia dan Tuhan yang tahu. Tetapi yang pasti kami, saya dan istri, bahagia. Dan lega pula. Terutama kalau ingat kembali jejak langkah sembilan bulan yang lalu.
Lima bulan Karen dalam kandungan, istri saya sakit; suhu badan meninggi, ketika reda keluar bercak-bercak merah sekujur tubuhnya. Dokter satu bilang, itu virus sejenis campak. Dokter lain bilang, itu sejenis demam berdarah. Terus terang, ketika itu ada rasa gentar di hati; bagaimana dengan Karen?!
Tidak sampai dua minggu istri sembuh. Lalu semuanya berlalu biasa saja. Sampai menjelang sembilan bulan usia kandungan; kami bertiga, saya, istri, dan Kezia, kakak Karen, usianya hampir dua tahun, terkena flu dan batuk. Cukup berat pula. Bersama-sama kami ke dokter.
Sementara itu kami juga harus pindahan rumah; dan tugas rutin tetap menyerbu seperti biasa; perkunjungan, mempersiapkan khotbah, rapat-rapat, juga menulis. Di sini saya melihat ketangguhan seorang istri, sekaligus merasakan keteduhan cinta kasih ayah dan ibu.
Dua atau tiga minggu sebelum perkiraan waktu melahirkan, dokter kandungan istri sakit. Tanpa alternatif. Setiap kali kami datang atau telepon untuk check-up, perawat yang berjaga mengatakan, “Pak Dokter sakit.” Lantas kami berinisiatif mencari dokter pengganti. Dapat.
Dan, dua hari sebelum saya mengantar istri untuk operasi, satu-satunya pembantu di rumah minta berhenti. Lengkap sudah.
Maka, ketika saya mendengar tangisan Karen. Lalu dokter keluar ruang operasi dan mengatakan semuanya berjalan dengan baik, anak dan ibunya sehat; saya seumpama seorang pendaki gunung yang tiba di puncak setelah melalui jalanan terjal berliku, dan melihat awan-awan berarak di bawah. Lega. Hanya satu kalimat yang terucap, “Tuhan, terima kasih!” Doa kami terwujud sudah.
Doa kami sekarang, “Tuhan, jadikan kami alat-Mu untuk menyalurkan kasih dan sayang-Mu kepada Kezia, kepada Karen. Ajar kami, dan kalau perlu hajar kami, supaya kami jangan hanya mampu menghadirkan Kezia dan Karen ke dalam dunia, tetapi juga mampu memelihara dan menjaga mereka, serta membimbing mereka kepada-Mu. Sebab mereka adalah titipan-Mu. Mereka juga adalah milik-Mu.”
Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, ditebitkan oleh Gloria Graffa
Lima bulan Karen dalam kandungan, istri saya sakit; suhu badan meninggi, ketika reda keluar bercak-bercak merah sekujur tubuhnya. Dokter satu bilang, itu virus sejenis campak. Dokter lain bilang, itu sejenis demam berdarah. Terus terang, ketika itu ada rasa gentar di hati; bagaimana dengan Karen?!
Tidak sampai dua minggu istri sembuh. Lalu semuanya berlalu biasa saja. Sampai menjelang sembilan bulan usia kandungan; kami bertiga, saya, istri, dan Kezia, kakak Karen, usianya hampir dua tahun, terkena flu dan batuk. Cukup berat pula. Bersama-sama kami ke dokter.
Sementara itu kami juga harus pindahan rumah; dan tugas rutin tetap menyerbu seperti biasa; perkunjungan, mempersiapkan khotbah, rapat-rapat, juga menulis. Di sini saya melihat ketangguhan seorang istri, sekaligus merasakan keteduhan cinta kasih ayah dan ibu.
Dua atau tiga minggu sebelum perkiraan waktu melahirkan, dokter kandungan istri sakit. Tanpa alternatif. Setiap kali kami datang atau telepon untuk check-up, perawat yang berjaga mengatakan, “Pak Dokter sakit.” Lantas kami berinisiatif mencari dokter pengganti. Dapat.
Dan, dua hari sebelum saya mengantar istri untuk operasi, satu-satunya pembantu di rumah minta berhenti. Lengkap sudah.
Maka, ketika saya mendengar tangisan Karen. Lalu dokter keluar ruang operasi dan mengatakan semuanya berjalan dengan baik, anak dan ibunya sehat; saya seumpama seorang pendaki gunung yang tiba di puncak setelah melalui jalanan terjal berliku, dan melihat awan-awan berarak di bawah. Lega. Hanya satu kalimat yang terucap, “Tuhan, terima kasih!” Doa kami terwujud sudah.
Doa kami sekarang, “Tuhan, jadikan kami alat-Mu untuk menyalurkan kasih dan sayang-Mu kepada Kezia, kepada Karen. Ajar kami, dan kalau perlu hajar kami, supaya kami jangan hanya mampu menghadirkan Kezia dan Karen ke dalam dunia, tetapi juga mampu memelihara dan menjaga mereka, serta membimbing mereka kepada-Mu. Sebab mereka adalah titipan-Mu. Mereka juga adalah milik-Mu.”
Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, ditebitkan oleh Gloria Graffa
1 comment:
karen dan kezia itu artinya apa ya Pak ?
Post a Comment