Sabtu, 27 Januari 2007 -- Pagi main bulutangkis di Sport Hall Bukit Gombak. Sama teman-teman gereja. Dewi, Kezia dan Karen ikut. Kita naik taxi. Sopirnya cerita, di Jurong East Station ada orang bunuh diri. Nubrukin diri ke MRT. Kata teman, di sini sering tuh kejadian begitu. Pelajar yang stress, gadis putus cinta, orang kalah judi. Pantes di stasiun MRT suka ada tulisan: Value life. Act responsibly. Dalam 4 bahasa; Mandarin, Melayu, India, dan Inggris.
Tapi namanya orang stress, mana ngerti himbauan-himbauan kayak begitu kan. Di Indonesia pernah juga ada beberapa kasus bunuh diri. Kebanyakan karena alasan ekonomi. Salah satu yang sempet menjadi "buah bibir", seorang pelajar SD di Garut nekad gantung diri. Ia malu ga bisa bayar uang ekskul sekolah Rp.2.500. Iya, 2.500 rupiah! Mungkin bagi mereka hidup sudah sedemikian "sumpeknya". Lalu jalan pintas menjadi pilihan.
Padahal "cerah-suram" hidup ini kadang hanya soal "sudut pandang". Saya ingat seorang sopir bajaj di Jakarta. Tahun 1999-an. Ia "kerja" dari jam 4 subuh sampai jam 10 malam. Penghasilan per hari 15-20 ribu. Anaknya 3, istri 1. Waktu saya tanya, apa ia ga susah dengan hidupnya? Ia jawab, “Hidup ini yang ngasih Tuhan. Rejeki lebih rejeki kurang, Tuhan yang atur. Saya sih cuma ngejalani. Yang penting saya sudah berusaha. Selebihnya terserah Tuhan."
Sebuah prinsip yang bagus. Berusaha sebaik-baiknya, berserah sebulat-bulatnya. Just do the best, let God do the rest. Benar kata pepatah, seorang pahlawan bukan hanya mereka yang berani mati. Tapi juga mereka yang berani hidup. Pulang dari bulutangkis, kita makan di Pizza Hut Bukit Batok. Rencananya sampai rumah mau berenang. Tapi hujan. Ga jadi. Sorenya pimpin acara house warming di daerah Ang Mo Kio.
No comments:
Post a Comment