Senin, 29 Januari 2007 -- Seharian di rumah. Libur. Beres-beres. Main game boy :). On-line internet. Lihat klip-klip lucu di youtube.com. Baca situs-situs berita seputar Indonesia. Siang ada teman sekeluarga main ke rumah. Ngobrol sampai agak sore. Malam kita ke library di West Mall. Pinjem buku buat Kezia dan Karen. Imlek masih sekitar setengah bulan. Tapi suasananya sudah sangat terasa. Aksesoris. Makanan. Dominasi warna merah.
Berita tentang Indonesia bagai cerita roman: Tak putus dirundung malang. Musibah di darat, laut dan udara. Poso "berdarah" lagi. Flu burung. Ratusan peternak unggas merugi. Banyak unggas terpaksa dimusnahkan. Para pedagang ayam "menjerit". Orang pada takut makan ayam. Lalu wabah demam berdarah. Di tengah "gonjang-ganjing" begitu, ehh malah muncul PP Nomor 37. Tentang kenaikan tunjangan anggota dewan. Sigh!
Belum lagi soal penegakan hukum. Ampun deh. Kebenaran dan keadilan jadi relatif. Bukannya berpihak pada yang benar, tapi pada yang bayar. Uang jadi “panglima”. Semua-semua UUD. Ujung-ujungnya duit. Cilakanya itu terjadi di semua jenjang. Dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Bahkan mass-media kerap ikut pula "bermain keruh". Rakyat biasa jadi korban. Mereka yang ga punya uang atau akses ke petinggi. Walau mereka ga bersalah. Sigh!
Jadi ingat kata-kata Nabi Habakuk: "Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: "Penindasan!" tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik." Sigh!
Berita tentang Indonesia bagai cerita roman: Tak putus dirundung malang. Musibah di darat, laut dan udara. Poso "berdarah" lagi. Flu burung. Ratusan peternak unggas merugi. Banyak unggas terpaksa dimusnahkan. Para pedagang ayam "menjerit". Orang pada takut makan ayam. Lalu wabah demam berdarah. Di tengah "gonjang-ganjing" begitu, ehh malah muncul PP Nomor 37. Tentang kenaikan tunjangan anggota dewan. Sigh!
Belum lagi soal penegakan hukum. Ampun deh. Kebenaran dan keadilan jadi relatif. Bukannya berpihak pada yang benar, tapi pada yang bayar. Uang jadi “panglima”. Semua-semua UUD. Ujung-ujungnya duit. Cilakanya itu terjadi di semua jenjang. Dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Bahkan mass-media kerap ikut pula "bermain keruh". Rakyat biasa jadi korban. Mereka yang ga punya uang atau akses ke petinggi. Walau mereka ga bersalah. Sigh!
Jadi ingat kata-kata Nabi Habakuk: "Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: "Penindasan!" tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik." Sigh!
No comments:
Post a Comment