
Siang diajak makan sama Rev. James Seah. Ia pendeta paling senior. Orangnya baik banget. Bener-bener sosok seorang pendeta deh. Ga kayak saya :) Ia orang Malaysia. Kita makan sekalian bareng dengan teman-teman Pendeta dan Preacher dari kongregasi bahasa Inggris dan Mandarin. Sudah direncanakan sejak minggu lalu. Saya satu-satunya yang bahasa Inggrisnya “payah” :). Duh. Tapi ya so far so good-lah. Rasanya akrab. Kita makan di Penang Place, restoran khas Malaysia. Di daerah Jurong. Buffet. Semua makanannya enak-enak. Kecuali rujak, rasanya aneh. Katanya, yang punya pendeta. Dan kalau pendeta bawa teman makan di situ, ga bayar.

Sejak SD sampai SMP di Bandung sebetulnya saya sudah berbisnis. Jualan telor puyuh. Jualan mainan anak-anak. Pernah juga jualan rokok dan permen. Tapi “bakat” bisnis saya ga terasah. Malah terkubur. Hehehe. Masuk STM saya beralih ke menulis. Sampai kuliah. Sampai sekarang. Bisa jadi sih Tuhan ga ngijinin saya punya “bisnis” di waktu sekarang-sekarang ini, karena tahu jangan-jangan konsentrasi saya malah ke bisnis ga ke pelayanan :).
Makanya saya heran. Ada seorang teman saya. Ia punya warisan dari ayahnya bisnis yang oke. Ia tinggal jalanin tanpa banyak menyita waktu. Bisnis itu sudah bisa jalan sendirilah. Eh, ia malah mau masuk sekolah teologi. Orang itu emang lain-lain. Rumput di halaman rumah tetangga selalu kelihatan lebih hijau. Saya pun ngelihatnya enak ya orang yang punya bisnis bisa punya banyak waktu buat ini dan itu. Bisa melakukan kegiatan di gereja sesuai minat hatinya. Padahal kalau saya sudah ngalami sendiri, ya belum tentu juga.
2 comments:
hehehe... koq mimpinya sama ya ... saya malah sempet kepikiran banting stir ... turunan kali ye
ya bagus lah kalo udah punya "bisnis" warisan trus masuk theologi. jadi, kelak kalau sudah terjun ke pelayanan, ia jadi lebih "mandiri". bukan "melayani untuk hidup" tapi "hidup untuk melayani." ya semoga saja begitu.
salam,
pram
Post a Comment