Minggu, 4 Februari 2007 - Jakarta masih banjir. SMS dari teman: "Hr ini di GKI Kaput ga ada kebktian. Hny pkl 8.30 ibdah sngkt utk yg ngungsi. Lihat tayangn TV KG kayak danau. Kwasn elite t'parah kena banjir." SMS dari teman lain: "Kami ga ngungsi kmana2. Bnjr skliling Kaput m'prihtnkn. KG gawat. Keluar rmh mst naik perahu." SMS dari teman lain lagi: "Jkt spt lautan. Apalg KG. Dpn mall sepinggang!" Sad.
Saya mulai akrab dengan KG (Kelapa Gading) tahun 1996-an. Awal saya "masuk" GKI Kaput. Konon dulunya itu rawa-rawa. Lalu berkembang menjadi perumahan mahal dan sentra bisnis kelas "kakap". Bagi saya yang paling mengesankan di KG tuh Gereja St. Yakobus. Tapi itu dulu. Ketika gereja itu masih dikeliling pesawahan luas. Melihatnya terutama sore hari pas matahari mau tenggelam rasanya tentram gitu.
Sekarang pesawahan itu sudah ga ada lagi. Sudah jadi pertokoan dan perumahan. Sad. Saya rasa KG tuh contoh pembangunan yang "salah kaprah". Bisa dibilang setiap petak tanah ga dibiarkan "kosong". Pokoknya jadi duit. Terus bangun. Perkantoran. Perumahan. Apartemen. Mall. Ibarat kelapa, terus diperas. Sampai kering. Modus serupa terjadi di daerah Kayu Putih. Di sana "tanah resapan" makin sempit pula. Begitulah. Demi uang manusia terus "menciderai" alam. Padahal alam pun tentu punya "batas kesabaran".
Siang pimpin kebaktian remaja GPO. Ada sharing dari seorang "alumnus" remaja GPO. Ia sudah pemuda. Mau ngelanjutin studi ke Australia. Intinya ia bersyukur bisa aktif di remaja. Dari awalnya bukan "siapa-siapa", hingga ia "bertumbuh". Good. Gereja memang harus jadi ajang "penggodokan spiritual" jemaatnya kan. Dari remaja terus pimpin renungan di persekutuan Paduan Suara Eklesia. Dilanjutin ramah tamah makan malam.
No comments:
Post a Comment