Tuesday, August 01, 2006

Catatan Harian

Day - 243

Dapat undangan dari National Council of Churches of Singapore (PGI-nya sini) untuk menghadiri kebaktian syukur Hari Kemerdekaan Singapore. Juga dapat buku judulnya: Colours of Love, A Collection of Stories and Fables from Various Religions in Singapore. Ada sepuluh cerita bijak yang berasal dari sepuluh agama. Termasuk Baha’i, Sikhism, Jainism, dan Judaism. Kristen di sini ga dibedakan Katolik dan Protestan kayak di Indonesia.

Saya belum pernah mendengar di Singapore terjadi kerusuhan atas dasar agama. Jangan sampe deh. Sejarah membuktikan, konflik atas dasar agama biasanya paling berdarah-darah dan sulit diperdamaikan. Makanya kerukunan antara agama tuh penting. Sama pentingnya dengan kebebasana beragama. Kerukunan dan kebebasan beragama harus berjalan seiring. Kerukunan ga boleh mengorbankan kebebasan. Tapi kebebasan juga jangan sampai mengganggu kerukunan. Kuncinya, menurut saya pada kedewasaan cara kita beragama. Konsisten dengan “identitas” agama kita, harus. Tetapi tanpa memandang agama lain sebagai musuh yang harus ditaklukkan.

Agama seharusnya memang menjadi sesuatu yang pribadi. Ga bisa dipaksakan. Ga bisa juga dilarang-larang. Negara sebaiknya juga sebaiknya ga usah ikut campur dengan urusan agama. Kecuali kalau agama sudah menjadi gangguan umum. Dan ga kalah penting juga kita sebagai umat beragama, jangan sampe sikap dan tindakan kita malah menjadi “promosi” buruk bagi agama kita. Kan aneh kalo kita menyebut diri orang beragama, tapi tindakan kita malah lebih buruk dari masyarakat umumnya. Preman berkedok agama.

Seharian ini di kantor. Dua hari ditinggal banyak hal yang mesti dikerjakan. Terutama baca imel :). Sorenya pas pulang, nunggu bis lama banget. Sampe setengah jam lebih. Duh. Kalo naik taxi sudah dari ujung ke ujung Singapore tuh. Bis yang ditunggu datang, tapi penuh banget. Berdesak-desakan. Persis di Jakarta. Bedanya ga sampai ada yang gelantungan di pintu :)). Ga biasanya deh begini. Hiburannya, sore ini ga ada acara khusus. Jadi bisa bercengkrama dengan keluarga. Kezia dan Karen sudah nagih berenang.

4 comments:

Anonymous said...

ah, kerusuhan agama itu kadang biang keroknya bukan kelakuan agama lain, tapi justru kelakuan agama sendirinya itu. Beribadah kan bisa dilakukan dengan tidak saling mengganggu. Contoh yang gampang di indo: beberapa rumah ibadah menjadi pengganggu lalu lintas jalan umum.

Kedua, menjalani kehidupan beragama kan bisa dilakukan dengan saling mendukung, bukannya saling menyulitkan. Contoh (lagi di indo): Gus DUr pernah bilang, "orang muslim bisa mencari dukungan dana buat pembangunan mesjid dengan gampangnya, sedangkan orang kristen baru minta ijin aja susahnya minta ampun."

kalau di singapur ga kayak indo, boleh lah singapur dibilang aman dari kerusuhan berkedok agama.

salam,

pram

ayub yahya said...

hehehe point satu okelah :))
kumaha cirebon? enggeus menang kost di jogja?

Anonymous said...

perang agama memang keliatannya konyol, tapi itu terjadi. mulai dari perang salib, bahkan di Irlandia masih terjadi perang antara umat Kristen vs Katolik. bayangin aja masih satu "jurusan" pada lempar2an granat.juga perang antara Sunni vs Syi'ah di Timur Tengah.

menurut saya ya itu gara2 sebagian kecil orang yang mau ambil untung dari perang tsb.

btw di singapura walaupun gelayutan di bis ga ada copet ya he3

ayub yahya said...

hi pak hegde, perang agama biasanya disebabkan dua hal; politisasi agama, dan fanatisme but. copet? belum pernah sih :))