Tuesday, August 15, 2006

Catatan Harian

Day - 230

Senin, 14 Agustus 2006 -- Siang bersama teman dari Jakarta ke toko buku Borders di Orchad. Itu salah satu toko buku terbesar di Singapore. Luas. Nyaman. Disediakan bangku-bangku buat sekadar baca. Buku-bukunya juga ga dibungkus-bungkusin plastik :). Jadi orang ke sana bisa baca dengan bebas. Ga melulu harus beli.

Saya ingat waktu kecil dulu di Bandung. Saya sering ke toko buku di Jalan Merdeka. Padahal rumah saya tuh jauh loh. Di daerah Cijerah. Naik bis kota sampai alun-alun. Terus jalan kaki. Sekadar baca. Ga beli. Bisa sampai sore tuh. Ga ada bangku. Baca ya sambil berdiri. Kalau pegal berdiri, baca sambil jongkok atau duduk di lantai. Tapi sama petugasnya suka ditegur. Ga boleh sambil jongkok atau duduk di lantai :). Malah pernah dimarahin dan disuruh keluar. Dari pengalaman itu saya jadi punya mimpi, suatu saat saya pengen punya toko buku. Luas. Lengkap. Nyaman. Orang boleh sekadar baca. Ga harus beli. Saya akan sediakan bangku-bangku. Musik. Cuma ya, namanya juga mimpi. Entah kapan terwujud. Di Jakarta saya lihat sudah ada toko buku serupa itu. Cuma masih terbatas untuk kalangan tertentu.

Di Borders saya lihat buku 1000 Places to See Before You Die, a Traveler’s Life List. Memuat informasi tempat-tempat wisata di seluruh dunia. Tapi ya tempat-tempat yang umum sih. Dari Indonesia masuk Bali, Toraja, Yogyakarta, Lombok. Kemudian juga ada buku 500 Places to Take Your Kids Before They Grow Up. Lengkap dengan panduan, tempat itu cocok untuk anak usia berapa. Nah, di buku ini tempat dari Indonesia ga ada yang masuk :).

Yang menarik buku A Slice of Singapore, People, Portraits, Places. Menarik karena menampilkan Singapore dari sisi “kusam”. Ga seperti di buklet-buklet yang banyak dibagikan gratis di bandara atau hotel. Ada foto encim-encim yang sedang ngumpulin kardus bekas, tukang sate keliling pakai sepeda, orang-orang yang tengah tidur di emperan, tukang cukur pinggir jalan. Kesannya tuh jujur dan lugu gitu. Negara semaju apa pun selalu menyisakan tempat bagi kaum “marginal”.

No comments: