Wednesday, August 09, 2006

Catatan Harian

Day - 235

Tadi pagi berdua Dewi ngelawat yang sakit. Oom dari salah seorang pemuda GPBB. Ia baru dua minggu di Singapore. Sedang berobat di Gleneagles. Katanya kanker pita suara. Sudah berobat di rumah sakit di Jakarta. Ditangani salah seorang professor di rumah sakit itu. Langsung divonis harus operasi angkat pita suara. Ia keberatan. Lalu berobat di Singapore. Ternyata menurut dokter sini cukup diradiasi plus kemo. Kemungkinan sembuh 90 persen. Ia tunjukin hasil biopsy dari rumah sakit di Jakarta tersebut. Hanya tiga baris. Sampai dokter di sini geleng-geleng. Ga bisa diagnosa apa-apa. Karena ibarat sebuah laporan, ga ada kepala ga ada ekor. Akhirnya ia di-biposi ulang. Hasilnya sampai dua lembar katanya. Ia menceritakan pengalamannya itu dengan kejengkelan terpendam terhadap dokternya di Jakarta.

Ia bilang, di bagian oncology Gleneagles 90 persen pasien dari Indonesia akibat ketidak puasan terhadap dokter. Ada yang asal diagnosa. Ada yang asal operasi. Ada yang asal kasih obat. Macam-macam. Wah, wah, wah. Kalau betul begitu, yang saya bayangkan, kasihan orang-orang yang tidak punya uang. Dan tidak bisa berobat ke luar negeri. Kayak ke Singapore atau Penang Malaysia. Mereka harus menerima hasil dokter yang sangat ga bisa dipertangungjawabkan. Mungkin ini juga bisa menjawab, kenapa banyak sekali orang Indonesia yang berobat keluar negeri.

Waktu di Yogyakarta dulu saya juga pernah punya pengalaman buruk dengan dokter di rumah sakit. Dua kali. Pertama, asal diagnosa. Sampai beli obat mahal-mahal. Ga sembuh-sembuh. Diperiksa dokter lain, ternyata penyakitnya bukan itu. Kedua, dokternya "cuek bebek". Sepanjang meriksa diem terus. Waktu saya tanya kenapa, eh ia malah marah-marah. Ampun deh. Di koran saya juga kerap tuh baca keluhan terhadap dokter. Saya tahu pastilah ga semua dokter di Indonesia begitu. Di Jakarta saya kenal dokter-dokter yang baik. Tapi kalau karena nila setitik saja rusak susu sebelanga. Apalagi kalau nila "sebotol" kan. Menurut saya dokter-dokter yang "asal" tuh dosanya dua kali, terhadap pasien dan terhadap sesama dokter.

Hari ini National Day Singapore. Hari libur. Kita ada acara kebersamaan dengan remaja dan pemuda sampai sore. Sempet ikut main sepak bola futsal. Capek. Tapi asyik juga. Kebersamaan dan keakraban biasanya lebih bisa dibangun dalam acara-acara informal seperti itu. Malamnya pertemuan dengan keluarga-keluarga dalam rangka persiapan membuat buku untuk acara bulan keluarga. Pulang ke rumah Kezia dan Karen sudah tidur. Tadi pagi saya cuma sempet ketemu sebentar dengan mereka.

4 comments:

Anonymous said...

Turut prihatin.. Saya juga pernah ngalami kecewa sama dokter di sini 3 kali.. Pertama, istri cuma flu, dikasih obat. pengaruh obat kena maag, akhirnya diopname. biaya 9 jt saja.. kedua, mertua, panas dingin, dicek, jantung, liver, ginjal rusak.. diopname 7 hari ga sembuh.. udah 13 jt akhirnya pindah.. baru ketauan penyakitnya. 2 hari pulang,. wah berabe juga yah.. Sekarang kalo sakit. minum obat cina aja....

ayub yahya said...

mas calvin, memprihatikan juga ya. ada apad engan banyak dokter kita?

Anonymous said...

1.teknologi ketinggalan jaman. alat yang dipake udah 50 th yang lalu. 2. Disini hukum lemah, dokter salah ga kenapa napa. Yang paling sial yah pasien. 3. Banyak yang matre.. Ngasih obat yang keras2 dan mahal padahal ga efektif asal komisi yang diterima gede.

(Maaf kalo ada dokter yang baca, ini uneg2 lho untuk perbaikan meski saya yakin yang baca kaga begitu)

Anonymous said...

he3 itu baru dokter
salah ya "paling2" pasien berpulang ke rumah Bapa, penderitaan selesai

kalo sikolog
salah diagnosis,ya seumur idup orang bisa dicap gila he3.