Orang Sulit
Saya sudah menstater mobil mau jalan, lagi membetulkan letak sandaran jok, tahu-tahu mobil yang parkir di seberang malah pindah persis di depan. Yang nyetir, laki-laki 45 tahunan, memberi tanda dengan tangannya supaya saya mundur. Padahal di belakang agak sempit karena ada pagar. Kalau saja dia nungggu beberapa detik saja; saya sudah mau jalan kok, jadi saya tidak perlu mesti mundur-mundurin dulu mobil, dia juga toh tidak rugi apa-apa. Saya hanya geleng-geleng kepala.
Tak diduga orang itu keluar dari mobilnya, menghampiri, dan mengetuk pintu mobil saya. “Kenapa lu geleng-geleng kepala, nantang ya?!” tanyanya tanpa ba bi bu lagi. Saya hanya melongo. Bingung. “Kok begini” pikir saya.
Ya, orang sulit memang bisa ketemu dimana saja; di kantor, di kampus, di gereja, di rumah, di jalan. Dan siapa saja; tetangga, teman, dosen, atasan, bahkan anggota keluarga sendiri.
Paling tidak enak kalau mesti berurusan dengan orang sulit. Capek hati, capek pikiran. Orang yang bikin kita serba salah, dan cuma bisa mengurut dada. Orang yang mudah tersinggung, tetapi gampang menyinggung orang lain. Orang yang dableg, tidak bisa dibilangin, mau-maunya sendiri, tidak peduli orang lain, sikapnya kasar, ngomongnya gede. Orang yang kalau bicaranya duh rohani sekali, tetapi perbuatannya lebih-lebih busuknya.
Namun toh ada baiknya juga ketemu orang sulit. Paling tidak, mengajar kita, betapa buruknya kita kalau berperilaku begitu.
Dari Buku Tragedi dan Komedi – Ayub Yahya, diterbitkan oleh Grasindo
No comments:
Post a Comment