Day - 207
Rabu, 6 September 2006 -- Hari terakhir retreat. Ibadah pagi diisi dengan Perjamuan Kudus. Terus lanjut session pembinaan. Penutup acara evaluasi. Sempet ngomong-ngomong sama teman-teman. Kita janjian mau main bulutangkis. Bareng istri masing-masing. Asyik juga. Menurut saya pembinaan wawasan dan pengetahuan buat para pendeta sama pentingnya dengan pembinaan kesehatian dan kerekanan. Dan pembinaan kerekanan dan kesehatian ini akan sangat terasa dalam kegiatan informal. Saya sendiri ga bisa bulutangkis. Tapi yang penting kan ketemunya, ngobrolnya, candanya, akrabnya.
Siang rombongan meninggalkan Johor Bahru. Menurut hikayat, kota ini dibangun tahun 1855 oleh Sultan Abu Bakar. Namanya konon diambil dari bahasa Arab "jauhar" yang berarti permata yang berharga. Waktu masuk Singapore, semua barang diperiksa pakai x-ray. Padahal waktu masuk Malaysia ga diperiksa begitu. Masuk saja gitu. Ga tahu kenapa koq beda begitu ya. Beda negara, beda standar :). Pulang ke rumah terus beres-beres. Cucian numpuk. Rumah ditinggal dua hari "ngeres" debu nih. Di Jakarta kalau pulang habis bepergian begini biasanya langsung tidur. Ada mbak yang beresin. Di sini semua dikerjakan sendiri. Bagus juga sih. Jadi dibiasakan mandiri. Anak-anak juga dibiasakan ga tergantung sama orang lain.
Di jalan saya baca di koran tentang perseteruan William Galas dan Jose Mourinho pelatih Chelsea. Galas tuh sudah 5 tahun main di Chelsea. Ia termasuk pemain yang sangat diandalkan. Ia bek serba bisa. Mourinho bisa tempatkan ia di kiri, kanan atau tengah. Sekarang mereka malah saling serang. Mourinho nuduh Galas mau bikin gol bunuh diri. Sebuah tindakan sangat tercela di dunia persepakbolaan. Galas balik nuduh Mourinho plin-plan dan ga ngehargai ia.
Yang saya kepikir, koq bisa ya. Mereka kan sudah bekerja sama begitu baik selama ini. Ibarat dua sahabat saling mendukung, saling men-support. Galas turut andil mengantar Chelsea jadi juara Liga Inggris dua tahun berturut-turut. Sebaliknya Mourinho juga berjasa besar mengangkat karier Galas. Dalam sepakbola manager dan pemain ibarat "jodoh" kan. Lha sekarang koq saling serang dan jatuhin gitu. Seolah dua musuh bebuyutan. Begitulah sebuah relasi kalau dasarnya "transaksional". Bukan relasi persahabatan sejati. Hanya dekat karena ada kepentingan. Habis manis lalu sepah pun dibuang.
No comments:
Post a Comment