Binatang
Binatang sering diidentikkan dengan hal-hal yang buruk; kejam dan liar. Orang jahat, orang sadis, orang culas biasa dibilang, “Seperti binatang!”
Ini sebenarnya tidak adil. Salah satu bentuk pelecehan dan pelanggaran terhadap HAB, Hak Azasi Binatang. Sebab kalau mau jujur, bukankah manusia justru kerap lebih kejam dan brutal daripada binatang.
Sekejam-kejamnya binatang, tidak ada yang sampai tega menganiaya anaknya sendiri; mengeksploitasinya demi presitise atau perut orang tua. Hanya manusia yang bisa berbuat begitu.
Sejahat-jahatnya binatang, tidak ada yang sampai berkhianat; “kasak-kusuk lalu menusuk dari belakang”. Hanya manusia yang bisa berbuat begitu. Sejarah umat manusia banyak diwarnai kisah pengkhianatan ala Brutus (yang mengkhianati sahabatnya, Julius Caesar) dan tipu muslihat ala Ken Arok (yang mengawini Ken Dedes setelah sebelumnya membunuh Tunggul Ametung, suaminya, dengan keris Empu Gandring).
Seburuk-buruknya binatang, tidak ada yang sampai dimabukkan oleh jabatan dan kekayaan; lalu rela melakukan apa saja demi merebut dan mempertahankannya. Hanya manusia yang bisa begitu.
Dalam buku The Jungle Book, karangan Rudyard Kipling, dikisahkan ada seorang bayi manusia terdampar di hutan belantara. Dia diasuh dan dibesarkan oleh sekawanan kera. Dia tumbuh di lingkungan hutan, dan akrab dengan perilaku binatang. Ketika suatu kali dia kembali kepada peradaban manusia, dia menyesal.
“Lebih baik saya menjadi binatang,” katanya. “Binatang membunuh untuk makan atau supaya tidak dimakan; sedang manusia membunuh karena kemarahan, kebencian dan harta.”
Jadi, betulkah manusia lebih beradab dan berbudaya daripada binatang? Betulkah manusia adalah “mahkota ciptaan Allah”, dan karenanya lebih tinggi statusnya daripada binatang? Buktikanlah!
Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, Gloria
Ini sebenarnya tidak adil. Salah satu bentuk pelecehan dan pelanggaran terhadap HAB, Hak Azasi Binatang. Sebab kalau mau jujur, bukankah manusia justru kerap lebih kejam dan brutal daripada binatang.
Sekejam-kejamnya binatang, tidak ada yang sampai tega menganiaya anaknya sendiri; mengeksploitasinya demi presitise atau perut orang tua. Hanya manusia yang bisa berbuat begitu.
Sejahat-jahatnya binatang, tidak ada yang sampai berkhianat; “kasak-kusuk lalu menusuk dari belakang”. Hanya manusia yang bisa berbuat begitu. Sejarah umat manusia banyak diwarnai kisah pengkhianatan ala Brutus (yang mengkhianati sahabatnya, Julius Caesar) dan tipu muslihat ala Ken Arok (yang mengawini Ken Dedes setelah sebelumnya membunuh Tunggul Ametung, suaminya, dengan keris Empu Gandring).
Seburuk-buruknya binatang, tidak ada yang sampai dimabukkan oleh jabatan dan kekayaan; lalu rela melakukan apa saja demi merebut dan mempertahankannya. Hanya manusia yang bisa begitu.
Dalam buku The Jungle Book, karangan Rudyard Kipling, dikisahkan ada seorang bayi manusia terdampar di hutan belantara. Dia diasuh dan dibesarkan oleh sekawanan kera. Dia tumbuh di lingkungan hutan, dan akrab dengan perilaku binatang. Ketika suatu kali dia kembali kepada peradaban manusia, dia menyesal.
“Lebih baik saya menjadi binatang,” katanya. “Binatang membunuh untuk makan atau supaya tidak dimakan; sedang manusia membunuh karena kemarahan, kebencian dan harta.”
Jadi, betulkah manusia lebih beradab dan berbudaya daripada binatang? Betulkah manusia adalah “mahkota ciptaan Allah”, dan karenanya lebih tinggi statusnya daripada binatang? Buktikanlah!
Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, Gloria
No comments:
Post a Comment