"Slip of the Tongue"
The Fact :
12 September 2006 yang lalu. Paus Benedictus XIV berpidato di Universitas Regensburg, Jerman. Dalam pidatonya, Paus mengutip kalimat Manuel II, Raja Kristen Ortodoks pada abad ke-14 dari Bizantium (sekarang Istambul, Turki). Pidato yang kemudian memancing aliran protes dan kecaman dari kaum muslim di berbagai penjuru dunia. Paus secara resmi sudah meminta maaf. Kutipan itu bukan pandangan pribadinya. Hanya mengutip. Peristiwa lain terjadi dua pekan lalu, di Jakarta Indonesia. Duo penyanyi yang sedang naik daun, Ratu "kepeleset lidah". Manggung dalam sebuah acara yang sarat protokoler kenegaraan, mereka salah menyebut nama Presiden SBY yang hadir. Bahkan juga menyambut kedatangan Gus Dur dengan "selamat datang, saudara Gus Dur". Dan menyapa "Bapak Sutiyoso mungkin juga dengan istrinya". Ratu terpaksa turun panggung usai lagu ketiga dari enam lagu yang sudah dipersiapkan semula. Ratu juga sudah minta maaf. Mereka hanya khilaf. (Sumber : kompilasi berita di Kompas, Tempo, internet)The Lessons :
Komunikasi adalah "ilmu" setua umur manusia. Tapi nggak ada orang yang 100% ahli dalam berkomunikasi. Begitu banyak "noisy" dalam komunikasi antar manusia. Pendidikan, pengalaman, persepsi orang sangat mempengaruhi diterimanya makna sebuah pesan. Dalam komunikasi sering terjadi "slip of the tongue". Tapi kadang yang terjadi adalah "slip of the ear", alias mispersepsi. Maka, bijak-bijaklah berbicara. Sebijak kita mendengar. Kebijakan itu akan terpancar dalam tindakan kita menanggapi hal itu.
3 comments:
Selain pendidikan dan pengalaman seseorang, kadang kita harus sadar kondisi emosi seseorang dapat mempengaruhi apa yang dikomunikasikannya. Apakah ia sedang sedih atau marah karena suatu hal, kita tidak tahu. Mungkin hal ini tidak disadari oleh orang yang menyampaikannya, namun kita sering dibuat kesal karena persepsi kita yang terburu-buru. Maka, tepatlah seperti tersurat dalam Yakobus 1:18, "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah". Saat kita semakin "lambat" dalam bereaksi, semakin bijaklah kita.
halo pak dah lama ga kesini
iya tuh buat public figure salah ngomong bisa jadi masalah berat. Jadi kalo kotbah ati2 pak he3, saya juga kalo cerita kudu ati2 jangan sampe salah ayat ato malah ngerubah isi ayatnya
setuju pak davis dan pak hedge, betapa berbahayanya sebuah "omongan". konon tuhan ngasih kita telinga dua dan mulut satu, supaya kita lebih banyak mendengar daripada bicara :)
Post a Comment