Kamis, 19 Oktober 2006 -- Hari ini di GPBB puasa. Hari Minggu lalu jemaat sudah dihimbau. Puasa dalam pengertian, ga selalu harus ga makan. Intinya kan puasa itu pengendalian diri, dalam rangka mendekatkan diri dengan Tuhan; merasakan kasih dan kehadiran-Nya. Bukan misalnya, supaya keinginan terpenuhi, atau semacam "sogokan" gitu. Jadi ga harus dengan ga makan.
Bisa misalnya, kalau yang suka nonton televisi, puasa ga nonton televisi. Waktu yang biasanya untuk nonton televisi, dipakai untuk membaca Alkitab atau baca buku rohani. Jangan dipakai untuk tidur. Atau kalau puasa ga makan, juga ga mesti total ga makan ga minum. Bisa misalnya sekadar mengurangi makan. Atau cuma ga makan, tapi tetap minum. Atau cuma makan buah sedikit. Jangan sekeranjang :). Intinya sekali lagi pengendalian diri.
Waktu kecil dulu di Bandung kalau bulan Ramandhan saya suka ikut-ikutan teman-teman puasa. Senang saja ikutan sahur dan ngabuburit-nya :). Saya tinggal di gang kecil. Di pelosok. Satu-satunya keluarga Kristen. Waktu remaja pernah juga puasa "mutih". Ga makan garam. Rencana 40 hari 40 malam. Tapi cuma tahan tiga hari :). Itu "tugas" dari mama saya tuh. Katanya, supaya saya bisa dapatin "ilmu". Hehehe. Mama saya dulu suka "ngelmu". Tapi itu dulu sih. Saya hampir ga pernah puasa yang "serius". Baru kali ini deh rasanya. Kesan saya, good. Puasa dengan "penghayatan" dan dari "hati", bukan ikut-ikutan atau sekadar memenuhi kewajiban, memberi "kesegaran" rohani.
Siang anter teman pendeta ke Bras Basah. Ia mau beli tamborin buat gerejanya. Bilang buat gereja langsung dapat diskon loh. Ga ditanya-tanya lagi. Harga satunya dari 45 $, jadi 33 $. Lumayan tuh. Teman beli tujuh. Pulang pergi naik MRT. MRT di sini kayaknya tuh penuh melulu deh. Padahal tadi berangkat agak sore, pulang sore. Bukan jam pulang atau pergi kantor gitu. Kata teman, lebih-lebih nanti bulan Desember. Malam ke gereja lagi. Pimpin mezbah doa. Mezbah doa tuh semacam persekutuan doa, tapi "tematis" gitu. Sebelum acara, kita buka puasa bersama dulu.
Bisa misalnya, kalau yang suka nonton televisi, puasa ga nonton televisi. Waktu yang biasanya untuk nonton televisi, dipakai untuk membaca Alkitab atau baca buku rohani. Jangan dipakai untuk tidur. Atau kalau puasa ga makan, juga ga mesti total ga makan ga minum. Bisa misalnya sekadar mengurangi makan. Atau cuma ga makan, tapi tetap minum. Atau cuma makan buah sedikit. Jangan sekeranjang :). Intinya sekali lagi pengendalian diri.
Waktu kecil dulu di Bandung kalau bulan Ramandhan saya suka ikut-ikutan teman-teman puasa. Senang saja ikutan sahur dan ngabuburit-nya :). Saya tinggal di gang kecil. Di pelosok. Satu-satunya keluarga Kristen. Waktu remaja pernah juga puasa "mutih". Ga makan garam. Rencana 40 hari 40 malam. Tapi cuma tahan tiga hari :). Itu "tugas" dari mama saya tuh. Katanya, supaya saya bisa dapatin "ilmu". Hehehe. Mama saya dulu suka "ngelmu". Tapi itu dulu sih. Saya hampir ga pernah puasa yang "serius". Baru kali ini deh rasanya. Kesan saya, good. Puasa dengan "penghayatan" dan dari "hati", bukan ikut-ikutan atau sekadar memenuhi kewajiban, memberi "kesegaran" rohani.
Siang anter teman pendeta ke Bras Basah. Ia mau beli tamborin buat gerejanya. Bilang buat gereja langsung dapat diskon loh. Ga ditanya-tanya lagi. Harga satunya dari 45 $, jadi 33 $. Lumayan tuh. Teman beli tujuh. Pulang pergi naik MRT. MRT di sini kayaknya tuh penuh melulu deh. Padahal tadi berangkat agak sore, pulang sore. Bukan jam pulang atau pergi kantor gitu. Kata teman, lebih-lebih nanti bulan Desember. Malam ke gereja lagi. Pimpin mezbah doa. Mezbah doa tuh semacam persekutuan doa, tapi "tematis" gitu. Sebelum acara, kita buka puasa bersama dulu.
No comments:
Post a Comment