Sabtu, 30 September 2006 -- Pagi ngobrol santai dengan Pak Handrawan Nadesul. Ia nginep di rumah. Saya tuh paling senang ngobrol dengan orang yang suka baca buku. Punya wawasan luas. Asyik. Nggak ngebosenin. Nyambung. Tambah pengetahuan. Saya baru tahu kalau sekarang ini penelitian terhadap otak manusia sedang gencar-gencarnya. Orang jahat orang baik katanya punya struktur otak yang berbeda. Secara medis bisa "direkayasa".
Begitu juga nilai-nilai hidup, kayak kesetiaan dalam pernikahan, konon itu "perkara" fisik. Bisa "diobatin" secara fisik. Ada penelitian terhadap tikus gurun. Tikus gurun kawin sekali seumur hidup hanya dengan satu pasangan. Ternyata tikus itu punya semacam zat atau hormon apa gitu, saya lupa. Dan kalau zat atau hormon itu ditambahkan ke otak seseorang, maka orang itu lebih setia. Begitu juga soal cinta. Seseorang jatuh cinta atau nggak, bisa "diakalin" dengan obat tertentu. Ck ck ck. Kalau ini benar, ini bisa jadi tantangan luar biasa bagi agama dan moralitas. Sebab ternyata sifat baik dan buruk tuh sekadar urusan biologis.
Jam 9.30-an saya ke kantor. Dewi, Kezia dan Karen di rumah. Pak Handrawan ada keperluan. Jadi ia jalan sendiri. Siang makan bareng sama beberapa teman pemuda. Hujan lebat. Sorenya ikut persekutuan Keluarga Muda. Ada yang house-warming. Ga ikut penuh. Karena dari situ sudah harus pimpin persekutuan Keluarga Senior di daerah Thompson.
Topiknya tentang hidup bersyukur. Intinya yang saya sampaikan. Bersyukur itu soal pilihan. Kita mau bersyukur atau mengeluh tergantung kita. Bagaimana cara pandang kita terhadap sebuah realitas, cara kita memaknainya; positif atau negatif. Jadi bukan soal apa-apa yang kita punyai atau alami. Tapi soal hati. Dan sebetulnya kita nih selalu punya alasan untuk bersyukur.
Begitu juga nilai-nilai hidup, kayak kesetiaan dalam pernikahan, konon itu "perkara" fisik. Bisa "diobatin" secara fisik. Ada penelitian terhadap tikus gurun. Tikus gurun kawin sekali seumur hidup hanya dengan satu pasangan. Ternyata tikus itu punya semacam zat atau hormon apa gitu, saya lupa. Dan kalau zat atau hormon itu ditambahkan ke otak seseorang, maka orang itu lebih setia. Begitu juga soal cinta. Seseorang jatuh cinta atau nggak, bisa "diakalin" dengan obat tertentu. Ck ck ck. Kalau ini benar, ini bisa jadi tantangan luar biasa bagi agama dan moralitas. Sebab ternyata sifat baik dan buruk tuh sekadar urusan biologis.
Jam 9.30-an saya ke kantor. Dewi, Kezia dan Karen di rumah. Pak Handrawan ada keperluan. Jadi ia jalan sendiri. Siang makan bareng sama beberapa teman pemuda. Hujan lebat. Sorenya ikut persekutuan Keluarga Muda. Ada yang house-warming. Ga ikut penuh. Karena dari situ sudah harus pimpin persekutuan Keluarga Senior di daerah Thompson.
Topiknya tentang hidup bersyukur. Intinya yang saya sampaikan. Bersyukur itu soal pilihan. Kita mau bersyukur atau mengeluh tergantung kita. Bagaimana cara pandang kita terhadap sebuah realitas, cara kita memaknainya; positif atau negatif. Jadi bukan soal apa-apa yang kita punyai atau alami. Tapi soal hati. Dan sebetulnya kita nih selalu punya alasan untuk bersyukur.
No comments:
Post a Comment