Sabar
Sabar, bisa jadi ini bukan sikap yang paling menentukan dalam hidup seseorang. Berhasil atau gagal, bahagia atau kecewa, tak selalu berkaitan langsung dengan sikap sabar. Tetapi hampir dapat dipastikan, ketidaksabaran bisa mempersulit diri sendiri. Bahkan juga orang lain. Membuat rumit apa yang sebenarnya sepele.
Lihat saja ini, yang terjadi suatu kali di salah satu sudut Jakarta. Masalahnya sebenarnya sederhana, sebuah sedan mogok di tengah jalan. Seharusnya itu tidak menjadi persoalan besar, toh jalan di kanan dan kiri masih cukup lebar untuk dilalui kendaraan. Hanya memang harus perlahan-lahan.
Cuma ya itu tadi; kendaraan dari kiri tidak sabar lantas nyerobot jalur kanan. Kendaraan dari kanan tidak mau kalah, nyerobot jalur kiri. Akhirnya di kanan mentok di kiri mentok. Macet total sudah; maju tidak bisa, mundur juga tidak bisa. Kalau sudah begitu, maka orang jadi mudah naik darah. Caci maki berhamburan. Malah ada pengemudi yang sampai memukul-mukul stir mobilnya sendiri. Yang kasihan sopir sedan yang mogok, disumpahin sana sini. Padahal siapa pula yang kepingin mogok di tengah jalan. Ah, tetapi ini Indonesia, Bung!
Konon, sumber kemacetan lalu lintas di negara mana saja adalah karena daya tampung jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan. Bisa betul juga sih. Logislah. Tetapi toh juga ada penyebab lain yang patut diperhitungkan. Yaitu ketidaksabaran para pengemudi; mental tidak mau ngantri dan ingin main serobot. Mending kalau memang lagi dikejar hal lain yang penting dan genting. Tetapi seringnya kan tidak dengan motif apa-apa. Pokoknya ada kesempatan serobot, tak peduli akibatnya apa. Padahal kalau dihitung-hitung paling beda waktunya cuma dalam hitungan menit.
Maka dalam banyak hal, terutama dalam kesesakan dan penantian, belajar sabar itu perlu. Bukan untuk siapa-siapa, tetapi untuk diri kita sendiri. Betul, dengan bersabar tidak lantas persoalan menjadi beres, atau hidup menjadi lebih indah. Tetapi paling tidak, kita tidak mempersulit diri sendiri dan orang lain. Prinsipnya, jangan membuat masalah pada apa yang bukan masalah, dan jangan menambah masalah pada apa yang sudah jadi masalah. Untuk itu tidak ada sikap lain yang dibutuhkan, selain sabar.
Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, diterbitkan Gloria.
Lihat saja ini, yang terjadi suatu kali di salah satu sudut Jakarta. Masalahnya sebenarnya sederhana, sebuah sedan mogok di tengah jalan. Seharusnya itu tidak menjadi persoalan besar, toh jalan di kanan dan kiri masih cukup lebar untuk dilalui kendaraan. Hanya memang harus perlahan-lahan.
Cuma ya itu tadi; kendaraan dari kiri tidak sabar lantas nyerobot jalur kanan. Kendaraan dari kanan tidak mau kalah, nyerobot jalur kiri. Akhirnya di kanan mentok di kiri mentok. Macet total sudah; maju tidak bisa, mundur juga tidak bisa. Kalau sudah begitu, maka orang jadi mudah naik darah. Caci maki berhamburan. Malah ada pengemudi yang sampai memukul-mukul stir mobilnya sendiri. Yang kasihan sopir sedan yang mogok, disumpahin sana sini. Padahal siapa pula yang kepingin mogok di tengah jalan. Ah, tetapi ini Indonesia, Bung!
Konon, sumber kemacetan lalu lintas di negara mana saja adalah karena daya tampung jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan. Bisa betul juga sih. Logislah. Tetapi toh juga ada penyebab lain yang patut diperhitungkan. Yaitu ketidaksabaran para pengemudi; mental tidak mau ngantri dan ingin main serobot. Mending kalau memang lagi dikejar hal lain yang penting dan genting. Tetapi seringnya kan tidak dengan motif apa-apa. Pokoknya ada kesempatan serobot, tak peduli akibatnya apa. Padahal kalau dihitung-hitung paling beda waktunya cuma dalam hitungan menit.
Maka dalam banyak hal, terutama dalam kesesakan dan penantian, belajar sabar itu perlu. Bukan untuk siapa-siapa, tetapi untuk diri kita sendiri. Betul, dengan bersabar tidak lantas persoalan menjadi beres, atau hidup menjadi lebih indah. Tetapi paling tidak, kita tidak mempersulit diri sendiri dan orang lain. Prinsipnya, jangan membuat masalah pada apa yang bukan masalah, dan jangan menambah masalah pada apa yang sudah jadi masalah. Untuk itu tidak ada sikap lain yang dibutuhkan, selain sabar.
Dari Buku Potret Diri Tanpa Bingkai – Ayub Yahya, diterbitkan Gloria.
No comments:
Post a Comment